Mindset Pengelolaan SDA: Dari Penjualan dan Konsumsi Menjadi Keharusan Diolah Sendiri

Joko Parwata
Make it simple
Konten dari Pengguna
4 Maret 2017 8:57 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Joko Parwata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Keterkaitan antara sumber daya alam dan aktivitas perekonomian menghasilkan persepsi yang berbeda-beda tergantung latar belakang teori, pendekatan, serta ruang lingkup penelitian. Perekonomian modern mempunyai tren menurunnya ketergantungan terhadap sumber-sumber alam, akan tetapi peranan energy, mineral dan sumber daya alam lainnya dalam perekonomian sebetulnya komplek dan dinamis. Sebagian besar literatur memang menekankan pengaruh tahap pembangunan ekonomi terhadap pemakaian energi daripada hubungan timbal baliknya (Toman dan Jamelkova, 2003; Stern dan Cleveland, 2004).
ADVERTISEMENT
Dalam pandangan teori ekonomi pembangunan neoklasik misalnya, sebagian besar studi mengeksplorasi kemungkinan adanya substitusi atau komplementer antara sumber daya alam dan faktor input lainnya serta interaksinya dalam mempengaruhi produktivitas. Menurut pandangan neoklasik ini, kontribusi energy dan material terhadap perekonomian relatif dilihat dari biaya produksinya. Di lain pihak pandangan para ahli ekonomi ekologi, energi merupakan kebutuhan mendasar bagi produksi. Dengan menerapkan hukum termodinamika, perekonomian dipandang sebagai subsistem yang terbuka dari ekosistem global. Sedangkan, teori neoklasik dipandang under estimate terhadap peranan energi dalam aktivitas ekonomi.
Sumber daya alam secara umum dibedakan menjadi sumber daya yang dapat diperbarui (renewable resources) dan sumber daya yang tak terbarukan (non-renewable/exhaustible resources). Namun suatu saat sumber daya yang dapat diperbarui dapat menjadi tidak dapat diperbarui, dikarenakan permintaan yang terus meningkat sehingga laju pengurasan melebihi laju reproduksinya. Dalam fungsi produksi, konsep dapat diperbarui merupakan kunci. Oleh karenanya kelangkaan sumber daya menjadi perhatian utama para ahli ekonomi. Stok kapital, tenaga kerja dan beberapa sumber daya alam sebagai input produksi merupakan faktor yang dapat diperbarui, sementara sumber daya energi yang dipakai saat ini sebagian besar tidak dapat diperbarui.
ADVERTISEMENT
Menurut hukum pertama termodinamika yang dikenal sebagai ‘mass balance principle’, energi tidak dapat diciptakan dan dihapuskan. Konsekuensinya untuk memproduksi sesuatu diperlukan input material lain. Hukum kedua termodinamika ‘the efficiency law’ menyatakan energi diperlukan dalam mentransformasi/memindahkan barang (Stern dan Cleveland, 2004). Sumber daya alam seharusnya digabungkan dengan faktor produksi lainnya agar dapat menghasilkan keluaran yang optimal. Sumber daya alam lebih menyerupai modal karena harus digali atau dikuras dahulu sebagai bahan mentah sebelum dapat dipakai sebagai faktor produksi. Bersama dengan input lainnya sumber daya alam kemudian diolah menjadi barang yang siap dikonsumsi atau digunakan untuk input produksi dalam menghasilkan barang dan jasa lainnya (Purnomo Yusgiantoro, 2000). Dalam hal ini energi dan material itu sendiri memiliki peranan penting sebagai determinan proses produksi dan pertumbuhan.
ADVERTISEMENT
Perspektif lainnya, dalam model ekonomi ekologi, para ahli menempatkan energi sebagai faktor primer yang telah disediakan oleh alam. Oleh karenanya stock energi dalam kegiatan ekonomi yang mengalami degradasi seiring dengan waktu dapat menjadi kendala, dan penyediaan energi dalam setiap periode menjadi penting untuk diketahui (Stern, 1999). Dalam model biofisik, penyediaan energi mendapatkan kendala geologi dan proses ekstraksi. Di lain pihak, kapital dan tenaga kerja lebih diartikan sebagai aliran modal dan jasa tenaga kerja daripada sebagai stok. Sehingga, pemakaian energy dan material dihitung dari proses yang melekat pada biaya dari aliran input tersebut. Dalam hal ini, nilai tambah kegiatan ekonomi dan harga komoditas output dipengaruhi oleh rente ekstaksi energi dan biaya pemakaian energi (Costanza, 1980).
ADVERTISEMENT
Jika kita perhatikan di Indonesia, hingga saat ini, sumber daya alam sangat berperan sebagai tulang punggung perekonomian nasional, dan masih akan diandalkan dalam jangka menengah. Hasil hutan, perkebunan, hasil laut, perikanan, pertambangan, dan pertanian memberikan kontribusi lebih dari 30 persen dari produk domestik bruto (PDB) nasional, dan menyerap lebih kurang 45 persen tenaga kerja dari total angkatan kerja yang ada. Namun di lain pihak, kebijakan ekonomi yang lebih berpihak pada pertumbuhan jangka pendek telah memicu pola produksi dan konsumsi yang agresif, eksploitatif, dan ekspansif, sehingga cadangan, daya dukung dan fungsi lingkungan hidupnya semakin menurun, bahkan mengarah pada kondisi yang mengkhawatirkan.
Pola pikir (mindset) konsumsi ini harus dirubah dan lebih ditekankan lagi menjadi pola produktif. Kebijakan pemerintah harus betul-betul mendukung kesana dan tidak lagi memikirkan keuntungan jangka pendek dalam memperoleh pemasukan ataupun pendapatan Negara untuk konsumsi. Rente dari ekstraksi dan produksi inilah yang akan memberikan manfaat sebesar-besarnya. Jika kita memikirkan konsumsi, maka kita akan mendapatkan pemasukan dan untuk konsumsi saja. Namun, jika kita berpikir untuk memproduksi dan mengolah sendiri, maka akan mendapatkan multiplier effect yang jauh lebih banyak; konsumsi/pasokan dalam negeri terjamin, pendapatan Negara, penyerapan tenaga kerja dan penggerak simpul-simpul usaha dan produksi lainnya.
Oleh karena itu, sumber daya alam haruslah dimanfaatkan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat dengan tetap memperhatikan kelestarian fungsi lingkungan hidup. Dengan demikian, sumber daya alam memiliki peran ganda, yaitu sebagai modal pertumbuhan ekonomi (resource based economy) dan sekaligus sebagai penopang sistem kehidupan (life support system). Artinya jika sumber daya alam sudah diketemukan dan tersedia, lantas tidak ada lagi berpikir bagaimana untuk segera dijual ataupun mendapatkan keuntungan pemasukan, akan tetapi bagaimana bisa diolah sendiri dan menjadi apa saja? Apabila belum siap untuk mengolah, Pemerintah harus tegas dan berani bersikap untuk lebih baik sumber daya ini disimpan dulu sebagai cadangan Negara untuk anak cucu dan masa depan.
Atas dasar fungsi ganda tersebut, sumber daya alam senantiasa harus dikelola secara seimbang untuk menjamin keberlanjutan pembangunan nasional. Penerapan prinsip-prinsip pembangunan yang berkelanjutan (sustainable development) di seluruh sektor dan wilayah menjadi prasyarat utama untuk diinternalisasikan ke dalam kebijakan dan peraturan perundangan, terutama dalam mendorong investasi pembangunan jangka menengah. Prinsip-prinsip tersebut saling sinergis dan melengkapi dengan pengembangan tata pemerintahan yang baik (good governance) yang mendasarkan pada asas partisipasi, transparansi, dan akuntabilitas yang mendorong upaya perbaikan pengelolaan sumber daya alam dan pelestarian fungsi lingkungan hidup.
ADVERTISEMENT