Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Ketjoe Gendong Lothong: Pimpinan Bandit yang Membuat Penguasa Banyumas Mudik
7 November 2022 15:47 WIB
Tulisan dari Juli Prasetya tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kisah Ketjoe Gendong Lothong belum pernah diangkat secara sempurna, jarang yang tahu sosok dan siapa d
ia sebenarnya, tak banyak sumber sejarah yang menulis tentang dirinya, entah dari catatan arsip atau buku yang merekam sepak terjangnya. Padahal, boleh jadi Gendong Lothong merupakan tokoh pertama sekaligus pemimpin gerakan sosial politik dan ekonomi pertama di Banyumas yang berani merongrong kekuasaan bupati saat itu. Untung saja R. Aria Wirjaatmadja, seorang Patih Purwokerto berhasil menyadap sedikit banyak tentang sepak terjangnya dalam karya Babadnya, yang ditulisnya atas perintah Asisten Residen Purwokerto W.P.D de Wolff van Westerrode, pada tanggal 25 Oktober 1898.
ADVERTISEMENT
Dalam Babad Banjoemas Wirjaatmadjan dijelaskan sekilas mengenai siapa Gendong Lothong yang melakukan perlawanan atau resistensi terhadap penguasa Banyumas yang menjabat kala itu, Tumenggung Toyakusuma (1780-1786), dengan aksi-aksinya yang membuat kerusuhan di Banyumas. Wirjaatmadja menulis;
“Ing wektoe poenika ingkang dados boepati ing Kaboepaten Banjoemas kaselan dede tedak Wirasaba kagentosan prijantoen saking Kartasoera, adjoedjoeloek Toemenggoeng Tojakoesoema, katelah Toemenggoeng Kemong (awit asring sanget oendang-oendang mawi naboeh bende) ananging Toemenggoeng Tojakoesoema poenika boten lami ladjeng kaoendoer saking kalenggahanipoen, amargi sadangoenipoen pijambakipoen dados boepati, nagarinipoen katah sanget reresah pandoeng, obar-obaran grija oetawi ketjoe, boten amoeng ing doesoen-doesoen kemawon, dalasan ing kita oegi wonten. Reresah poenika boten angadjawi namoeng saking pandamelipun para poetra santananipoen Toemenggong Mertanegara ingkang sampoen seda kaokoem, dene ingkang dados loerahing ketjoe tijang nami Gendong Lotong ing doesoen Sigaloeh. Nalika Toemenggoeng Tojakoesoema kaantjam-antjam bade kaketjoe, ladjeng lolos loemadjeng dateng Kartasoera, ngantos kalerehaken saking kalenggahanipoen” tulis Wirjaatmadja dalam karya babadnya.
ADVERTISEMENT
“Waktu itu yang menjadi Bupati Banyumas diselani/diselingi oleh tokoh yang bukan keturunan Kadipaten Wirasaba, digantikan oleh bangsawan dari keraton Kartasura yang bergelar Tumenggung Toyakusuma. Namun dikenal juga dengan Tumenggung Kenong (Kemong), karena setiap menyampaikan pengumuman selalu memukul kenong. Namun Tumenggung Toyakusuma tidak lama berkuasa, karena kemudian mengundurkan diri dari kedudukannya, sebab selama menjabat bupati, Kabupaten Banyumas banyak mengalami kekacauan. Dari mulai pencurian, pembakaran rumah, juga perampokan oleh para begal. Tidak hanya di desa-desa saja kekacauan itu terjadi, namun juga merambah ke kota pemerintahan. Sebetulnya seluruh kekacauan itu dilakukan oleh para keluarga Tumenggung Mertanegara yang sudah meninggal dihukum itu. Salah satu pemimpin perampok bernama Gendong Lotong, yang berdiam di desa Sigaluh. Suatu ketika Tumenggung Toyakusuma diancam oleh Gendong dan akan dirampok rumahnya. Karena ketakutan ia pun melarikan diri ke Kartasura. Dengan tindakan itu ia dianggap sebagai pejabat yang tidak bertanggung jawab, akhirnya dipecat dari jabatannya” Babad Banjoemas Wirjaatmadja terj. NasSirun PurwOkartun
ADVERTISEMENT
Dari tulisan ini setidaknya kita bisa meraba-raba kemungkinan-kemungkinan, apa motif Gendong Lothong dan siapa Gendong Lothong sebenarnya. Ia adalah pemimpin kecu, rampok atau bandit yang bermarkas di Sigaluh. Gendong menjadi otak kerusuhan, pemimpin perampokan dan pembakaran di desa-desa Banyumas bahkan kerusuhan mencapai ke kota kabupaten. Jika meminjam istilah dari Suhartono yang menukil Hosbawm, dalam Jawa Bandit-bandit Pedesaan, Studi Historis 1850-1942, Gendong Lothong bukanlah bandit biasa yang melakukan kejahatan dengan merampok tanpa latar belakang apapun. Gendong bisa digolongkan sebagai bandit sosial yang merampok dilatarbelakangi oleh kepentingan sosial-politik.
Gendong Lothong berasal dari Desa Sigaluh, sebuah desa yang sekarang berada di Kecamatan Sigaluh, Kabupaten Banjarnegara (perbatasan antara Banjarnegara-Wonosobo). Gendong kemungkinan besar, masih kerabat jauh trah Yudhanegara, dan kemungkinan lainnya ia adalah orang suruhan keluarga Yudhanegara untuk membuat kekacauan, dengan aksi pembakaran dan perampokan di Banyumas.
ADVERTISEMENT
Jika ia masih kerabat jauh Yudhanegara, maka sangat beralasan jika pergantian kepemimpinan di Banyumas itu membuat ia geram dan marah pada penguasa saat itu, sebabnya Bupati Banyumas sebelumnya, yakni Yudhanegara IV dipecat oleh raja karena dianggap akan memberontak kepada raja dan kemudian digantikan oleh Tumenggung Toyakusuma dari Keraton Kartasura yang notabene bukan putra asli Wirasaba.
Gendong Lothong kemudian bekerja sama dengan sisa-sisa keluarga Tumenggung Mertanegara (Yudhanegara I yang dihukum mati oleh raja) yang masih memikul dendam lama di dadanya, mereka kemudian membuat kekacauan sebagai bentuk protesnya pada raja dan bupati. Sebagai pimpinan para kecu dari dunia bawah, Gendong sudah barang tentu memiliki kesaktian dan kharisma, sebagai syarat utama untuk menjadi pimpinan kecu dan mengumpulkan bandit-bandit yang tersebar di Banyumas, dan memimpin mereka untuk membuat kekacauan dan kerusuhan dengan membakar, merampok desa-desa, bahkan sampai ke kota kabupaten.
ADVERTISEMENT
Tak berhenti sampai di situ, Gendong Lothong bahkan disebut oleh Prof. Sugeng Priyadi dalam bukunya Sejarah Kota Banyumas 1571-Hingga Kini sebagai pemberontak. Karena berani mendatangi sang Bupati dan mengancamnya akan menjadi target kecu selanjutnya jika tidak berhenti dari jabatannya. Sehingga atas ancaman itu kemudian Tumenggung Toyakusuma yang menjabat sebagai Bupati Banyumas saat itu lari “mudik” ke Kartasura, dan pada akhirnya dipecat karena dianggap tidak bertanggung jawab.
Hubungan antara Gendong Lothong dan trah Yudhanegara menjadi semakin terlihat, ketika melihat sejarah trah Yudhanegara, karena trah ini adalah satu-satunya trah yang berani mengusik keputusan raja dan melakukan hal-hal yang dianggap aneh, mbalela, dan bertentangan dengan raja. Sugeng Priyadi dalam bukunya Mentalitas Orang Banyumas menjelaskan 4 watak pokok atau watak inti orang Banyumas dalam lingkaran pertama psikologi manusia Banyumas yakni; Cablaka (apa adanya), berjiwa egaliter, berjiwa bebas /merdeka dan berjiwa vulgar.
ADVERTISEMENT
Mentalitas inilah yang kemungkinan membentuk watak Gendong Lothong dan trah Yudhanegara. Ini kemudian bisa terlihat dari peran Yudhanegara I sampai V. Dari kelima Yudhanegara itu, hanya Yudhanegara III yang dianggap sukses dan berhasil menjadi pejabat pemerintahan, karena setelah selesai menjabat sebagai Bupati Banyumas (1749-1755), ia kemudian diangkat menjadi Patih di Kesultanan Yogyakarta dengan gelar Danureja I (1755-1799). Sedangkan Yudhanegara yang lain tidak demikian nasibnya. Nasib Yudhanegara yang berjiwa, cablaka, egaliter dan merdeka ini, jika tidak dihukum mati, ya dipecat dari jabatannya.
“Sehingga di kemudian hari ada pameo bahwa keturunan Yudhanegara tidak layak menjadi pejabat. Dan Yudhanegara V disebut juga sebagai Yudhanegara Pamungkas, karena setelah itu tidak ada lagi keturunannya yang menyandang gelar Yudhanegara” tulis Sugeng Priyadi, dalam “Sejarah Trah Yudanegaran Banyumas” Jurnal Humaniora Volume 16, No. 3. Ini tentu saja bukan soal kinerja buruk atau kelakukan bejat dari trah Yudhanegara, tapi lebih ke sikap politik raja yang tidak ingin titah dan kekuasannya dibantah atau diusik oleh orang yang hanya berpangkat sebagai adipati atau bupati.
ADVERTISEMENT
Dan sekali lagi, hal inilah yang kemungkinan besar menjadi motivasi Gendong Lothong sebagai bandit sosial yang memiliki tujuan sosial, ekonomi, politik yang jelas dengan melakukan kerusuhan di desa-desa dan bahkan sampai di kota kabupaten, dan lebih jauh lagi ia bahkan mengancam Tumenggung Toyakusuma sebagai target kecu selanjutnya. Sehingga hal ini membuat Tumenggung Toyakusuma gentar dan memilih pulang “mudik” ke kampung halamannya di Kartasura. Gendong Lothong adalah satu-satunya pimpinan bandit yang tercatat dalam sejarah Banyumas, yang membuat Penguasa Banyumas kala itu “mudik”.