Korupsi dan Pandemi: Menghimpun Harta di Tengah Penyakit

Jonathan Andreas Thomas Gultom
Legal and Governmental Relation PT EVOS Esports Indonesia
Konten dari Pengguna
11 Februari 2021 6:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jonathan Andreas Thomas Gultom tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Cover
zoom-in-whitePerbesar
Cover
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Senin, 2 Maret 2020. Sudah hampir setahun, kala itu Pemerintah untuk pertama kali mengumumkan bahwa COVID-19 telah memasuki Indonesia. Sebelumnya, kerap kali kita mendengar Pemerintah dengan bangganya menjadikan COVID-19 bak guyonan seakan virus ini bukanlah sesuatu yang mematikan melalui berbagai pernyataan orang penting yang ada di negara ini.
ADVERTISEMENT
Memasuki tahun 2021, kita melihat bahwa pandemi COVID-19 semakin menggila karena sudah berhasil menembus angka 1 juta dan memakan banyak korban di negeri kita tecinta ini. Syukur, bahwa angin segar telah datang dengan adanya vaksin yang menjadi secerca harapan untuk kembalinya kehidupan yang normal. Perjuangan dalam menghadpi situasi yang abnormal tentu memiliki banyak tantangan dan hambatan di dalamnya.
Salah satu bentuk hambatan yang nyata adalah kasus korupsi. Seperti yang sebelumnya kita ketahui, contohnya adalah mantan Menteri Sosial, yakni Juliari Peter Batubara yang ditetapkan sebagai tersangka tindak pidana korupsi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi atas kasus bantuan sosial COVID-19 pada Desember 2020 lalu. Miris, ketika banyak masyarakat yang mengharapkan bantuan Pemerintah namun bagian dari tubuh Pemerintah itu sendiri mengkhianatinya.
ADVERTISEMENT
Korupsi sejatinya merupakan musuh bangsa, terlebih lagi sejak masa Pemerintahan Orde Baru yang begitu jelas telah menunjukkan hal tersebut kepada masyarakat Indonesia. Tak hanya menjadi musuh Indonesia, bahkan dunia melalui konvensi internasional yakni United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) telah menetapkan korupsi sebagai mandatory offences. Maka sudah sepatutnya sebagai negara hukum, Indonesia harus melawan keras tindak korupsi.
Berdasarkan data yang disampaikan oleh Transparency International mengatakan bahwa Perception Corruption Index atau Indeks Persepsi Korupsi mengalami kemerosotan. Indonesia yang di tahun 2019 sebelumnya memiliki Indeks Persepsi Korupsi di angka 40 dan saat itu berada di peringkat 85, kini di tahun 2020 memiliki indeks Pesepsi Korupsi di anga 37 dan berada di peringkat 102 dari 180 negara yang disurvei. Tingginya akan ini mengindikasikan bahwa Pemerintah gagal memberantas korupsi di Indonesia selama tahun 2020.
ADVERTISEMENT
Hal ini tentu menjadi tamparan keras bagi Pemerintah Indonesia, kondisi seperti ini jelas menunjukan bahwa adanya kemunduran demokrasi dalam kehidupan berbangsa dan bernegara di negeri ini. Integritas politik dan kualitas demokrasi di negeri patut dipertanyakan ketika berbagai aktor politik justru hanya bersandiwara melakukan tipu muslihatya kepada masyarakat hanya demi kepentingan pribadi yang dibawanya. Ratusan kali ditampar sekalipun tidak akan memberikan dampak yang besar jika hawa nafsu lebih tinggi dibanding kepentingan publik.