Konten dari Pengguna

Merenda Masa Depan Cerah di Belu: Antara Asa dan Keterbatasan

20 Agustus 2018 23:26 WIB
clock
Diperbarui 14 Maret 2019 21:06 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari JURY tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Merenda Masa Depan Cerah di Belu: Antara Asa dan Keterbatasan
zoom-in-whitePerbesar
ADVERTISEMENT
Tradisi penyambutan Selamat Datang oleh Pengajar SDN Wirasakti. (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
"Selamat datang, Bapak. Selamat datang, Ibu. Selamat datang kami ucapkan.
Terimalah salam dari kami yang ingin maju bersama-sama".
Nyanyian merdu penuh makna dan iringan tarian dari anak-anak pelajar Sekolah Dasar Negeri Wirasakti menyambut kedatangan 10 peserta Sekolah Staf Dinas Luar Negeri (Sesdilu) 61. Hari itu (15/8), kami mendapat kehormatan untuk mengajar adik-adik siswa siswi kelas V dan VI di Sekolah ini. Kesepuluh peserta Sesdilu 61 dibagi untuk mengajar ke 5 kelas SD. Tema kegiatan mengajar adalah berbagi inspirasi terbaik, cerita tentang kehidupan sebagai diplomat, keriaan dan motivasi, melalui bahan ajar yang sudah kami siapkan sebelumnya.
Saya dan rekan saya, Ika, mendapat kesempatan mengajar di kelas VI C. Ada 24 siswa dan siswi. Tampak wajah mereka yang ceria membuat kami tak canggung dan lebih semangat. Untuk mencairkan suasana, kelas kami mulai dengan menyanyikan lagu "Disini senang, disana senang" dan "If you're happy and you know it".
ADVERTISEMENT
Kami takjub karena adik-adik ini dengan lancar melafalkan setiap kata dalam lirik lagu barat ini. Penasaran, saya bertanya kepada Ibu Fin, sang Wali Kelas. "Disini bahasa inggris hanya menjadi muatan lokal dan diberikan 1 kali dalam seminggu saja. Gurunya hanya 1 orang untuk semua kelas", imbuhnya. Saya pun tercengang dan terenyuh di saat yang bersamaan.
Adik-adik ini satu-satu mengacungkan tangan untuk menjawab pertanyaan dari kami. Binar mata mereka tampak antusias ketika kami bercerita tentang pekerjaan sebagai diplomat dan rasanya menjalani kehidupan di luar negeri. Dengan lancar pula, beberapa dari mereka bertukar cerita kepada kami, tentang daerah kampung halaman mereka. Beberapa anak memiliki orang tua pengungsi Timor Leste. Yang lainnya berasal dari Flores dan Papua serta Belu. Mereka pun berbagi mimpinya dengan kami. Lidia, Robert, Diana, dan adik-adik lainnya sudah punya cita-cita. Suatu hari, mereka ingin menjadi tentara, dokter, suster dan romo. Setelah mendengar cerita kami, beberapa anak bahkan ingin menjadi diplomat.
ADVERTISEMENT
Dua jam berlalu dengan cepatnya. Padahal kami masih menikmati suasana belajar mengajar ini. Hanya sedikit sekali informasi yg kami bisa bagi. Sebaliknya, kami mendapat banyak inspirasi dari cerita adik-adik ini. Keberanian untuk bercerita disertai sopan santun dan keramahan yang tulus jelas mereka tunjukkan. Mengakhiri kelas dengan keriaan, kami pun tak lupa foto bersama.
Inspirasi pun kami dapatkan dari bapak dan ibu para kepala sekolah dan guru se-Kabupaten Belu. Dalam pertemuan yang difasilitasi oleh Kepala Dinas Pendidikan Kabupaten Belu, Marsianus Loe Mau, (16/8). Mewakili Sesdilu 61, beberapa rekan menyampaikan sharing. Sebaliknya, kami mendapatkan cerita tentang sepak terjang para pendidik dengan segala keterbatasan.
Merenda Masa Depan Cerah di Belu: Antara Asa dan Keterbatasan (1)
zoom-in-whitePerbesar
Seorang Ibu Guru bercerita tentang suka duka mengajar di Belu. (Foto: Dok. Pribadi)
ADVERTISEMENT
Ada sekitar 70.000 pelajar di Kabupaten Belu yang bersekolah di 148 Sekolah Dasar hingga Perguruan Tinggi. Sebagian besar institusi pendidikan ini memiliki akses internet yang terbatas atau nyaris tidak ada, untuk mencari informasi. Selain itu, sebagian besar sekolah tidak memiliki perpustakaan. Jika ada, perpustakaan tersebut memiliki buku koleksi yang sangat sedikit. Meskipun telah ada beberapa bantuan baik dari pemerintah pusat dan daerah maupun pihak asing, fasilitas pendidikan belum cukup mumpuni dan merata di semua wilayah.
Selain itu, sekolah tersebut memiliki tenaga pengajar yang terbatas. Beberapa sekolah pun mempekerjakan sebanyak 14 guru komite yang hanya menerima upah jasa sebesar Rp 240.000,00 setiap bulannya. Itupun diambil dari dana sekolah. Para pengajar juga mengeluhkan, membeli pulsa untuk kuota internet adalah pengeluaran yang cukup berat bagi mereka. Ketiga kendala utama tersebut telah lama mereka hadapi. Mereka sangat mengharapkan adanya jaringan internet wifi dan buku referensi bagi siswa dan guru.
ADVERTISEMENT
Namun, meskipun serba kekurangan, para pahlawan tanpa jasa ini dengan gigih memperjuangkan hak dasar generasi penerus Belu. Dengan minimnya fasilitas pendidikan, anak-anak didik mereka tetap memiliki semangat sangat tinggi untuk belajar dan maju.
Merenda Masa Depan Cerah di Belu: Antara Asa dan Keterbatasan (2)
zoom-in-whitePerbesar
Sharing antara peserta Sesdilu 61 dan para pendidik di Belu. (Foto: UPT Sesdilu, Kementerian Luar Negeri)
Kepada bapak dan ibu pendidik, kami menyampaikan apresiasi setinggi-tingginya. Usaha mereka membantu anak-anak mewujudkan mimpi mereka perlu terus dipelihara dan didukung. Rasa salut kami juga kami berikan atas keberhasilan para pendidik dan tentunya orangtua dalam menanamkan pendidikan karakter dan budi pekerti luhur di dalam jiwa anak-anak mereka.
Mengajar adik-adik kelas VI SDN Wirasakti menjadi pengalaman tak terlupakan bagi kami. Kami menyaksikan sendiri ada asa di Belu.
ADVERTISEMENT
"Give and you will receive more". Alih-alih memberi dan berbagi, kami mendapat banyak sekali pengalaman dan pelajaran yang tentunya akan menjadi pembelajaran dan pedoman kami dalam mengabdi kepada negeri ini.
Perjalanan kami ke Belu juga menjadi refleksi spiritual yang menggugah nilai kemanusiaan kami. Betapa kami harus lebih bersyukur dan lebih banyak berbagi.
Kembali ke Jakarta, kami pun bertekad. Segala upaya dan kerja kami, kini dan nanti, harus kami landaskan pada komitmen untuk mewujudkan kesejahteraan dan keadilan sosial bagi seluruh rakyat negeri ini.
Terima kasih banyak, adik-adik, Bapak dan Ibu Guru di Belu, atas inspirasi dan semangat meraih mimpi yang telah dibagikan kepada kami.