Konten dari Pengguna

RICHTER: IT WAS REALLY HAPPY ACCIDENT

Joko Parwata
Make it simple
27 Februari 2017 9:25 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:18 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Joko Parwata tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Setiap mendengar atau membaca berita gempa, kita semua biasanya langsung bertanya-tanya di mana dan berapa richter?. Sebenarnya gempa terjadi setiap saat di seluruh penjuru dunia, namun sebagian besar sangat kecil, sehingga tak terasa oleh manusia. Sebagai Negara dengan pertemuan tektonik aktif, banyak sekali gempa melanda Indonesia, tak terkecuali gempa besar yang melanda Pidie Jaya, 7 Desember 2016. Namun, barangkali belum banyak yang mengenal kisah di balik goyangan bumi ini.
ADVERTISEMENT
Charles Francis Richter (26 April 1900 - 20 April 1985) Adalah ahli seismologi dari Amerika Serikat. Lahir di Hamilton, Ohio, menyelesaikan S3-nya di Institute Teknologi California pada tahun 1928. Beliau mula-mula bekerja pada Institut Carnegie (1927-1936), sebelum akhirnya diterima di Institut Teknologi California tempat dia belajar dulu. Beliau diangkat menjadi professor pada bidang seismologi pada tahun 1952. Richter mengembangkan skala untuk mengukur kekuatan gempa bumi pada tahun 1935 yang dikenal sebagai Skala Richter. Skala untuk mengukur kekuatan gempa telah diperkenalkan terlebih dahulu oleh pendahulunya de Rossi pada tahun 1880-an dan Giuseppe Mercalli pada tahun 1902, namun keduanya masih menggunakan skala kualitatif berdasarkan tingkat kerusakan bangunan setelah terjadi gempa bumi. Tentu saja ini hanya bisa diterapkan di tempat yang ada bangunannya dan sangat tergantung dari jenis material pembuat bangunannya. Pada tahun 1954 Richter dan Gutenberg mengarang satu buku acuan dalam bidang seismologi berjudul, Seismicity of the Earth.
RICHTER: IT WAS REALLY HAPPY ACCIDENT
zoom-in-whitePerbesar
Namanya Melekat pada Bencana Gempa - Istilah skala Richter belakangan ini cukup akrab di telinga. Tak heran, sebab bencana gempa bumi terus melanda beberapa bagian dunia termasuk Indonesia akhir-akhir ini. Setiap kali ada berita gempa di seantero belahan dunia, selalu saja disebut istilah skala Richter. Skala Richter merupakan ukuran kekuatan guncangan gempa. Kian tinggi angka skala Richter yang dimiliki, kian besar pula guncangan yang terjadi. Richter tak pernah menyangka namanya akan abadi sebagai ukuran kekuatan gempa. Lelaki kelahiran 26 April 1900 ini tergolong jenius. Dalam usia 16 tahun ia sudah mulai menduduki bangku kuliah di University of Southern California. Dari situ ia melanjutkan ke Stanford University dan melanjutkan ke California Institute of Technology (Cal-Tech) di mana ia sukses menggondol gelar doktoral bidang teori fisika. Saat ia mengejar gelar Ph.D, Richter tertarik untuk bekerja pada Cal-Tech sebagai ahli fisika. Akhirnya ia diterima sebagai seorang ahli seismologi, suatu bidang yang sesungguhnya Richter tidak terlalu kuasai. Namun ia justru menjadi ahli seismologi terkemuka di situ. Di institusi ini pula ia mengembangkan sebuah cara untuk mengenali kekuatan gempa dengan menggunakan ukuran yang objektif. Pada saat itu kekuatan gempa bumi diukur menggunakan kerusakan yang ditimbulkan.
ADVERTISEMENT
Richter beserta partnernya, Beno Gutenberg, menemukan skala ukuran tersebut dan mempublikasikannya dalam rangkaian paper tahun 1935. Skala yang diciptakan Richter ini mengukur kekuatan guncangan gempa bumi berdasarkan ketinggian seismik, yakni gelombang laut. Sejak itu orang menghitung kekuatan gempa dengan diikuti istilah skala Richter hingga hari ini, namanya terus abadi di benak semua umat manusia.
Tak Sengaja Temukan - Setiap terjadi bencana gempa bumi, nama “richter” dipastikan akan muncul. Ini memang wajar. Sebagai salah satu skala yang mengukur besaran kekuatan gempa, richter memang sudah kadung dikenal orang. Meski ada skala lain seperti mercalli atau moment magnitude yang lebih dianjurkan karena lebih cermat pengukurannya, orang lebih “senang” mengukur kekuatan gempa dengan skala richter. Skala richter menguraikan kekuatan gempa bumi dengan angka-angka pada kisaran antara 0 – 9. Artinya, angka 9, seperti yang terjadi pada gempa bumi yang menyebabkan tsunami di Aceh pada tanggal 26 Desember 2004, merupakan angka tertinggi dan jarang terjadi.
ADVERTISEMENT
Meski pada mulanya, di tahun 1930-an, belum pernah terjadi gempa bumi berkekuatan lebih besar dari magnitudo 8,9, skala tersebut hingga sekarang masih digunakan. Angka magnitudo gempa diperoleh dengan mengukur amplitudo terbesar dalam mikron (10-6 m = 10 pangkat minus enam) pada seismogram. Jarak seismograf dirancang dengan standar sejauh 100 km dari pusat gempa. Dari situ diperoleh logaritma gempa. Selain membuat skala yang digunakan untuk mengukur kekuatan suatu gempa, Richter juga menuliskan buku teks untuk seismik. Antara lain Elementary Seismology (1958) dan Seismicity of The Earth (1954) yang dituliskan bersama koleganya, Beno Gutenberg. Bersama Frank Presso, Beno Gutenburg, dan Hugo Benioff–tiga ilmuwan dan ahli seismologi dari California Institute of Technology (Caltech), Amerika Serikat–Richter dikenal sebagai Bapak Seismologi (The Fathers of Seismology).
ADVERTISEMENT
Richter mengaku bahwa skala yang ia kembangkan didapat secara tak sengaja ketika sedang mengerjakan tugas doktoral untuk fisika teori di bawah Dr. Robert Millikan. “Ia (Millikan) menawarkan saya bekerja di laboratorium seismik di bawah Harry Wood,” katanya. Akhirnya di sanalah ia mendapatkan data-data yang dijadikannya dalam penentuan skala richter yang legendaris itu. Pada mulanya skala richter digunakan untuk mengukur kekuatan relatif gempa bumi di California. Kini, skala itu (dalam bentuk yang sudah dimodifikasi) digunakan untuk mengukur gempa bumi di seluruh dunia.
Gambaran ekuivalensi dan contoh skala richter
RICHTER: IT WAS REALLY HAPPY ACCIDENT (1)
zoom-in-whitePerbesar
Richter memang bukan orang pertama yang membuat skala penentuan besaran kekuatan gempa. Sebelumnya sudah ada Giuseppe Mercalli, ilmuwan asal Italia, yang mempelajari gunung api dan menciptakan skala mercalli. Pada skala mercalli, intensitas gempa bumi diukur dengan skala yang terdiri dari 12 poin. Skala Mercalli ini mengukur suatu gempa bumi dari laporan orang-orang yang melihat kerusakan dan mewawancarai mereka yang selamat. Karena itu, skala mercalli sangat subjektif dan tidak seakurat skala richter sehingga untuk mengukur kekuatan gempa hingga kini tetap digunakan skala richter.
ADVERTISEMENT
Sejak tahun 1960-an juga mulai diperkenalkan skala moment magnitude yang lebih akurat. Jauh sebelum Richter lahir, sebuah prototipe skala gempa dengan skala kerusakan 10 tingkat, telah dikembangkan Rossi dan Forel tahun 1883. Setelah itu, pada tahun 1897 muncul pula skala mercalli—saat itu masih menggunakan skala yang sama dengan Rossi dan Forel, 10 tingkatan. Cancani pada tahun 1904 lebih mengembangkan lagi kisaran skala menjadi 12 angka. Setelah itu, Sieberg melanjutkan dengan menganalisis efek dan deskripsi kerusakan bangunan dan menjadikannya diterima sebagai skema internasional pada 1917. Sejak saat itulah, skala tersebut dinamakan skala mercalli-cancani-sieberg dan digunakan di seluruh dunia. Namun, sejak 1964, para ahli lebih banyak menggunakan skala mercalli yang sudah diperbaharui.
ADVERTISEMENT
Skala gempa juga dibuat bangsa Jepang. Karena posisi dan kondisi geologinya, negeri tersebut sering dilanda gempa yang merusak. Tak heran jika kemudian para ahli gempa Jepang secara kreatif menciptakan skala gempa tersendiri, yang berbeda dengan skala gempa mercalli. Tahun 1900 muncul skala Omori yang mengukur kekuatan gempa pada tujuh tingkat kerusakan. Namun, skala tersebut kemudian dimodifikasi menjadi hanya enam tingkat saja. Skala Omori mengukur gempa berdasarkan tingkat kerusakannya. Angka satu untuk mengukur gempa yang terlihat jelas, namun tak berbahaya. Sementara angka enam untuk mengukur gempa yang bersifat merusak.
Rahasia Perbedaan Angka Gempa - Kepulauan Indonesia tak ubahnya akuarium alam. Segala macam risiko bencana alam dipertunjukkan di sana. Gempa bumi adalah salah satunya. Dalam waktu kurang lebih tiga bulan, bumi Indonesia diguncang gempa dengan kekuatan getar lebih dari 4,5 skala Richter. Gempa di Alor, Nabire, Palu, dan Garut terjadi beruntai. Dan yang paling dahsyat tentunya yang terjadi di ujung barat Indonesia, Nanggroe Aceh Darussalam dan Sumatra Utara. Kekuatan getarnya yang mencapai 9,0 skala Richter hampir setara dengan 475 juta ton energi TNT (trinitrotoluent) atau setara dengan 36.700 kali energi bom atom yang dijatuhkan di Hiroshima, Jepang. Semakin kecil skala Richter menurut angka desimal, maka semakin kecil pula risiko kerusakan yang diakibatkan gempa bumi. Sebagai contoh, gempa dengan kekuatan di atas 9 skala Richter diperkirakan dampaknya akan menimbulkan kerusakan total, hampir tidak ada bangunan yang sanggup bertahan. Sedangkan gempa dengan kekuatan 2 – 2,9 skala Richter bisa digambarkan dengan keadaan benda yang tergantung, seperti lampu gantung, akan bergoyang-goyang.
ADVERTISEMENT
Sinabang, Kabupaten Simeulue, Nangroe Aceh Darussalam, diguncang gempa. BMKG menyebutkan gempa itu berkekuatan 6,6 SR. US Geological Survey, seperti dikutip Reuters dan CNN, menyatakan 7,3 Mw. Mana yang betul ya? Angka perhitungan yang berbeda itu sesungguhnya tidak bisa dianggap sepele. Sebab, besar kecilnya angka itu sangat mempengaruhi antisipasi teknis terhadap setiap gempa yang terjadi. Angkanya kecil bisa dianggap gempa biasa. Angkanya besar dianggap gempa yang membahayakan. Angka perhitungan yang berbeda seperti hasil pantauan terhadap gempa Sinabang, pernah terjadi ketika gempa dahsyat mengoyak Aceh pada 26 Desember 2004 dan gempa tektonik menghajar Yogyakarta pada 27 Mei 2007. Terhadap gempa di Yogya, seismometer yang dihasilkan jaringan stasiun pengamat Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) menunjukkan gempa itu berkekuatan 5,9 Skala Richter (SR). Sementara data United States Geological Survey (USGS) menyebutkan kekuatan gempa 6,2 moment magnitude (Mw).
ADVERTISEMENT
Lantas, kenapa timbul angka perhitungan yang berbeda? Semua berawal dari kategori gempa itu sendiri. Gempa terdiri atas beberapa jenis gelombang, yaitu gelombang primer, sekunder, permukaan, dan relai. Yang biasa diukur PGN-BMKG adalah gelombang primer, yaitu gelombang yang terjadi begitu muncul pelepasan energi gempa di episentrum atau pusat gempa. Skala penunjuk kekuatan energi gelombang itu adalah SR. Gelombang permukaan baru dapat terpantau dengan baik pada jarak yang jauh (hingga ribuan kilometer) dari pusat gempa. Karena penjalaran gelombangnya di atas 10 derajat, diperlukan waktu relatif lama untuk mengukurnya. Gelombang inilah yang dipilih USGS untuk mengukur kekuatan gempa di Indonesia. Skala yang digunakan adalah Mw. Terkait perbedaan data kedalaman pusat gempa tektonik Yogya, BMKG menyebutkan 33 kilometer di bawah dasar laut, sedangkan USGS menyatakan 17 kilometer dari dasar laut. Untuk memperoleh kesimpulan itu, BMKG menggunakan data seismometer yang dihimpun dari 10 stasiun pengukur gempa di seluruh Indonesia. Termasuk seismograf di Pusat Gempa Regional Yogya yang baru dioperasikan dua tahun sebelumnya untuk melengkapi jejaring Tsunami Early Warning System. Stasiun ini termasuk yang terdekat dengan pusat gempa.
ADVERTISEMENT
Skala Richter yang diusulkan Charles Richter pada 1930 didefinisikan sebagai logaritma (basis 10) dari amplitudo maksimum yang diukur dalam satuan mikrometer dari rekaman gempa oleh instrumen pengukur gempa (seismometer) pada jarak 100 kilometer dari pusat gempa. Sebagai contoh, rekaman gempa bumi (seismogram) dari seismometer yang terpasang sejauh 100 kilometer dari pusat gempa, amplitudo maksimumnya 1 mm, maka kekuatan gempa tersebut adalah log (10 pangkat 3 mikrometer) atau sama dengan 3,0 SR. SR awalnya hanya dibuat untuk gempa di daerah California Selatan. Dalam perkembangannya, SR banyak diadopsi untuk gempa-gempa di wilayah lain.
RICHTER: IT WAS REALLY HAPPY ACCIDENT (2)
zoom-in-whitePerbesar
RICHTER: IT WAS REALLY HAPPY ACCIDENT (3)
zoom-in-whitePerbesar
SR sebetulnya paling cocok dipakai untuk gempa-gempa dekat dengan magnitudo gempa di bawah 6,0. Di atas magnitudo itu, perhitungan dengan teknik SR menjadi tidak representatif lagi. Ironisnya, data tentang kekuatan gempa yang dilansir negara maju pun tidak selalu benar. Terhadap gempa berkekuatan 7,9 SR yang mengguncang Provinsi Bengkulu pada 12 September 2007, misalnya, USGS sempat mencatat 8,0 SR. Tapi, selang beberapa menit, angka direvisi menjadi 7,9 SR alias sama dengan catatan BMKG. Nah, terkait perbedaan angka kekuatan gempa Sinabang, di mana BMKG menyebutkan 6,6 SR dan USGS menyatakan 7,3 Mw, memang penting mencari tahu data mana yang akurat. Tapi, jauh lebih penting adalah antisipasi teknis terhadap setiap gempa. Besar atau kecil angkanya, pastikan saja gempa itu berbahaya. Buktinya, gempa Sinabang sudah menelan korban. Lebih mengerikan lagi setiap mengingat betapa menghancurkannya gempa Aceh yang diikuti tsunami 26 Desember 2004 dan gempa tektonik Yogya 27 Mei 2007.
ADVERTISEMENT
Penulis Novel Fiksi Ilmiah dan Puisi - Mulanya Richter akan mendalami ilmu astronomi. Akan tetapi tanpa diduga dirinya malah diminta pembimbing S-3-nya, Dr. Robert Millikan, untuk bergabung menjadi tim ahli di Laboratorium Seismologi, Pasadena, California. Ia disponsori Carnegie Institution of Washington. “It was really happy accident”, ujarnya suatu ketika dalam sebuah wawancara dalam Jurnal Earthquake Information Bulletin. Sekalipun bukan bidangnya, Richter tetap bergabung pada tahun 1927. Di laboratorium seismologi tersebut, Richter melakukan pekerjaan rutin mengukur seismogram dan melokasikan tempat muasal gempa di wilayah California, sehingga didapatkan sebuah katalog yang berisi waktu terjadi gempa dan episenternya. Awalnya pengukuran besaran lokal (ML – local magnitude) sangat sederhana, yaitu menggunakan dua faktor (perbedaan antarwaktu tiba amplitudo gelombang P dan S). Saat itu, ia bersama kepala staf laboratorium Harry Wood dan koleganya Maxwell Alien kesulitan mendapatkan asumsi kekuatan gempa yang terjadi.
RICHTER: IT WAS REALLY HAPPY ACCIDENT (4)
zoom-in-whitePerbesar
Sisi kehidupan lain dari seorang Richter ternyata menyimpan daya tarik tersendiri. Semasa hidupnya, ia menaruh minat pada dunia humaniora seperti berdiskusi musik, filsafat, dan sejarah. Ia pun sangat menggemari dunia fiksi ilmiah dan menggandrungi film Star Trek. Buah penanya selain buku harian, puisi, dan prosa, serta manuskrip novel bertema fiksi ilmiah. Richter meninggal dunia di Pasadena, California, AS, pada tanggal 30 September 1985. Meski sudah tiada, nama dan jasanya akan tetap dikenang orang. Sebagai bentuk penghargaan kepada para peneliti di bidang kegempabumian, mulai tahun 2005 diberikan penghargaan berupa Richter Award. Dr. Emily Brodsky dari Universitas California, Los Angeles, terpilih menjadi orang pertama penerima Richter Award. Upacara penganugerahan kepada Emily dilakukan dalam sebuah pertemuan tahunan tahun 2006. Panitia memilih Emily atas pertimbangan bahwa risetnya mengenai bagaimana gempa bumi, gunung api, dan longsor terjadi, dinilai sangat inovatif dan menonjol.
ADVERTISEMENT
Diolah dari berbagai sumber oleh: Joko Parwata