Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Pengalaman Penanganan Covid-19 di Negeri Beruang Merah
18 Mei 2022 12:15 WIB
Tulisan dari Juang Akbar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Awal Masa Pandemi Covid-19
Hidup tidak ada yang tahu. Kata-kata yang selalu saya ingat dari nasehat orang tua. Tahun 2020 menjadi tahun yang penuh kejutan. Setiap pagi, seperti biasa, saya membaca berita daring di gawai sambil sarapan di apartemen saya sebelum ke kantor. Sedikit kaget dengan beberapa berita yang mengejutkan mulai dari kebakaran hebat di Australia sampai drama kerajaan Inggris ketika Pangeran Harry meninggalkan titelnya kerajaan. Saat itu saya bergumam, “kenapa sih Mas Harry Bucin banget ninggalin hidup enak dari pangeran ke rakyat jelata demi Mbak Meghan?”, tapi inget kata-kata bijak tadi “Ya hidup tidak ada yang tahu, bestie!”. Tapi berita tersebut hanya sebagai berita angin lalu, karena tidak memiliki pengaruh banyak sama hidup saya dan keluarga, sampai akhir Maret 2020, ketika Walikota Moskow, Sergey Sobyanin, mengumumkan bahwa Moskow akan menerapkan Pembatasan Sosial Beskala Besar akibat Covid-19 sampai batas waktu yang tidak ditentukan. Dari sini saya mulai mempelajari bagaimana cara penanganan Covid-19 di Rusia.
ADVERTISEMENT
Semula saya tidak mengambil pusing berita yang ada di Tiongkok sampai pada akhirnya perasaan cemas menggerogoti saya karena terhembus rumor semua aparat keamanan di Moskow akan mengecek semua orang Asia yang ada di seluruh Rusia, tapi saya selalu bilang ke rekan-rekan dan sahabat “Ah gimana mereka mau ngecek kita orang Asia, lah orang-orang Siberia, Kalmyk, sama orang-orang dari Timur Jauh Rusia kan mukanya Asia semua”.
Ternyata tidak senaif itu, Bestie… Sampai pada suatu kejadian yang agak membuat saya takut, gundah, dan gelisah. Beberapa rekan di kantor bercerita bahwa dirinya mengalami pengecekan acak di stasiun Metro dan diinterogasi mengenai perjalanan terakhirnya selama 14 hari ke belakang. Saat itu, saya bersyukur tidak pernah mengalami kejadian serupa karena selama musim dingin selalu mengendarai kendaraan demi kehangatan dan kenyamanan.
ADVERTISEMENT
Namun, kecemasan saya menjadi-jadi karena aparat keamanan mulai mendatangi satu persatu penghuni asing di setiap kawasan. Kebetulan saya ketika bertugas di Rusia bertempat tinggal di pusat kota yang dihuni oleh banyak orang asing dan bertetangga dengan keluarga asal Tiongkok. Sepulang dari kantor saya terkejut dengan inspeksi mendadak beberapa polisi dan militer yang mendatangi tetangga saya, mereka menginspeksi keluarga tersebut dalam waktu yang cukup lama, dalam hati saya bergumam “jangan-jangan setelah mereka, saya yang akan diinterogasi”, sehingga saya memutuskan untuk berdiam diri di rumah dan membatalkan rencana belanja saya.
Lain Lubuk Lain Ikan, Lain Padang Lain Belalang
Saya akhirnya memutuskan untuk membuang sampah dimana lokasinya harus menyebrangi pintu rumah tetangga saya tadi, karena sudah risih dengan sampah tersebut, akhirnya saya memberanikan diri untuk membuang sampah dengan melewati sekelompok polisi dan militer Rusia tersebut, walau agak sedikit uji nyali. Saat itu memakai masker dianggap sebagai pembawa virus, jadi supaya gak diinterogasi dadakan, saya memutuskan tidak menggunakan masker, dan voila, mereka hanya menoleh dan menyapa “Zdravstvuyte (Halo)!”. Saya pun membalas menyapanya dengan sedikit gaya-gayaan menyapa mereka dengan sapaan gahul “Zdravtje!” sambil menatap mata salah satu dari mereka dan mengangguk.
ADVERTISEMENT
Di Rusia tidak lazim menyapa orang dengan senyuman lebar dan menyeringai, tidak seperti di Indonesia, Belanda atau negara-negara di Asia Tenggara lainnya, mereka akan menganggap kita gila atau idiot kalau menyapa dengan senyuman lebar dan ramah. Cukup menyapa dengan menatap mata dan mengangguk.
Setelah membuang sampah di lorong pembuangan, saya lanjut kembali ke unit saya, ternyata mereka sudah berencana turun dan tidak mengecek saya. Wah, saya langsung kepo bertanya ke tetangga, ternyata menurut pengakuan tetangga, mereka mengecek semua penduduk di wilayah Moskow yang berasal dari Tiongkok dan data tersebut mereka dapatkan dari penjaga di setiap komplek apartemen. Saya pikir karena saya sudah gaya-gayaan menyapa mereka dengan menggunakan bahasa gahul, ternyata salah.
Orang Rusia terkenal dengan kecurigaannya dengan orang asing, setiap orang asing akan didata dan wajib melapor. Masuk ke kampus, gedung kantor, dan bahkan ke perpustakaan pun wajib menyertakan paspor untuk didata. Sebelumnya saya merasa penduduk Rusia sangat parnoan, ternyata di masa pagebluk, sifat parnoan tersebut memiliki manfaat yang cukup signifikan. Tetangga saya tersebut ternyata seminggu terakhir terlihat berpergian dan laporan itu juga didapat polisi dan militer dari penjaga apartemen yang ternyata keluarga tersebut berpergian ke St. Petersburg bukan ke Tiongkok.
ADVERTISEMENT
Kejadian ini membuka mata saya betapa pentingnya sikap awas dan saling menjaga di lingkungan tempat tinggal kita yangmana sangat berbanding terbalik dengan di tanah air. Hal ini sangat berkaitan dengan budaya Indonesia, orang asing adalah tamu, tamu adalah raja, jadi harus diperlakukan sebaik mungkin. Terlepas dari semua itu, selain parnoan, orang Rusia ternyata sangat sistematis.
Penanganan Covid-19 di Masa Awal Pandemi
Di awal April, Pemerintah Kota Moskow menerapkan sistem kunjungan digital untuk semua penduduk, terkecuali diplomat dan pekerja asing di organisasi internasional yang memiliki kekebalan hukum. Jadi, semua orang harus meminta izin untuk meninggalkan tempat tinggal dan kota tanpa terkecuali, semua kantor dan gedung ditutup sementara, kecuali toko serba ada, tapi wajib menggunakan masker dan sarung tangan.
Sebagai orang asing dan tidak terikat dengan penerapan sistem kunjungan digital, saya saat itu dengan santai ke toko untuk berbelanja makanan. Pada suatu saat saya dihentikan oleh polisi yang berpatroli di seluruh wilayah Moskow dan ditanyakan kartu digital saya, namun setelah ditunjukkan kartu izin tinggal sementara dan paspor saya, akhirnya polisi tersebut mengizinkan saya pergi dengan syarat tidak lebih dari satu stasiun metro.
Walaupun Rusia merupakan salah satu negara teratas yang penduduknya terinfeksi, tetapi tingkat kematiannya cukup rendah. Banyak pihak menyatakan bahwa data tersebut dimanipulasi, tetapi berdasarkan pengalaman rekan-rekan dan teman-teman yang terpapar Covid-19 di Moskow, pemerintah Rusia melakukan pendataan dengan sangat terstruktur.
ADVERTISEMENT
Setiap penduduk yang terpapar akan didatangi petugas kesehatan di kediaman masing-masing dan tidak diizinkan keluar tanpa terkecuali. Mereka mendata dengan sangat cermat dengan membawa ambulans dengan peralatan kesehatan yang lengkap, sehingga setiap efek samping dari Covid-19 dapat ditangani dengan baik. Untuk pasien bergejala berat akan dibawa ke rumah sakit, sedangkan pasien gejala ringan dan tidak bergejala akan dimonitor 3 kali dalam 14 hari dengan tes swab dan obat-obatan, serta diberikan gawai untuk mengecek apakah pasien tersebut nakal keluar kediaman atau tidak. Pernah ada rekan yang keluar ke taman di dekat kediamannya, Roskomnadzor (Kemkominfo Rusia), langsung memperingati untuk kembali ke kediamannya.
Sebelumnya, sangat mudah berpergian kemana pun, namun akibat benda tak tampak kasat mata, semua berubah total. Semua pergerakan penduduk di Rusia terpantau dengan ketat oleh pemerintah, kebebasan kita seperti terenggut dan dibatasi. Hidup tidak ada yang tahu.
ADVERTISEMENT
Andaikan Jakarta
Hari berganti minggu, minggu berganti bulan dan musim pun berganti. Setelah 3 bulan mengalami pembatasan sosial dan di awal musim panas 2020 (Juli 2020), pemerintah melonggarkan peraturan dengan perlahan membuka tempat umum terbuka. Kota Moskow memiliki sekitar 50 kebun raya dan hutan kota, serta 700 taman publik.
Moskow sangat terkenal dengan taman-taman kotanya yang besar, berdasarkan data dari World Atlas, 5 kota teratas yang memiliki ruang hijau publik adalah Moskow (54%), Singapura (47%), Sydney (46%), Wina (45,5%), dan Shenzhen (45%). Sungguh beruntung penduduk Moskow yang memiliki fasilitas mewah tersebut yang membuat kita warga Jakarta sangat iri.
Saat itu pemerintah kota Moskow mengizinkan penduduknya untuk melakukan aktivitas di luar ruangan tanpa masker demi kesehatan jasmani dan rohani, tetapi di dalam ruangan masker harus tetap dikenakan. Sebagaimana masa sebelum pandemi, penduduk Moskow memanfaatkannya dengan melakukan berbagai kegiatan seperti olahraga, berjemur, bersepeda, dan berdansa.
Kegiatan tersebut sebenarnya dapat dicontoh pemerintah Jakarta yang mirisnya melakukan kebijakan terbalik, mal dibuka selebar-lebarnya, tapi taman-taman kota ditutup, padahal Jakarta adalah kota kembar Moskow sejak 2006. Setidaknya penerapan kebijakan bisa dicontoh dan membangun ruang hijau publik pun dapat diterapkan. Masa-masa kritis pandemi Covid-19 mungkin akan segera berlalu, tetapi urgensi menyediakan ruang terbuka publik masih menjadi kebutuhan seluruh penduduk Jakarta. Besar harapan saya sebagai salah satu penduduk melihat Jakarta memiliki hutan dan kebun raya yang luas, serta taman publik dimana-mana.
ADVERTISEMENT