Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Reorientasi Kedudukan Korban dalam Sistem Peradilan Pidana
20 Mei 2022 14:43 WIB
Tulisan dari Jonathan Andreas Thomas Gultom tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Berbicara mengenai perlindungan terhadap korban dari suatu tindak pidana tentu tidak bisa dilepaskan dari bidang keilmuan yang secara khusus ada untuk membahasnya, yakni Viktimologi. Viktimologi sendiri muncul dikarenakan adanya kriminologi. Fokus pembahasan viktimologi sudah barang tentu mengkaji mengenai korban suatu tindak pidana, tepatnya korban kejahatan.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan perkembangan zaman, arah perkembangan hukum yang ada diharapkan tidak semata berfokus memberikan penghukuman dan membuat pelaku suatu tindak pidana mengalami efek jera. Terdapat tujuan lain yang hendak dicapai dan didorong oleh masyarakat, yakni terwujudnya keadilan restoratif. Keadilan restoratif diharapkan dapat mewujudkan rekonsiliasi di antara pelaku tindak pidana dengan korban tindak pidana.
Adapun hal tersebut salah satunya adalah hadirnya suatu mekanisme yang disebut sebagai Victim Impact Statement atau yang apabila diterjemahkan menjadi Pernyataan Dampak Terhadap Korban. Sebelumnya, saya telah membahas mengenai Victim Impact Statement ini dalam tugas akhir saya yang saya susun guna mendapat gelar sarjana hukum di Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta dengan judul Pengaturan Victim Impat Statement Bagi Korban Tindak Pidana Terorisme Di Indonesia.
ADVERTISEMENT
Victim Impact Statement pertama kali diperkenalkan oleh James Rowland, seorang Kepala Pemasyarakatan di Fresno, California. Kala itu Rowland merasa korban suatu tindak pidana perlu mendapatkan ruang dalam sistem peradilan pidana agar kedudukannya tak hanya sekedar menjadi saksi yang hanya berfokus untuk membantu dalam tahapan pembuktian suatu tindak pidana. Victim Impact Statement merupakan sebuah gagasan yang bertujuan untuk meluhurkan derajat korban tindak pidana yang dapat merioentasi kedudukan korban dalam sistem peradilan pidana itu sendiri.
Victim Impact Statement yang pertama kali didokumentasikan secara resmi adalah Victim Impact Statement yang disampaikan oleh Doris Tate pada tahun 1976 di Fresno. Doris Tate merupakan seorang ibu dari seorang aktris kenamaan asal Amerika Serikat yang sedang berada dalam puncak karirnya pada tahun 1960-an. Sharon yang kala itu sedang mengandung dengan usia janin 8,5 bulan dibunuh oleh Keluarga Manson pada 9 Agustus 1969 silam.
ADVERTISEMENT
Tentu kehilangan seorang anak tercinta bukanlah hal yang mudah untuk dilewati bagi Doris Tate dan bagi kita semua secara umum. Doris berharap dirinya dapat menyampaikan apa yang menjadi penderitaan bagi dirinya di hadapan persidangan. Bukan hanya berhenti pada "disampaikan" semata penderitaannya, tetapi juga didengarkan oleh majelis hakim dan masyarakat.
Victim Impact Statement dapat disampaikan secara lisan oleh sang korban maupun secara tertulis yang kemudian dapat dibacakan oleh kuasa hukum korban maupun jaksa penuntut umum. Tujuan dari adanya Victim Impact Statement selain guna memberikan ruang secara lebih bagi korban tindak pidana, adalah guna membuat hakim memiliki pemahaman yang berimbang mengenai terjadinya suatu tindak pidana. Sehingga, pada akhirnya Victim Impact Statement dapat digunakan oleh hakim sebagai bahan pertimbangan dalam memutus suatu tindak pidana.
ADVERTISEMENT
Beberapa tahun belakangan ini, Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) sudah beberapa kali menyuarakan mengenai penting Victim Impact Statement dalam sistem peradilan pidana. Saya setuju dengan hal tersebut, akan tetapi penting untuk disadari bahwa perumusan Victim Impact Statement tersebut haruslah dapat menyesuaikan dengan kebutuhan di Indonesia itu sendiri guna tetap menjaga marwah dari peradilan sebagai tempat bagi setiap orang mencari suatu keadilan.
Kehadiran Victim Impact Statement dapat membuat persepsi masyarakat akan suatu lembaga peradilan yang benar-benar dapat memberi keadilan meningkat. Esensi dan indikator keberhasilan dari suatu persidangan tidak hanya berkutat pada dibuktikannya suatu perkara dan dijatuhkannya hukuman kepada pihak yang bersalah saja oleh hakim. Akan tetapi melindungi kepentingan dan memberikan keadilan bagi korban juga merupakan marwah dari suatu persidangan.
ADVERTISEMENT