Konten dari Pengguna

Menulis sebagai Terapi Terbaik bagi Kehidupan Emosional

Ika Gunawan
Saya seorang Storyteller, dan copywriter yang gemar menggali cerita di balik setiap karya dan momen. Lulusan S1 Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, dan sekarang bekerja di Kementerian Agama.
19 Januari 2025 10:00 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Ika Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Foto oleh lil artsy: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-memegang-pena-oranye-1925536/
zoom-in-whitePerbesar
Foto oleh lil artsy: https://www.pexels.com/id-id/foto/orang-memegang-pena-oranye-1925536/
ADVERTISEMENT
Pernahkah kamu merasa sesak dengan berbagai emosi yang menumpuk tetapi sulit diungkapkan? Rasanya seperti ada sesuatu yang mengganjal di dada, tetapi kata-kata tak kunjung keluar. Kadang-kadang, kita terlalu sibuk menahan dan menyimpan semuanya sendiri hingga, tanpa sadar, akhirnya kita kewalahan. Inilah saat di mana menulis bisa menjadi jalan keluar, bahkan penyelamat yang tidak pernah kita duga.
ADVERTISEMENT
Menulis itu seperti berbicara dengan diri sendiri di ruangan yang sunyi. Ketika kamu mulai menuangkan semua isi kepala ke dalam kata-kata, rasanya seperti membuka keran emosi yang tadinya tertutup rapat. Kata demi kata mengalir begitu saja, membawa beban yang selama ini terasa berat. Ajaibnya, kamu tidak membutuhkan kata-kata indah atau susunan yang sempurna. Yang terpenting adalah kejujuran—tentang apa yang kamu rasakan dan apa yang ingin kamu lepaskan.
Mungkin kamu berpikir, "Tapi aku bukan penulis. Bagaimana caranya mulai?" Jawabannya sederhana: mulailah dari hal kecil. Ambil pena dan kertas, buka laptop, atau cukup ketik di catatan ponselmu. Tidak perlu berpikir soal aturan, tata bahasa, atau struktur yang rumit. Tulis saja. Tulis seperti kamu sedang berbicara dengan seorang teman yang sangat kamu percayai. Biarkan tulisan itu mengalir tanpa gangguan.
ADVERTISEMENT
Aku pernah membaca cerita seseorang yang mulai menulis karena merasa kehilangan arah dalam hidupnya. Awalnya, ia hanya mencoret-coret beberapa kata yang tampak tidak berarti. Namun, lambat laun, setiap kata yang ia tulis menjadi pengingat bahwa ia sedang berproses. Menulis menjadi caranya untuk berkomunikasi dengan dirinya sendiri, memahami apa yang sebenarnya ia butuhkan, dan menerima semua emosi yang sebelumnya ia abaikan.
Menulis juga bisa menjadi teman setia di saat sepi. Ia mendengarkan tanpa menghakimi dan menerima tanpa syarat. Kadang-kadang, ketika kamu membaca ulang tulisanmu, kamu mungkin tersenyum kecil, mengingat betapa kuatnya kamu melewati momen itu. Atau mungkin, kamu akan meneteskan air mata, menyadari betapa banyak yang sudah kamu pendam selama ini. Tulisan itu menjadi saksi perjalanan emosimu—sesuatu yang sangat personal, tetapi penuh makna.
ADVERTISEMENT
Tidak hanya itu, menulis juga bisa menjadi ruang untuk merayakan emosi. Saat kamu menulis tentang kebahagiaan, keberhasilan, atau hal-hal kecil yang membuatmu tersenyum, tulisan itu menjadi pengingat betapa berharganya momen-momen sederhana dalam hidup.
Jadi, mengapa tidak mencoba mulai menulis hari ini? Jadikan tulisanmu sebagai tempat berlindung, tempat menyembuhkan diri, dan ruang untuk merayakan setiap sisi dirimu, baik yang kuat maupun yang rapuh. Siapa tahu, menulis bisa menjadi terapi terbaik yang selama ini kamu cari tanpa menyadarinya.