Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Optimalisasi Perlindungan Hukum dan Edukasi Seks kepada Anak di Era Digital
20 November 2024 17:45 WIB
·
waktu baca 6 menitTulisan dari John Morris Elia tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Di Era digital saat ini, akses informasi semakin mudah dan cepat, terutama bagi anak-anak dan remaja yang tumbuh di tengah perkembangan teknologi yang sangat pesat. Kemudahan yang ada membawa banyak manfaat, tetapi juga menghadirkan tantangan yang signifikan, salah satunya adalah paparan terhadap konten seksual yang tidak sesuai usia. Sayangnya, di Indonesia pembicaraan mengenai seksualitas masih sering dianggap tabu, baik dalam keluarga maupun di lingkungan pendidikan, yang akhirnya membuat banyak anak-anak belajar mengenai seksualitas dari sumber-sumber yang belum tentu benar, aman dan sesuai dengan norma yang ada di masyarakat. Banyak platform digital, termasuk aplikasi dan game online yang menjadi saluran bagi pelaku kejahatan seksual untuk mendekati anak-anak atau remaja, sementara keberadaan g sangat meningkat pesat semenjak pandemi 2020 dan berdasarkan data dari We Are Social sebuah agensi media sosial di Amerika Serikat menunjukkan Indonesia berada di peringkat ketiga sebagai negara dengan jumlah pemain game terbanyak di dunia. Sayangnya kasus pelecehan seksual yang masih melibatkan aplikasi atau game online masih sering terjadi, yang menunjukkan perlunya hukum yang tegas dan regulasi yang lebih ketat.
ADVERTISEMENT
Artikel ini akan membahas berbagai pertanyaan yang relevan dalam upaya perlindungan anak di ranah digital. Mulai dari dampak perkembangan teknologi terhadap kasus pelecehan seksual, hingga upaya hukum dan peran pemerintah dalam memperketat regulasi untuk melindungi anak-anak dari bahaya di internet.
Dampak Perkembangan Teknologi pada Kasus Pelecehan dan Kekerasan Seksual Terhadap Anak
Kemajuan teknologi di era digital memiliki dua sisi: di satu sisi membuka peluang pendidikan dan pengembangan diri, tetapi di sisi lain membawa risiko, termasuk meningkatnya kasus pelecehan seksual terhadap anak-anak. Platform online yang populer di kalangan anak-anak, seperti aplikasi dan game, sering kali digunakan oleh pelaku untuk mendekati korban secara virtual. Fitur-fitur interaktif, seperti ruang obrolan atau pesan langsung, dapat disalahgunakan sebagai sarana komunikasi antara pelaku dan korban. Pelecehan seksual pada anak kini semakin kompleks, mulai dari ungkapan verbal yang jorok atau tidak senonoh, mempertunjukkan gambar porno atau jorok, paksaan yang tidak senonoh atau bahkan mengancam korban bila menolak memberikan pelayanan seksual, hingga pemerkosaan. Pelaku pelecehan seksual biasanya akan membujuk korban dengan diiming-imingi sesuatu, misalnya diberi sejumlah uang atau dibelikan barang-barang yang korban inginkan.
ADVERTISEMENT
Beberapa laporan menunjukkan bahwa pelecehan seksual di ranah digital sering kali tidak terlaporkan karena kurangnya pengawasan dari orang tua atau ketidaktahuan anak-anak dalam mengenali tanda-tanda bahaya. Anak-anak yang memiliki pengetahuan yang kurang tentang pendidikan seks akan berisiko tinggi mengalami pelecehan seksual karena mereka merasa tabu untuk membicarakan hal-hal yang berkaitan dengan reproduksi sehingga rentan untuk mengalami pelecehan seksual. Dengan demikian, penting bagi orang tua dan pengasuh untuk tidak hanya memahami cara kerja aplikasi dan platform digital, tetapi juga membekali anak-anak dengan pengetahuan tentang perlindungan diri secara online.
Upaya Hukum dalam Melindungi Anak dari Pelecehan Seksual di Aplikasi dan Game Online
Dalam konteks hukum di Indonesia, beberapa undang-undang telah diupayakan untuk melindungi anak-anak dari kekerasan dan pelecehan seksual di ranah digital, antara lain melalui UU Nomor 35 tahun 2014 tentang perubahan atas UU Nomor 23 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan UU Nomor 19 tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE) dan UU Nomor 44 tahun 2008 tentang Pornografi. Pasal-pasal yang mengatur terkait perlindungan anak dari pelecehan seksual antara lain :
ADVERTISEMENT
Pasal 27 ayat (1) UU ITE
Setiap Orang dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan dan/atau membuat dapat diaksesnya Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik yang memiliki muatan yang melanggar kesusilaan
Pasal 45 ayat (1) UU ITE
Setiap orang yang memenuhi unsur sebagaimana dimaksud dalam Pasal 27 ayat (1), ayat (2), ayat (4) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 (enam) tahun dan/atau denda paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah)
Pasal 52 ayat (1) UU ITE
Dalam hal tindak pidana sebagaimana dimaksud dalam pasal 27 ayat (1) menyangkut kesusilaan atau eksploitasi seksual terhadap anak dikenakan pemberatan sepertiga dari pidana pokok
Pasal 76 E UU Perlindungan Anak
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk anak untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul
ADVERTISEMENT
Pasal 82 UU Perlindungan Anak
Setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 76E dipidana dengan pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan denda paling banyak Rp5.000.000.000,00 (lima miliar rupiah)
Pasal 29 UU Pornografi
Setiap orang yang memproduksi, membuat, memperbanyak, menggadakan, menyebarluaskan, menyiarkan, mengimpor, mengekspor, menawarkan, memperjualbelikan, menyewakan, atau menyediaka pornografi sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling singkat 6 (enam) bulan dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan/atau pidana denda paling sedikit Rp 250.000.000,00 (dua ratus lima puluh juta rupiah) dan paling banyak Rp 6.000.000.000,00 (enam miliar rupiah)
Upaya hukum ini membutuhkan tindakan tegas dari kolaborasi antara aparat penegak hukum dan perusahaan teknolgi karena pelaku kejahatan seksual online ini bersifat anonim sehingga susah untuk diidentifikasi dan diproses secara hukum. Sebagai langkah pencegahan, pemerintah dapat mendorong pengembangan teknologi deteksi dini yang dapat mengidentifikasi komunikasi mencurigakan atau melanggar di platform online yang banyak digunakan anak-anak. Selain itu, edukasi tentang literasi digital yang ditujukan kepada orang tua dan anak-anak sangat penting untuk meningkatkan kesadaran dan melindungi mereka dari potensi kejahatan online.
ADVERTISEMENT
Optimalisasi Regulasi Pemerintah dalam Mengatur Akses Konten Seksual bagi Anak-anak
Pemerintah memiliki peran penting dalam memperketat dan mengoptimalkan regulasi akses konten di dunia maya. Saat ini, meskipun pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) telah memblokir situs-situs dengan muatan negatif, anak-anak tetap dapat mengakses konten yang tidak sesuai melalui berbagai aplikasi atau platform yang memiliki sistem pengawasan yang tidak ketat seperti game online.
Regulasi yang lebih ketat dapat dilakukan dengan cara mewajibkan platform digital untuk menerapkan verifikasi usia yang lebih efektif serta menggunakan teknologi pemfilteran yang mampu memblokir konten seksual secara otomatis bagi pengguna anak-anak. Pemerintah juga dapat mengadopsi kebijakan dari negara lain yang berhasil dalam memperketat akses konten untuk anak-anak, seperti sistem pelaporan yang lebih cepat dan akurat bagi konten berbahaya.
ADVERTISEMENT
Di sisi lain, pentingnya kerjasama antara pemerintah, perusahaan teknologi, dan masyarakat sangat diperlukan untuk menciptakan lingkungan digital yang aman bagi anak-anak. Pemerintah dapat memberikan insentif kepada platform yang berupaya keras melindungi pengguna anak-anak dan memberikan sanksi bagi penyedia platform yang mengabaikan keamanan digital untuk pengguna di bawah umur.
Perlindungan anak di era digital adalah tanggung jawab bersama yang membutuhkan sinergi antara regulasi pemerintah, penerapan hukum yang kuat, dan peran aktif masyarakat. Dengan meningkatkan edukasi seks bagi anak-anak serta menguatkan peraturan yang ada, kita dapat meminimalisasi risiko pelecehan dan kekerasan seksual yang sering terjadi melalui platform digital dan menciptakan lingkungan digital yang positif bagi anak-anak.
John Morris Elia
Mata Kuliah : Klinik Perlindungan Perempuan dan Anak FH USU
ADVERTISEMENT