Konten dari Pengguna

Obat Itu Bernama Stoisisme

Jody jeremi hadrian ritonga
seorang mahasiswa pencinta literasi yang mengambil pendidikan di UNAI, memiliki misi untuk menulis bagi masyarakat Indonesia, dengan tujuan memperkenalkan sains agar dapat dinikmati oleh berbagai kalangan dan diterapkan secara praktis.
18 November 2024 11:42 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jody jeremi hadrian ritonga tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Pernahkah kalian merasa sudah melakukan banyak hal, mencoba berbagai rekomendasi dari guru-guru atau influencer self-improvement yang kalian ikuti, tetapi di dalam hati masih merasa kurang? Kalian mungkin berpikir, “Kok hidupku begini-begini saja? Kenapa tidak seexcited si A, ya?” Atau bahkan, terkadang muncul rasa iri dan dengki melihat orang-orang yang, meskipun usahanya tidak sebesar kita, justru mendapatkan hasil yang jauh lebih baik.
ADVERTISEMENT
Apakah hal-hal yang aku sebutkan di atas terasa relate denganmu? Apakah pola pikir atau mentalitas seperti itu membuat pikiranmu tidak tenang, atau bahkan membuatmu merasa stres? Tenang saja, aku ingin mengenalkanmu pada sebuah “obat” yang bernama stoisisme atau stoicism.
https://www.pexels.com/id-id/pencarian/marcus%20aurelius/ - Marcus Aurelius
zoom-in-whitePerbesar
https://www.pexels.com/id-id/pencarian/marcus%20aurelius/ - Marcus Aurelius
Mari kita kenali dulu sejarah Stoisisme. Apa sebenarnya Stoisisme itu, dan mengapa bisa menjadi “obat” bagi pikiran kita yang sering menggerogoti diri tanpa ampun?
Stoisisme adalah salah satu aliran filsafat kuno yang sudah ada sejak tahun 323 SM. Nama Stoisisme sendiri berasal dari kata stoa poikilê, yang berarti “teras berlukis.” Nama yang unik, bukan? Tapi, mengapa disebut “teras”? Apa hubungannya dengan teras?
Illustrasi dari stoa poikile - AI generated by bing
Nama Stoisisme diambil dari "teras" karena tempat tersebut, yaitu Stoa Poikilê di Agora, Athena, merupakan pusat pertemuan di mana Zeno dari Citium, pendiri Stoisisme, berdiskusi dengan para muridnya. Zeno memilih tempat ini sebagai lokasi pengajaran karena letaknya yang strategis di pusat kota. Lokasi ini ramai dan terbuka untuk semua orang, sehingga memungkinkan siapa saja baik dari kalangan miskin, kaya, atau latar belakang lainnya untuk bergabung dan belajar bersama tentang Stoisisme.
ADVERTISEMENT
Jadi, Stoisisme sebenarnya diciptakan beda dari filsafat lainnya yang biasanya cuma bisa dipahami oleh orang-orang berintelektual. Stoisisme itu untuk semua kalangan, baik budak maupun saudagar kaya. Makanya, aliran ini lebih praktis. Bahkan, menurut penulis, Stoisisme ini yang paling praktis dibandingkan aliran filsafat lainnya. Oke, jadi apa sih ajarannya? Dan kenapa ini bisa jadi obat? Yuk, langsung aja kita bahas ajarannya dan kenapa bisa jadi obat!
Foto oleh Mark Neal: https://www.pexels.com/id-id/foto/air-mancur-trevi-2225442/
Inti dari ajaran Stoisisme terletak pada konsep yang disebut dikotomi kendali. Dikotomi kendali ini adalah pemisahan antara dua hal dalam hidup, apa yang berada di bawah kendali kita dan apa yang berada di luar kendali kita. Orang-orang Stoik percaya bahwa jika kita bisa mengendalikan kedua hal ini dengan bijak, maka kita bisa menjadi manusia merdeka manusia yang tidak terikat dan tidak bisa dikendalikan oleh apapun.
ADVERTISEMENT
Misalnya, seringkali ketika kita ingin mencoba hal baru, seperti membuat channel YouTube dan menjadi content creator yang handal, atau bahkan ingin menjadi model, atau apapun itu, tanpa kita sadari, hal pertama yang muncul di pikiran kita adalah, "Eh, tapi gimana ya nanti hasilnya?" "Apa kata teman-teman aku ya kalau aku buat konten ini?'" "Ih, pasti memalukan."
Orang Stoik berpendapat bahwa pikiran-pikiran seperti itu adalah hal yang sia-sia untuk dipikirkan. Pendapat orang lain dan hasil dari apa yang kita kerjakan berada di luar kendali kita, jadi tidak ada gunanya mengkhawatirkan hal-hal seperti itu. Karena pada akhirnya, apapun yang kita lakukan, pendapat orang dan hasilnya adalah sesuatu yang sudah tidak bisa kita atur. Bahkan, meskipun kita sudah berbuat baik kepada orang, kadang ada saja orang yang tetap bisa berbuat jahat kepada kita. Jadi, memikirkan hal-hal seperti itu hanya akan membuang-buang waktu dan energi.
ADVERTISEMENT
Mungkin ketika seorang Stoik menghadapi situasi seperti di atas, mereka akan lebih fokus pada hal-hal yang bisa mereka kendalikan. Misalnya, mereka akan memikirkan kamera apa yang akan digunakan, model pengeditan seperti apa yang akan membuat tampilan konten lebih enak dilihat, atau jenis konten apa yang ingin mereka buat, tanpa terlalu memikirkan hal-hal di luar kendali seperti pendapat orang atau hasil akhirnya.
Foto oleh Pixabay: https://www.pexels.com/photo/low-section-of-man-against-sky-247851/
Untuk melatih dikotomi kendali ini lakukan 3 hal ini di hari kalian.
ADVERTISEMENT
Semoga obat yang aku tawarkan ini bisa menjadi penawar dalam hidup yang penuh kejutan, memberikan ketenangan di setiap langkahnya.