Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Apa Saja Bentuk Penyertaan dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Lama
27 Oktober 2024 17:42 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Jonathan Cello tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Saat artikel ini diterbitkan, tindak pidana penyertaan masih berpegangan kepada Pasal 55 KUHP lama. Pasal 20 UU 1/2023 tentang KUHP baru mengenai tindak pidana penyertaan akan berlaku 3 tahun sejak tanggal diundangkan yaitu pada tanggal 2 Januari 2026. Bisa dikatakan bahwa saat ini tindak pidana penyertaan di Indonesia masih mengikuti aturan dalam Pasal 55 KUHP lama hingga KUHP baru berlaku.
ADVERTISEMENT
Penyertaan adalah apabila dalam satu delik, tersangkut beberapa orang atau lebih dari satu orang. Terdapat klasifikasi pelaku penyertaan yang dimaksud dalam Pasal 55 KUHP adalah sebagai berikut.
Pelaku (pleger)
Orang yang melakukan sendiri rumusan delik tertentu dan dipandang paling bertanggung jawab atas terjadinya tindak pidana karena perbuatannya melahirkan suatu kejahatan.
Yang menyuruh lakukan (doenpleger)
Orang yang melakukan rumusan delik tertentu, akan tetapi tidak melakukannya sendiri. Menggunakan perantara orang lain sebagai alat untuk melakukan rumusan delik tertentu.
unsur-unsurnya:
1. Alat yang dipakai adalah manusia.
2. Alat yang dipakai itu “berbuat” (bukan alat yang mati).
3. Alat yang dipakai itu “tidak dapat mempertanggungjawabkan”, ini tanda ciri nya.
ADVERTISEMENT
Hal yang menyebabkan alat tidak dipertanggungjawabkan
1. Bila tidak sempurna pertumbuhan jiwanya atau rusak jiwanya.
2. Bila ia berbuat karena daya paksa.
3. Bila ia melakukan atas perintah jabatan yang tidak sah seperti di maskud dalam pasal 51 ayat 2 KUHP.
4. Bila ia keliru (sesat) mengenai salah satu unsur delik..
5. Bila ia tidak mempunyai maksud seperti yang disyaratkan untuk kejahatan.
Yang turut serta (medepleger)
Dua orang atau lebih dengan sengaja bekerja sama untuk melakukan tindak pidana.
Menurut Pompe, ada tiga kemungkinan:
1. Mereka masing-masing memenuhi semua unsur dalam rumusan delik.
Misal: dua orang dengan bekerja sama melakukan pencurian di sebuah toko emas.
2. Salah seorang memenuhi semua unsur delik, sedang yang lain tidak.
Misal: dua orang mencopet (A dan B) saling bekerja sama, A yang menabrak orang yang menjadi sasaran, sedangkan B yang mengambil dompet orang itu.
ADVERTISEMENT
3. Tidak seorangpun memenuhi unsur-unsur delik seluruhnya, tetapi mereka bersama-sama mewujudkan delik itu.
Misal: dua orang (A dan B) dalam pencurian dengan merusak (Pasal 363 ayat (1) ke-5), A melakukan penggangsiran, sedangkan B yang masuk rumah dan mengambil barang-barang yang kemudian diterimakan kepada A yang menggangsir tadi.
Syarat terjadinya madepleger:
1. Ada kerjasama secara sadar. Tidak harus saling kenal dan tidak harus ada mufakat terlebih dahulu, cukup apabila ada pengertian antara sipembuat pada saat perbuatan (sadar perbuatan dan akibat).
2. Ada pelaksanaan bersama secara fisik. Perbuatan yang langsung menimbulkan selesainya delik yang bersangkutan. Harus ada kerja sama yang erat dan langsung serta mufakat terlebih dahulu.
Penganjur (uitlokker)
Orang yang menggerakan orang lain untuk melakukan suatu tindak pidana dengan menggunakan sarana-sarana yang ditentukan oleh Undang-Undang.
ADVERTISEMENT
Syarat penganjuran dapat dipidana:
1. Ada kesengajaan untuk menggerakan orang lain melakukan perbuatan yang terlarang.
2. Menggerakkannya dengan menggunakan sarana-sarana seperti tersebut dalam Undang-Undang.
3. Putusan kehendak dari si pembuat materiel ditimbulkan karena hal hal tersebut pada poin satu dan poin dua.
4. Si pembuat materil tersebut melakukan tindak pidana yang dianjurkan atau percobaan melakukan tindak pidana.
5. Pembuat materiel tersebut harus dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana.
Penganjuran dan menyuruh lakukan dapat dibedakan sebagai berikut:
1. Penganjuran sarana menggerakannya limitatif dalam Undang-Undang, sedangkan menyuruh lakukan sarana menggerakannya tidak limitatif dalam Undang-Undang.
2. Pembuat materil dalam penganjuran dapat dipertanggungjawabkan, sedangkan pembuat materil dalam menyuruh lakukan tidak dapat dipertanggungjawabkan.