Konten dari Pengguna

Dilema Etika Auditor: Di Antara Objektivitas dan Kepentingan Klien

Jonathan Siadari
Mahasiswa Akuntansi perpajakan UNPAM
6 Mei 2025 10:31 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jonathan Siadari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Ketika mendengar kata "auditor", mungkin yang terbayang adalah seseorang yang sibuk memeriksa angka-angka dalam laporan keuangan, duduk serius di balik tumpukan dokumen, atau bahkan jadi "penakut" bagi para pegawai yang suka main-main dengan data. Tapi di balik kesan kaku itu, profesi auditor menyimpan dilema yang tak kalah kompleks dari drama televisi: soal etika.
ADVERTISEMENT
Auditor dituntut untuk independen dan objektif. Tugas utamanya adalah memberikan opini yang jujur dan adil atas laporan keuangan perusahaan. Tapi masalahnya, opini itu sering kali diberikan kepada... klien yang membayar mereka. Nah lho. Di sinilah mulai muncul dilema.
Bayangkan Anda seorang auditor yang menemukan kejanggalan dalam laporan sebuah perusahaan besar. Anda tahu laporan ini akan digunakan investor untuk membuat keputusan penting. Tapi di sisi lain, perusahaan ini juga adalah klien tetap kantor audit Anda, bahkan mungkin klien terbesar. Jika Anda bersikap terlalu tegas, mereka bisa saja berpaling ke kantor audit lain yang lebih "ramah". Kalau Anda terlalu lunak, kejujuran Anda sebagai auditor dipertanyakan.
Inilah yang disebut sebagai conflict of interest atau konflik kepentingan. Secara teori, kode etik profesi auditor sudah mengatur soal ini. Tapi di lapangan, tekanan bisa datang dari berbagai arah. Dari atasan, dari klien, dari target kantor, hingga dari rasa tidak enak hati pribadi. Etika menjadi wilayah abu-abu yang sering kali tidak cukup hanya diatur di atas kertas.
ADVERTISEMENT
Apalagi, profesi ini tidak lepas dari tekanan industri. Di dunia bisnis, waktu adalah uang. Banyak audit dilakukan dengan tenggat ketat, sumber daya terbatas, dan permintaan klien yang maunya serba cepat dan mudah. Dalam kondisi seperti ini, menjaga integritas bukan hal yang sederhana.
AI EDITING
Namun, penting diingat: kepercayaan publik terhadap laporan keuangan sangat bertumpu pada kredibilitas auditor. Jika auditor mulai “main mata” dengan klien, maka bukan hanya satu laporan yang rusak, tapi bisa meruntuhkan kepercayaan terhadap sistem ekonomi secara luas. Kita sudah punya banyak contoh: skandal Enron, Wirecard, dan bahkan beberapa kasus dalam negeri, yang menunjukkan betapa berbahayanya jika etika dikorbankan demi kepentingan sesaat.
Solusinya? Tentu tidak mudah, tapi bukan tidak mungkin. Reformasi internal kantor audit, penguatan regulasi, rotasi auditor secara berkala, hingga edukasi etika sejak bangku kuliah, semuanya adalah langkah-langkah kecil yang perlu terus didorong. Dan yang paling penting, setiap auditor perlu mengingat: lebih baik kehilangan klien, daripada kehilangan integritas.
ADVERTISEMENT
Karena di akhir hari, auditor bukan hanya bekerja untuk klien. Mereka bekerja untuk publik. Untuk memastikan bahwa angka-angka yang kita lihat di laporan keuangan bukan ilusi, tapi kenyataan.