El Clásico: Sebuah Romansa antara Madrid dan Barcelona

Geovannie Foresty P.
Sepakbola | Video | Saham | Digital | Musik | 34/63 | Hispano | Latino
Konten dari Pengguna
3 Maret 2019 23:45 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Geovannie Foresty P. tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Duel Real Madrid vs Barcelona di Copa del Rey. Dani Carvajal (putih) berusaha keras mempertahankan bola dari Lionel Messi. Foto: Juan Medina/Reuters
zoom-in-whitePerbesar
Duel Real Madrid vs Barcelona di Copa del Rey. Dani Carvajal (putih) berusaha keras mempertahankan bola dari Lionel Messi. Foto: Juan Medina/Reuters
ADVERTISEMENT
Hari Minggu, 3 Maret 2019, saya sengaja bangun subuh-subuh hanya untuk melihat laga sepak bola yang paling menarik seantero dunia. Walaupun sedikit menyesal tidak sempat melihat seluruh pertandingannya, rasanya cukup dengan setengah babak saja saya sudah puas.
ADVERTISEMENT
Bukan hanya karena Barcelona adalah tim favorit saya, tetapi lebih karena keindahan pola permainan dan seni menari di atas bola bundar yang ditampilkan kedua tim terbesar di dunia ini, yang selalu mendorong saya untuk melihat laga El Clásico kapanpun jadwalnya.
Seperti dimanjakan oleh Madrid dan Barcelona, para penggemar sepakbola dapat menikmati keindahan laga El Clásico sebanyak dua kali dalam sepekan ini.
Kamis, 28 Februari 2019, Los Blancos harus menderita kekalahan dan disingkarkan dari Copa del Rey dengan skor 0-3.
Seperti kurang puas, Minggu 03 Maret 2019 (WIB), La Bluegrana lanjut menghukum fans Real Madrid dengan mengalahkan tuan rumah dengan skor 0-1, alhasil jarak perolehan poin antara kedua tim semakin jauh.
ADVERTISEMENT
Penyebutan kata El Clásico pun bukan hanya semata karena adanya sejarah persaingan sepakbola yang panjang (sejak tahun 1902), ataupun karena persaingan raihan piala terbanyak.
Mungkin masih banyak yang belum tahu, selain menjadi dua klub paling berpengaruh di Spanyol dan dua klub terkaya di dunia saat ini, kedua-duanya mewakili keindahan dua kota besar di Spanyol; dua cita rasa yang beda di Spanyol; dan dua bahasa dan bangsa keturunan roma yang hidup di Spanyol; yang akhirnya menjadi pemanis penambah nikmat El Clásico .
Dua Kota Besar yang Indah
Madrid yang awalnya adalah sebuah desa kecil yang dibangun pada masa Kekhalifaan Cordoba, mulai bertransformasi menjadi kota besar sejak Raja Felipe II secara resmi memindahkan ibukota Kerajaan Spanyol dari Toledo ke Madrid pada tahun 1561. Pada masa itu, aliran Reinassence menjadi acuan pembangunan di Eropa.
ADVERTISEMENT
Aliran Reinassence inilah yang kemudian akan memberikan nuansa elegan dan berkelas bagi Madrid.
Apalagi ditambah dengan adanya Museum el Prado yang penuh dengan karya-karya spektakuler abad ke-12, memberikan kesan Madrid sebagai salah kota seni kelas dunia.
Beberapa gedung yang dapat merepresentasikan aliran reinassence Madrid yakni “el Palacio Real” yang adalah istana Raja Spanyol di Madrid, “Casa de la Panederia” yang terlatak di Plaza Mayor, dan gedung Metropolis yang terlatak di awal jalan Gran Via, salah satu jalan yang ramai dikunjungi wisatawan mancanegara.
Maket Gran Via dan Gedung Metropolis - Koleksi Pribadi
Jika Madrid memiliki nuansa yang elegan dan terkesan tradisional, Barcelona justru menjadi kiblat bagi pecinta seni modern di dunia.
Barcelona memiliki daya pikat yang luar biasa, yang menawarkan perpaduan sempurna antara budaya dan sejarah dalam sebuah kota kosmopolitan yang modern.
ADVERTISEMENT
Gaya arsitektur yang modern ala Gaudí, dengan konsep desain unik yang detail dan warna yang menawan menjadi ciri khas utama kota Barcelona.
Beberapa karya gedung yang merepresentasikan aliran modernis Catalunya yakni La Sagrada Familia, Casa Batlo, dan El Palacio de la Musica, yang semuanya merupakan warisan pemikiran dari Antoni Gaudí.
Foto keluarga depan Casa Batlo - Koleksi Pribadi
Rasa dan Makanan yang Berbeda
Saat kita berbicara mengenai masakan Spanyol pada umumnya, hal pertama yang muncul dibenak sesesorang mungkin gambaran kue Churros ataupun masakan Paella.
Padahal sama seperti Indonesia, setiap daerah atau kota memiliki masakan khas dan cita rasa yang berbeda.
Bila dikaitkan kedua makanan Spanyol tersebut dengan Madrid, mungkin benar adanya apabila Churros dikategorikan sebagai salah satu kue khas Madrid, mengingat bahwa toko tertua Churros yang masih ada sampai sekarang ini berada di kota tua Madrid, “Chocolateria San Guines” yang berdiri sejak tahun 1894.
ADVERTISEMENT
Tetapi melihat letak geografisnya yang berada di tengah peninsula Iberia, masakan khas Madrid pada umumnya berbahan daging merah.
Selain itu, terdepat beberapa makanan khas Madrid lainnya, yang biasa saya pesan seperti Tortillas de Patatas, yang merupakan campuran telur dengan kentang yang didadar; dan Pinchos de Aceitunas yang secara harafiah artinya sate dari zaitun.
Begitupula dengan Barcelona, yang cita rasa makanannya justru jauh lebih berbeda lagi dengan masakan Spanyol.
Ciri khas masakan Barcelona atau Catalunya pada umumnya sangat dipengaruhi oleh letak geografisnya yang berada di pesisir pantai mediterranean dan berdekatan dengan Prancis, sehingga tidak heran apabila banyak restoran yang menyuguhkan daging dan seafood secara bersamaan.
Terlepas dari pengaruh tersebut, salah satu masakan khas Barcelona yang saya sangat gemari adalah Butifarra yang merupakan sandwich yang diisi sosis khas Catalunya dan dioleskan saus Alioli, saus yang dibuat dengan campuran minyak zaitun dengan bawang putih yang dihancurkan.
ADVERTISEMENT
Dua Bahasa Satu Akar
Bahasa Spanyol (atau Bahasa Castilian) dan Bahasa Catalunya pada dasarannya merupakan dua bahasa berbeda yang berakar dari bahasa Latin.
Bahasa Catalunya bukan merupakan dialek maupun keturunan dari Bahasa Spanyol seperti anggapan banyak orang yang pernah saya temui maupun dalam beberapa artikel yang pernah ditulis oleh beberapa orang di Indonesia.
Bahkan, jika ingin disandingkan dengan bahasa Roma lainnya, Bahasa Catalunya sebenarnya lebih terasa dekat atau mirip dengan Bahasa Prancis dan Italia ketimbang dengan bahasa Spanyol atau Portugis.
Jika kita berkunjung ke Barcelona, dan kebetulan jika anda sedikit mengerti bahasa Spanyol, mungkin akan merasakan kemiripan bahasa antara Bahasa Spanyol dan Bahasa Catalunya, bahkan akan mudah memahami saat bertemu dengan penduduk Barcelona.
ADVERTISEMENT
Tetapi akan berbeda ceritanya jika kita berkunjung ke kota lainnya di wilayah Catalunya, perbedaan bahasa baru akan terasa karena pemilihan kata yang berbeda dan logatnya yang masih sangat kental.
Dua Bangsa yang Saling Mengisi
Dari ketiga perbedaan dasar di atas, jika boleh saya simpulkan, El Clasico Real Madrid dan Barcelona F.C.
Bukan hanya merepresentasikan persaingan antara dua kota besar yang indah saja, bukan hanya memiliki cita rasa yang berbeda saja, maupun bukan hanya merepresentasikan dua bahasa saja.
Tetapi kedua tim ini merepresentasikan simbol nasionalisme dua bangsa keturunan Kerajaan Roma yang ingin menunjukkan identitas lokalnya namun sadar bahwa memiliki satu sejarah yang tak bisa terpisahkan.
Alih-alih terdapat beberapa kelompok nasionalis Catalunya yang ingin memanfaatkan El Clasico untuk tujuan politis atau sebagai gerakan kemerdekaan, masih terdapat sebagian besar masyarakat pendukung Barcelona yang rasional dan tetap melihat El Clasico sebagai tempat untuk merayakan perbedaan, dan menyingkirkan isu politik dari dunia sepak bola.
ADVERTISEMENT
Persaingan yang sehat mungkin itulah arti El Clasico bagi kedua bangsa ini, di sinilah tempat di mana kedua bangsa dapat mengutarakan sifat chauvinisme-nya yang tidak lazim diutarakan sehari-hari, tetapi kemudian di setiap akhir laga akan berdamai lagi menjadi satu kesatuan yang saling mengisi.
Bayangkan saja jika Catalunya memisahkan diri dari Spanyol, La Liga hanya akan dikuasai oleh Real Madrid, dan romansa sejarah El Clasico antara Madrid dan Barcelona tidak ada lagi artinya.