Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.103.0
Konten dari Pengguna
Esensi Pajak: Refleksi Perubahan Fungsi dari Zaman ke Zaman
1 Mei 2025 19:01 WIB
·
waktu baca 2 menitTulisan dari Jonathan Siadari tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Bicara soal pajak, sebagian orang mungkin langsung merasa enggan. Kata "pajak" seringkali identik dengan kewajiban, potongan pendapatan, atau proses administratif yang ribet. Tapi, kalau kita tarik garis sejarah ke belakang, pajak bukan cuma soal angka di atas kertas. Pajak adalah cerminan dari relasi antara negara dan masyarakatnya. Dan menariknya, fungsi pajak terus mengalami perubahan seiring waktu.

Pada zaman kerajaan atau kekaisaran, pajak berfungsi sebagai alat penguasa untuk mempertahankan kekuatan. Rakyat dikenai upeti atau pungutan sebagai bentuk tunduk pada kekuasaan. Pajak saat itu bukan tentang keadilan atau pembangunan, melainkan simbol dominasi. Sering kali, rakyat membayar tanpa tahu ke mana hasilnya pergi—yang penting kewajiban selesai, atau hukuman menanti.
ADVERTISEMENT
Seiring berjalannya waktu, terutama setelah munculnya negara-negara modern dengan sistem demokrasi, fungsi pajak mulai bergeser. Ia tak lagi semata untuk membiayai elite penguasa, tapi menjadi instrumen untuk mewujudkan kesejahteraan bersama. Pajak digunakan untuk membangun infrastruktur, mendanai pendidikan dan kesehatan, serta menjalankan fungsi negara lainnya. Di titik ini, pajak mulai dipandang sebagai kontribusi, bukan sekadar kewajiban.
Masuk ke era kontemporer, pajak punya peran yang lebih kompleks. Ia bukan hanya alat penerimaan negara, tapi juga pengatur arah kebijakan. Melalui pajak, pemerintah bisa memberi insentif kepada sektor tertentu, menekan ketimpangan sosial, bahkan merespons isu-isu global seperti perubahan iklim dan digitalisasi. Pajak karbon, pajak digital, hingga insentif pajak untuk UMKM adalah contoh bagaimana fungsi pajak kini menjadi lebih dinamis dan strategis.
ADVERTISEMENT
Namun, perubahan fungsi ini tetap menyisakan satu tantangan besar: kepercayaan publik. Tak sedikit masyarakat yang masih mempertanyakan, "Apakah pajak yang saya bayarkan benar-benar kembali dalam bentuk pelayanan?" Ini bukan soal enggan bayar, tapi soal akuntabilitas. Ketika pajak dipungut tanpa transparansi, maka rasa gotong royong berubah menjadi keterpaksaan.
Maka dari itu, di zaman yang serba terbuka seperti sekarang, pemerintah perlu membangun ulang narasi soal pajak. Pajak bukan sekadar kewajiban tahunan, tapi bagian dari partisipasi aktif warga negara. Ketika masyarakat melihat bahwa uang pajak digunakan dengan baik—untuk membangun jalan, memperbaiki layanan kesehatan, menyokong pendidikan—kepercayaan akan tumbuh, dan semangat berkontribusi akan muncul secara alami.
Pajak adalah refleksi: bagaimana suatu negara memperlakukan warganya, dan sebaliknya, bagaimana warga melihat peran mereka dalam membangun negara. Dari alat kekuasaan menjadi alat pembangunan, dari kewajiban menjadi bentuk partisipasi—itulah esensi pajak yang terus berubah dari zaman ke zaman.
ADVERTISEMENT