CEO Telegram Beri 3 Solusi Atasi Konten Terorisme di Indonesia

16 Juli 2017 12:29 WIB
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Founder and CEO of Telegram Pavel Durov (Foto: Albert Gea/REUTERS)
zoom-in-whitePerbesar
Founder and CEO of Telegram Pavel Durov (Foto: Albert Gea/REUTERS)
ADVERTISEMENT
Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemkominfo) RI sedang menjadi sasaran protes di media sosial, menyusul langkah mereka memblokir akses web aplikasi pesan Telegram. Konten terorisme diketahui menjadi penyebab utama diblokirnya Telegram di Indonesia. CEO dan pendiri Telegram, Pavel Durov, mengaku baru tahu jika Kemkominfo telah mengirim daftar kanal publik yang berkaitan dengan konten terorisme di aplikasinya. Ia mengatakan timnya tidak memproses permintaan itu dengan cepat. "Sayangnya saya tidak tahu ada permintaan itu sehingga menimbulkan miskomunikasi dengan Kemkominfo," ujar Durov, dalam pernyataan yang dikeluarkan di kanal Telegram resminya. Untuk mengatasi masalah ini, Durov menegaskan telah mengimplementasi tiga langkah untuk bisa mengembalikan akses layanannya di Indonesia. "Kami sudah memblokir semua kanal publik terorisme yang sebelumnya dilaporkan Kemkominfo. Saya sudah mengirim email balik ke Kemkominfo untuk membangun komunikasi langsung, yang bisa membuat kami bekerja lebih efisien dalam mengidentifikasi dan memblokir propaganda teroris ke depannya," papar Durov. Selain itu, Telegram juga akan membuat sebuah tim moderator yang memiliki kemampuan bahasa Indonesia agar mempercepat proses penanganan konten terorisme. "Telegram adalah aplikasi yang sangat terenkripsi dan pribadi, tapi kami bukanlah teman dari teroris. Faktanya, setiap bulan kami memblokir ribuan kanal publik ISIS dan mempublikasikan hasilnya di @isiswatch. Kami dengan gigih terus mencegah penyebaran propaganda terorisme secara efisien, dan selalu menerima ide untuk menjadi lebih baik dalam hal ini," lanjutnya.
ADVERTISEMENT
Kemkominfo sendiri mengatakan bisa saja melakukan normalisasi layanan Telegram di Indonesia apabila sudah terjalin komunikasi intens di antara kedua pihak. Telegram diminta responsif dan kooperatif dalam mengatasi konten negatif di platform-nya. "Pemblokiran itu kalau sudah meng-address permasalahannya, ada proses normalisasinya. Kita lihat saja dalam waktu dekat ini, kan harus ada komunikasi yang intens dengan mereka," ujar Semuel A. Pangerapan, Dirjen Aptika Kemkominfo, dalam pesan singkat kepada kumparan (kumparan.com), Minggu (16/7).
Ilustrasi Telegram. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Telegram. (Foto: Aditia Noviansyah/kumparan)
Pemblokiran layanan Telegram di Indonesia saat ini baru sebatas Domain Name System (DNS) sehingga hanya web saja yang tak bisa diakses, sementara aplikasinya masih bisa digunakan. Tapi, Kemkominfo menegaskan bisa menutup layanan aplikasi Telegram sepenuhnya jika perusahaan tersebut tidak menyiapkan Standard Operating Procedure (SOP) dalam penanganan konten-konten yang melanggar hukum di Indonesia.
ADVERTISEMENT