Kebebasan Pers, Informasi sebagai Barang Publik

Juan Ambarita
Mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Jambi
Konten dari Pengguna
7 Mei 2021 12:11 WIB
comment
1
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Juan Ambarita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar : Ilustrasi kebebasan pers. Dok. Pixabay.com
zoom-in-whitePerbesar
Gambar : Ilustrasi kebebasan pers. Dok. Pixabay.com
ADVERTISEMENT
Empat hari yang lalu tepatnya pada tanggal 3 Mei merupakan peringatan Hari Kebebasan Pers Internasional, suatu momentum yang belum terlambat untuk merefleksikan hari kebebasan pers sedunia, dan menyuarakan perlindungan terhadap para jurnalis dan media dari berbagai ancaman serta untuk mengenang para jurnalis yang kehilangan nyawa di saat menjalankan tugasnya. Sejarah Hari Kebebasan Pers Sedunia Hari Kebebasan Pers Sedunia pada awalnya diproklamasikan oleh Sidang Umum PBB pada tahun 1993 menyusul rekomendasi yang diadopsi pada sesi ke dua puluh enam Konferensi Umum UNESCO pada tahun 1991.
ADVERTISEMENT
Pada momentum peringatan hari kebebasan pers sedunia 3 Mei lalu mengangkat tema, "Informasi sebagai Barang Publik".
Hal ini menekankan kepada peran penting jurnalis yang bebas dari segala bentuk intervensi dan profesional dalam memproduksi dan menyebarkan informasi kepada publik. Situasi dan kondisi kebebasan pers di Indonesia Setelah pada 23 September 1999, Presiden Indonesia BJ Habibie mengesahkan Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers (UU Pers) yang mencabut wewenang pemerintah untuk melakukan intervensi sekaligus memberikan kebebasan terhadap pers.
Dunia Demokrasi Indonesia bergerak menuju arah yang lebih baik jurnalis dan media dijamin kebebasannya oleh undang-undang untuk meliput dan melakukan publikasi berita.
Kini kebebasan pers di Indonesia sedang berada di fase yang cukup memprihatinkan, bagaimana tidak melansir dari laman web Aliansi Jurnalis Independen(AJI) mencatat bahwa
ADVERTISEMENT
Sepanjang 2020 telah terjadi 117 kasus kekerasan terhadap jurnalis. Belakangan penganiayaan yang dialami oleh jurnalis media Tempo Nurhadi yang diduga dilakukan sejumlah pengawal Angin Prayitno Aji, tersangka Komisi Pemberantasan Korupsi dalam kasus suap pajak akhir Maret 2021 di Surabaya semakin menambah panjang rentetan kasus kekerasan yang dialami oleh jurnalis di Indonesia. Realitas hari ini menunjukkan bahwa profesi jurnalis merupakan salah satu profesi yang berisiko di Indonesia.
Padahal sejatinya di dalam Undang-Undang Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, Jelas menyatakan bahwa kemerdekaan pers merupakan salah satu wujud kedaulatan rakyat dan merupakan salah satu unsur yang sangat penting untuk menciptakan kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara yang demokratis, sehingga kebebasan berbicara, menyampaikan pendapat secara lisan maupun tulisan sebagaimana tercantum dalam Pasal 28 Undang Undang Dasar 1945 dapat dipenuhi. Dan segala bentuk kegiatan yang disengaja untuk menghalangi para jurnalis untuk mendapatkan berita, telah melanggar UU No 40 Tahun 1999 Tentang Pers khususnya pasal pasal 4 ayat (1). Realitas kondisi kebebasan pers dan saat ini
ADVERTISEMENT
Namun kondisi hari ini sebagaimana media massa dan AJI sebagai organisasi profesi jurnalis memperlihatkan data rentetan peristiwa kasus yang menimpa para jurnalis atau pekerja pers, membuat kita mempertanyakan kembali status kebebasan pers dan kebebasan berekspresi di negeri ini. Kini kebebasan untuk berpendapat yang merupakan amanat konstitusi seringkali mengalami kontradiksi dengan UU ITE yang kerap digunakan oleh pihak-pihak tertentu untuk membungkam suara-suara kritis.
Dan tak jarang terdapat aksi pembungkaman terhadap pers yang dilakukan dengan penggunaan cara-cara kekerasan oleh pihak tertentu terhadap para jurnalis yang sedang bekerja mengumpulkan informasi di lapangan.
Sejumlah peristiwa kekerasan atau penganiayaan yang telah dialami oleh para jurnalis atau lembaga pers di Indonesia memperlihatkan gambaran bahwasanya pihak pemerintah sendiri belum serius untuk mewujudkan suatu pemerintahan negara yang demokratis sesuai cita-cita reformasi. Kondisi hari ini pembungkaman lembaga pers yang terjadi di era Orde Baru rasanya mulai diterapkan sedikit demi sedikit dengan cara-cara yang lebih halus, namun tetap memakan tumbal.
ADVERTISEMENT
Lalu, bagaimana seharusnya posisi pers dalam negara demokrasi?
Indonesia merupakan salah satu negara yang menganut sistem demokrasi. Dan sistem demokrasi identik dengan kebebasan untuk menyuarakan pendapat, termasuk kebebasan bagi pers. Kebebasan pers bukan berarti pers bisa semena-mena dalam hal penyampaian informasi. Tetapi kebebasan pers lebih mengarah pada kebebasan pers yang disertai dengan bukti valid dan memiliki tanggungjawab sosial.
Pers harus bertanggung jawab kepada publik terkait pemberitaan yang telah dikeluarkan. Selain itu, pers yang bebas adalah pers yang tidak melanggar ketentuan hak asasi manusia.
Sebagai penganut sistem demokrasi, sudah menjadi kewajiban Indonesia untuk menegakkan kebebasan pers karena kebebasan pers merupakan cermin sistem demokrasi yang ideal.