Konten dari Pengguna

Lapis Legit Surabaya: Warisan Tradisional yang Harus Diselamatkan

Joshua Charis Giovanni Mangialu
Mahasiswa S1 Sistem Informasi Universitas Airlangga yang tertarik mempelajari bidang riset, inovasi, serta pengembangan teknologi. Tertarik dalam penulisan artikel dan karya ilmiah.
30 Desember 2024 10:10 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Joshua Charis Giovanni Mangialu tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Lapis Legit Surabaya (Sumber: https://www.istockphoto.com/id/foto/iris-lapis-legit-di-piring-gm1380341941-442843895?searchscope=image%2Cfilm)
zoom-in-whitePerbesar
Lapis Legit Surabaya (Sumber: https://www.istockphoto.com/id/foto/iris-lapis-legit-di-piring-gm1380341941-442843895?searchscope=image%2Cfilm)
ADVERTISEMENT
Surabaya dikenal dengan berbagai makanan khas yang menggugah selera, salah satunya adalah Lapis Legit. Kue berlapis dengan rasa manis dan aroma rempah yang khas ini dulunya menjadi pilihan utama sebagai oleh-oleh tradisional. Namun, seiring berjalannya waktu popularitas Lapis Legit perlahan memudar. Kini, Lapis Legit kerap tergeser oleh jajanan modern seperti brownies, donat, dan camilan viral lainnya.
ADVERTISEMENT
Lapis Legit yang Terpinggirkan
Sebagai salah satu jajanan tradisional legendaris, Lapis Legit memiliki proses pembuatan yang unik. Kue ini dibuat lapis demi lapis dengan bahan berkualitas seperti mentega, telur, dan gula, serta dilengkapi rempah-rempah khas Nusantara seperti kayu manis dan pala. Selain rasanya yang kaya, proses pembuatannya juga mencerminkan nilai-nilai kesabaran dan ketelitian.
Namun, generasi muda tampaknya mulai kehilangan minat terhadap kue ini. Mereka cenderung memilih jajanan modern yang lebih praktis dan sering muncul di media sosial. Sebuah survei dari Kementerian Kesehatan RI menunjukkan, konsumsi junk food di kalangan remaja meningkat hingga 30% dalam lima tahun terakhir. Tren ini membuat jajanan tradisional seperti Lapis Legit semakin terpinggirkan.
Kekayaan di Balik Lapis Legit
ADVERTISEMENT
Dibandingkan junk food yang sering kali tinggi lemak, gula, dan bahan pengawet, Lapis Legit menawarkan keunggulan yang lebih sehat. Menggunakan bahan-bahan alami tanpa bahan kimia tambahan, kue ini lebih ramah untuk kesehatan. Selain itu, aroma rempah-rempahnya memberikan cita rasa autentik yang sulit ditiru oleh makanan modern. Sayangnya, proses pembuatan yang rumit dan biaya produksi yang cukup tinggi membuat Lapis Legit kalah saing dengan jajanan modern yang lebih murah dan instan.
Bagaimana Menjaga Eksistensi Lapis Legit?
Jika tidak segera dilakukan langkah konkret, Lapis Legit bisa saja hilang dari daftar kuliner khas Surabaya. Beberapa langkah berikut bisa menjadi solusi untuk menjaga eksistensi kue ini:
1. Kemasan Modern
Kemasan yang menarik menjadi salah satu cara untuk merebut perhatian generasi muda. Desain yang minimalis namun tetap mencerminkan keunikan tradisional bisa membuat Lapis Legit lebih menarik di mata konsumen.
ADVERTISEMENT
2. Promosi di Media Sosial
Media sosial adalah platform yang efektif untuk memperkenalkan kembali Lapis Legit. Video pendek yang menampilkan proses pembuatan kue atau keunikan rasanya dapat menarik minat konsumen muda.
3. Varian Rasa Baru
Meskipun mempertahankan resep tradisional itu penting, inovasi rasa seperti cokelat, matcha, atau salted caramel dapat menjadi daya tarik tambahan bagi pasar yang lebih luas.
4. Edukasi dan Festival Kuliner
Mengadakan festival atau workshop tentang jajanan tradisional seperti Lapis Legit dapat menjadi cara untuk mengedukasi masyarakat, khususnya generasi muda, mengenai nilai budaya di balik makanan ini.
Jangan Biarkan Lapis Legit Hanya Jadi Kenangan
Lapis Legit bukan hanya soal makanan. Kue ini adalah simbol sejarah, budaya, dan kreativitas lokal yang harus dijaga. Dengan pendekatan modern dan kolaborasi dari berbagai pihak, Lapis Legit bisa kembali menjadi kebanggaan Surabaya.
ADVERTISEMENT
Jadi, sebelum memilih camilan instan yang modern, coba ingat kembali kelezatan Lapis Legit. Bukan hanya mengobati rasa rindu pada makanan khas, tetapi juga ikut melestarikan warisan budaya. Pilihan ada di tangan kita.