Konten dari Pengguna

Karya Seni Ciptaan AI: Pertanda Kehancuran Kreativitas Manusia?

Joshua Nathanael Zega
Mahasiswa Informatika Universitas Pembangunan Jaya
26 Desember 2022 18:11 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Joshua Nathanael Zega tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Kecerdasan Buatan. (Sumber: flickr.com)
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Kecerdasan Buatan. (Sumber: flickr.com)
ADVERTISEMENT
Saat ini, perkembangan teknologi di era digital dapat dirasakan begitu cepat. Hal itu membuat banyak orang merasa khawatir dan bertanya-tanya, apakah kecerdasan buatan atau biasa dikenal dengan istilah AI (Artificial Intelligence) akan menggantikan semua posisi manusia, khususnya dalam bidang kesenian?
ADVERTISEMENT

Kemenangan AI di Kompetisi Seni Rupa

Pada akhir Agustus lalu, warganet sempat dikejutkan dengan menangnya lukisan karya Jason Allen di kompetisi seni rupa Colorado State Fair. Warganet terkejut karena lukisan yang berjudul “Théâtre D’opéra Spatial” dibuat menggunakan bantuan perangkat lunak AI bernama Midjourney. Midjourney sendiri adalah perangkat lunak pintar yang dapat men-generate gambar dari teks yang kita berikan sebagai perintah.
Kemenangan Jason Allen dalam kompetisi seni rupa itu juga mendatangkan kontroversi, khususnya di kalangan seniman dan pekerja kreatif. Beberapa ada yang beranggapan kalau ini adalah awal mulai dari kehancuran kreativitas manusia, beberapa juga beranggapan kalau karya seni yang diciptakan menggunakan bantuan AI tidak dapat disebut sebagai sebuah seni. Lalu yang tetap menjadi pertanyaan bagi orang-orang adalah "Apakah AI nantinya akan menggantikan cara berpikir kreatif manusia?"
ADVERTISEMENT

Kreativitas Dengan Bantuan AI

Disadari atau tidak, penggunaan AI dalam bidang seni kreatif sudah menjadi hal wajar untuk sebagian besar orang. Fitur-fitur yang sering kita jumpai di perangkat lunak penyunting gambar seperti penghalus garis, penajam gambar, sampai ke penghapus latar belakang otomatis merupakan salah satu sistem kecerdasan buatan yang dapat memudahkan manusia di bidang seni kreatif.
Saat ini sudah banyak sistem AI yang dapat melakukan hal-hal yang lebih dari itu. Salah satu contohnya adalah sistem AI yang dikembangkan oleh OpenAI bernama DALL•E. DALL•E merupakan perangkat lunak AI yang dapat menghasilkan gambar melalui teks yang kita berikan sebagai perintah. Contohnya, jika kita mengetikkan “Astronaut mencabut wortel di Bulan” sebagai perintah, dalam beberapa saat, DALL•E akan menghasilkan gambar astronaut yang sedang mencabut wortel di Bulan. Bahkan, beberapa waktu lalu di Bitforms Galery, San Fransisco, sempat diadakan sebuah pameran yang bernama “Artificial Imagination” yang isinya berfokus pada penggunaan DALL•E untuk menciptakan lukisan-lukisan AI.
ADVERTISEMENT

Kontroversi Pelanggaran Hak Cipta Pada AI

Dalam melakukan tugasnya sebagai AI yang dapat menghasilkan gambar dari teks (text-to-image), AI akan mengubah teks yang diberikan menjadi sebuah perintah, lalu perintah tersebut akan dicocokkan dengan sejumlah data yang ada sampai akhirnya AI dapat men-generate gambar sesuai teks yang diberikan. Hal ini ternyata menciptakan kontroversi baru, terutama dalam peraturan hak cipta. Misalkan saya menuliskan “Lukisan astronaut menunggangi kuda dengan gaya seni Pablo Picasso” kepada DALL•E, beberapa saat kemudian, DALL•E akan menghasilkan gambar lukisan astronaut yang sedang menunggangi kuda dengan gaya seni Pablo Picasso.Dengan kata lain DALL•E menggunakan lukisan-lukisan karya Pablo Picasso sebagai referensi utama untuk menghasilkan gambar yang memiliki gaya seni serupa dengan lukisan karya Pablo Picasso tanpa izin.
ADVERTISEMENT
Satu hal yang dapat saya pelajari dari kasus AI yang menggunakan karya orang lain sebagai referensi utama tanpa izin, itu sama saja seperti manusia yang mengambil atau melihat karya seni orang lain sebagai bahan inspirasi. Kalau diperhatikan, karya seni yang kita nikmati sekarang merupakan hasil karya seni yang terinspirasi dari karya lainnya. Hal itu juga yang membuat seni memiliki perkembangan. Dengan kata lain, AI melakukan hal yang sama seperti manusia, tetapi dengan waktu yang lebih singkat dan praktis.
Salah satu hal yang menjadi batasan utama AI dalam menciptakan sebuah seni adalah ketidakmampuan-nya untuk memahami dan menginterpretasikan pengalaman manusia. Meskipun AI dapat menganalisis dan belajar dari sejumlah data yang besar secara cepat, AI tidak memiliki kemampuan untuk berempati dan memahami kompleksitas dari kondisi manusia. Artinya, ide kreatif dan solusi yang dihasilkan oleh AI akan selalu memiliki kekurangan pada kedalaman emosional dan nuansa yang menjadi ciri khas pemikiran terbaik manusia.
ADVERTISEMENT
Jadi, apakah AI nantinya akan menggantikan posisi manusia, khususnya dalam cara berpikir kreatif? Jawabannya adalah tidak. Meskipun saat ini AI dapat meniru aspek-aspek tertentu dari manusia, AI tidak akan pernah dapat menggantikan posisi manusia dari cara berpikir kreatif. AI tidak memiliki kemampuan untuk mengalami emosi, menjalin hubungan yang mendalam dengan orang lain, bahkan memahami kompleksitas dari kondisi manusia sepenuhnya. Jiwa kreativitas yang dimiliki manusia sangatlah unik dan tidak akan pernah bisa ditiru oleh mesin. Oleh karena itu, kita seharusnya dapat merangkul potensi AI dalam meningkatkan kreativitas manusia bukan mengkhawatirkannya.