Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Antara Manusia, Alam dan Tuhan
22 Oktober 2017 23:49 WIB
Diperbarui 14 Maret 2019 21:14 WIB
Tulisan dari johannes febrianto tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Embun pagi seperti biasa datang menyapa kala itu. Ya, hampir setiap hari butiran-butiran air tersebut memberikan kesegaran baru bagi tubuh anak kecil ini. Hirupan nafas di pagi hari membuat raga dan jasmaninya terasa sejuk dan nyaman.
Selagi menikmati keadaan yang membuatnya tenang, datanglah sumber dari rasa sejuk dan nyaman tadi. Dialah alam yang diciptakan oleh Tuhan. Seakan akrab dengan anak kecil ini, alam pun menghampirinya dengan lesu dan terlihat murung.
"Kamu kenapa? kamu terlihat murung dan lesu, apa yang terjadi padamu?" tanya anak ini. "Aku sedih. Tidak kah kamu tahu? rasa sejuk dan nyaman yang kamu alami saat ini tidaklah bisa dirasakan oleh setiap orang di muka bumi ini.", jawab alam padanya.
ADVERTISEMENT
"Kenapa bisa? bukankah kamu sama di setiap tempat?", tanyanya kembali. "Tidak, aku tidak sama di setiap tempat di muka bumi ini.", respon alam terhadap pertanyaan si anak kecil tadi.
"Bukan hanya udara segar saja yang tidak bisa mereka rasakan, tetapi juga banyak kejadian yang bisa merugikan kaummu jika terus merusak aku." lanjut alam sedikit meninggi. "Merusak? apakah kami merusak kamu?" tanya anak kecil ini polos.
"Ya, di beberapa tempat kaummu merusak aku. Ada yang berdalih sebagai pembangunan dan ekonomi. Ada juga yang hanya untuk kesenangan semata. Pembalakan liar, perburuan hewan langka, penghancuran terumbu karang, pembuangan limbah cair, padat dan gas sembarangan ke tubuhku adalah beberapa contoh perusakan yang dilakukan kaummu. Sudah banyak juga kejadian yang katanya berasal dari murkaku padahal itu adalah akibat perbuatan kaummu. Banjir bandang, kekeringan, tanah longsor dan lainnya lagi. Namun, segelintir dari kaummu itu tidak sadar."
"Maafkan kami, kami memang salah. Lalu apa yang bisa kami lakukan," jawabnya memelas dan tanyanya polos dengan wajah sedih kepada alam. Di sela pembicaraan alam dan anak kecil ini, Tuhan mendengar percakapan mereka yang kemudian turut serta dalam pembicaraan tersebut. "Anakku, memang benar alam ini kuciptakan bagimu untuk kamu manfaatkan dan kuasai. Namun, janganlah serakah dalam pemanfaatannya. Gunakanlah secara bijak. Jagalah dia, niscaya dia juga akan memberikan yang terbaik bagimu", kata Tuhan yang terdengar bisikanNya ke dalam hati sang anak.
Alam pun menanggapi pertanyaan anak ini dengan bijak, "Kaummu tidak semua yang merusak aku. Ada di antara kaummu yang mati-matian menjagaku. Kamu hanya perlu melanjutkan usaha mereka dengan terus menjaga aku. Tidak merusak aku. Manfaatkanlah aku secara bertanggung jawab. Jika kamu ingin merusak aku di suatu tempat, kamu juga harus siap merehabilitasi aku. Jika kamu memiliki limbah, kamu harus siap mengolahnya sebelum membuangnya ke aku. Kamu juga perlu tahu mengenai peraturan-peraturan mengenai lingkungan jika kamu besar nanti dan berjanjilah untuk mentaatinya serta menjalankannya. Lakukanlah hal-hal itu sampai akhir hidupmu dan ajaklah kaummu yang lain untuk ikut menjaga aku, alam."
Dengan hati riang dan penuh harapan, anak ini pun setuju dengan apa yang dikatakan alam dan Tuhan melalui hatinya, "Baiklah, aku berjanji akan melakukan apa yang kamu katakan, alam, terimakasih. Terimakasih juga Tuhan untuk setiap nasihatMu."
ADVERTISEMENT