Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 ยฉ PT Dynamo Media Network
Version 1.99.0
Konten dari Pengguna
Sepi Mengingat Dirimu
28 Februari 2025 11:50 WIB
ยท
waktu baca 2 menitTulisan dari Juan Ambarita tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Di tengah keramaian rumah sakit, sepi terasa selalu menyelimuti. Memori masa lalu seakan terus berputar dalam kepala saat itu. Semua lenyap, tatkala dokter yang memeriksa menyatakan bapak sudah meninggal dunia, Rabu 29 Januari 2025.
ADVERTISEMENT
Aku tak percaya, dan benar saja detak jantungnya masih terasa ketika aku menekan dadanya. Harapan belum sirna, ditengah kondisi kritis antara hidup dan mati, dari kamar perawatan suster memboyong bapak ke ICU.
Namun hanya selang beberapa saat, bapak kembali dinyatakan meninggal dunia oleh dokter. Detak jantungnya sudah hilang. Bapak terlihat tersenyum dengan mata tertutup dan badannya yang terasa dingin, seperti mayat.
Ingin rasanya menangis dan berteriak sebagaimana keluarga pasien lainnya, namun entah kenapa saat itu tak ada rasa sedih atau emosi yang bergejolak dalam diri. Yang ada hanya rasa sepi yang semakin dalam.
Sepanjang perjalanan dengan ambulance menuju rumah. Aku melihatinya, wajahnya mengingatkan berbagai memori masa lalu. Suka duka yang kami lewati sebagai keluarga. Aku menangis menyadari bahwa aku belum bisa berbuat banyak baginya hingga ia meninggal.
ADVERTISEMENT
Mengingat semua perjuangannya demi keluarga, air mataku semakin bercucuran. "Kenapa kau pergi (meninggal) disaat aku belum jadi apa-apa, Bos?" kataku saat itu dalam hati kecil yang egois ini. Aku pun lanjut menyalahkan diri sendiri, mengapa belum memiliki kehidupan yang lebih baik satu setengah tahun pasca wisuda sarjana.
Tiba di rumah kami, semua keluarga sontak menangisi bapak. Melihat mamak yang teramat sedih, air mataku pun turut bercucuran, diri ini makin tak terima dengan meninggalnya dia. Dia meninggalkan kami untuk selamanya tanpa sepatah kata dan tanpa ada melihat kami yang bersamanya satu bulan lebih di rumah sakit.
Ya, bapak memang sudah satu bulan tak sadarkan diri di rumah sakit. Hanya tertidur dengan jantung yang berdetak tak stabil. Saat pemakaman, kesedihan pun makin memuncak, dia benar-benar telah pergi untuk selamanya.
ADVERTISEMENT
Dia - pria pejuang dan pemberani yang ku kenal sedari kecil, orang tua yang kadang jadi lawan berdebat sampai berkelahi sudah pergi untuk selamanya. Beberapa saat aku terduduk sambil menghisap beberapa bagang rokok di makamnya.
Hati kecil berkata, maafkan aku pak. Aku yang sekarang masih jauh dari apa yang kau inginkan. Tenanglah disana, mereka cuman menguburkan jasadmu disini. Namun dirimu tetap hidup dalam hatiku.
Terasa pedih ketika sepi hanya bisa diusir lewat memori masa lalu.