Konten dari Pengguna

Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan

Joko Priyono
Fisikawan Partikelir. Mengelola Penerbitan di Buku Revolusi. Menulis Buku Sains, Kemajuan, dan Kemanusiaan.
20 Agustus 2020 17:46 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Joko Priyono tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Manifestasi atas keberadaan dari sains yakni upaya untuk terus meningkatkan martabat manusia. Hal tersebut sebagaimana juga pernah dikemukakan oleh ahli Matematika dan filsuf Sains Perancis, Henri Poincare. Dengan tegas, melalui sebuah tulisannya yang berjudulkan Makna Martabat Manusia, Poincare mengutarakan bahwa sains bukanlah sebuah mekanisme dan sederet penemuan, melainkan dari itu upaya menemukan sesuatu untuk kemajuan manusiawi. Jelaslah, apa yang diungkapkan oleh Poincare itu menyaratkan kehadiran sikap atas keberadaan ilmu pengetahuan dalam perkembangan peradaban.
ADVERTISEMENT
Pernyataan itu seakan memberikan sebuah konsekuensi pada kehadiran ilmuwan/ti dalam mengembangkan ilmu pengetahuan. Bahwa keharusannya menjadi bagian di dalam tataran masyarakat secara luas, bukan menjadi kelompok yang mengalienasikan diri dan membuat realitas semua akan dunia yang dibangunnya. Perdebatan akan singgungan ilmuwan terhadap realitas sosial itu sudah berlangsung lama. Ada ungkapan satire yang dilekatkan pada kelompok ilmuwan yang tak tahu-menahu dengan realitas masyarakat berupa “menara gading intelektual”. Kritik itu tentunya sah-sah saja untuk mengoreksi etika di kalangan ilmuwan.
Lebih dari itu, umumnya kritik dalam sains adalah satu hal yang tak dapat dipisahkan. Melalui kritik, seorang ilmuwan/ti dapat mengambil hikmah untuk menguatkan bangunan argumen dalam kerangka teori. Lewat kritik itu juga, seorang ilmuwan/ti tidak merasa besar kepala atas pencapaian yang didapati. Hingga kemudian, kritik sejatinya adalah bagian proses penting dalam sains untuk menemui sebuah kesempurnaan. Tak ayal, seperti sosok ahli epistemologi, Karl Raimund Popper pernah berujar—pencapaian tertinggi seorang ilmuwan adalah saat ia berani mengritik gagasannya.
ADVERTISEMENT
Ihwal relevansi sebuah teori terhadap kebermanfaatan bagi banyak orang dirumuskan oleh cendekiawan, Ignas Kleden dalam bukunya yang berjudul Sikap Ilmiah dan Kritik Kebudayaan. Kleden menuliskan bahwa suatu pemikiran akan dipertahankan sejauh pemikiran tersebut dirasa menolong, menguntungkan, dan memenuhi kebutuhan kelompok sosial yang menerima dan menghayatinya. Yang mana, ada prasyarat dua tes yang harus dilalui oleh sebuah pemikiran, yakni terkait relevansi intelektual dan relevansi sosial. Relevansi intelektual berupa pengujian akan konsistensi dan validitas pemikiran. Sementara relevansi sosial untuk mengetahui seberapa jauh pemikiran dapat bermanfaat.
Dinamika Sains
Pada perkembangan yang ada, sains tak dapat dilepaskan dari kepentingan dan kebutuhan umat manusia. Buah pikir dari sains salah satunya menyandarkan pada kepentingan peningkatan martabat manusia. Di hari-hari terakhir kita dapat mengetahui akan bagaimana situasi dan kondisi yang menghinggapi umat manusia, seperti masa pandemi yang menaruh banyak harapan terhadap andil dan kontribusi sains, katakanlah terkait vaksin untuk mengatasi wabah tersebut ataupun teknologi terbarukan untuk memenuhi kebutuhan umat manusia.
ADVERTISEMENT
Pencarian demi pencarian yang dilakukan sains memberikan rasa percaya diri dan optimisme. Meskipun ia tak memberikan jaminan, namun ia memberikan peluang untuk hadirnya perubahan dan kemajuan. Ya, dengan mendasarkan pada serangkaian kerja dalam konsep metode ilmiah, sains pada intinya berupaya untuk mencari kebenaran dari hal yang tersembunyi. Ia terus berusaha untuk membuka tabir demi tabir dalam realitas kehidupan dengan pengujian dalam instrumentasi yang ada di metode ilmiah. Memahami hal itu, maka dibutuhkan apa yang dinamakan kesadaran kolektif dari berbagai lapisan yang ada di struktur masyarakat.
Struktur itu meliputi pada ilmuwan, sistem pemerintah, hingga hadirnya masyarakat secara umum. Analisis ihwal tersebut salah satunya dibahas oleh Tom Nichols dalam buku yang telah diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, Matinya Kepakaran (Kepustakaan Populer Gramedia, 2018). Nichols meyampaikan pentingnya kepercayaan sebagai modal mutlak dalam membangun relasi yang ada di masing-masing struktur. Ia menekankan pada sebuah sistem demokrasi. Tanpa kepercayaan, pertikaian sangat berpeluang besar muncul.
ADVERTISEMENT
Teknokrat dan Teknorasi
Penulis menyoroti hal itu erat kaitannya dengan sistem politik yang berkembang. Yang perlu ditekankan adalah kehadiran ilmuwan yang juga mau mengetahui dan memiliki sikap politik. Poitik yang dimaksudkan di sini adalah pembangunan kesadaran terhadap relasi kuasa. Sains dan politik harus bergabung agar keduanya tahu-menahu antara satu dengan yang lainnya. Kemudian ada saintifikasi politik dan politisasi sains. Saintifikasi politik bermaksud untuk memberikan pengaruh terhadap kebijakan, yang mana kebijakan itu tidak terlepas dari pertimbangan dari para ahli sains dengan ilmu pengetahuan yang dikembangkan.
Sementara politisasi sains berupa upaya untuk melahirkan kesadaran penuh aplikasi sains untuk kepentingan orang banyak. Ia dapat berupa hadirnya seorang teknokrat, yang kemudian mempunyai akses dalam memberikan pengaruh terhadap kekuasaan dengan basis politik dan pemahaman konsep ilmu pengetahuan. Ia kemudian memberikan arti hadirnya sebuah teknokrasi sebagai bentuk rasionalitas dan memiiki cara berpikir khas—mengutamakan dampak terhadap kepentingan banyak orang.
ADVERTISEMENT
Walaupun banyak kendala untuk mewujudkan, namun setidaknya langkah itu perlu dilakukan di tengah keterbukaan dunia dalam tujuan besar kepentingan umat manusia. Langkah tersebut juga bagian dari pendekatan atas kehadiran kelompok ilmuwan dalam sistem masyarakat yang luas. Dengan demikian, kerja-kerja ilmiah itu dimaknai tak sebatas pada kesibukan laboratorium, tapi juga memperhatikan implikasi yang dihadirkan. Sebab, dalam keberjalanan umat manusia sampai saat ini, abad ke-21, sains adalah bagian penting dalam kehidupan. Sains hari ini adalah teknologi di masa depan.
Dengan demikian, apa yang dihasilkan sains dalam ranah praksis saling pengaruh dan mempengaruhi akan konsesus politik. Konsensus itu sendiri terkait dengan keberadaan manusia dalam bahasa Aristoteles sebagai zoon politicon. Universalitas sains membawa tujuan besar pada kepentingan peningkatan martabat manusia, menghindarkan diri dari alienasi, membuat diri terus merdeka, dan menjadikan laku bijak dalam hidup. Tatkala Gus Dur pernah mengungkapkan pentingnya kemanusiaan dalam politik, maka sains juga seperti itu, ia tak dapat dipisahkan akan humanisme. Begitu.[]
ADVERTISEMENT