Konten dari Pengguna

Transformasi Budaya: Membangun Budaya Kerja yang Produktif di Indonesia

Julpadli
Saya seorang Banker dan alumnus S1 IESP pada Universitas Mulawarman Samarinda. Belajar menulis sebagai terapi.
29 Februari 2024 10:07 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Julpadli tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kerja di kantor. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kerja di kantor. Foto: Aditia Noviansyah/kumparan
ADVERTISEMENT
Kata budaya berasal dari bahasa Sansekerta yakni buddhayah yang merupakan bentuk jamak dari kata buddhi yang diartikan sebagai segala hal yang berhubungan dengan budi dan akal manusia. Secara praktis semua orang melakukan aktivitas berpikir (mengingat, menganalisa, memahami, menilai, menalar, membayangkan dan berbahasa). Aktivitas tersebut merupakan upaya manusia dalam menjawab persoalan tentang jati dirinya (antroposentris), lingkungannya (biosentris) dan asal kehidupannya (teosentris). Sesederhana apa pun pemikiran tersebut, akan menghasilkan tata nilai dan budaya manusia itu sendiri.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya manusia berpikir bahwa perubahan lingkungannya merupakan suatu peristiwa luar biasa yang diluar nalar dan kemudian menjadi misteri. Kemisteriusan alam semesta memunculkan ide bahwa ada “sesuatu” di balik peristiwa tersebut yang mengendalikan alam semesta sebagai sumber kehidupan.
Inilah buah pikiran manusia yang paling awal yang kemudian dikenal dengan istilah monotheisme sederhana (kepercayaan terhadap 1 sumber kehidupan). Tata nilai yang dihasilkan tersebut kemudian disampaikan, dicatat dan dipercayai secara turun-temurun sehingga melembaga menjadi budaya dan bersifat mengikat. Fase ini disebut fase budaya mitos dengan tradisinya berupa pemujaan terhadap benda-benda material.
Mitos secara tidak langsung dapat mengkontruksi cara pandang dan kesadaran masyarakat yang pada akhirnya membentuk sebuah keyakinan dan nilai budaya sehingga mempengaruhi tindakan, sistem komunikasi, pembagian tugas antar anggota masyarakat dan hubungan antar makhluk. Mitologi menjadi sangat penting dalam mengkaji socio-kultural masyarakat atau dapat dikatakan bahwa mitos dapat menjadi sumber epistemik terutama dalam pencarian nilai-nilai luhur.
ADVERTISEMENT
Seiring dengan perubahan pada lingkungan sekitarnya tersebut di atas dan interaksi dengan sesamanya, aktivitas berpikir pun mengalami perkembangan. Dengan aktivitas berpikirnya, manusia mulai menjawab persoalan fenomena alam. Pada fase ini, manusia telah mengajukan hipotesa terkait asal usul alam semesta.
Pada periode selanjutnya pemikiran manusia makin kritis dan berkembang. Perkembangan pemikiran itu kemudian mendorong lahirnya budaya dan teknologi baru yang bertujuan awalnya adalah memudahkan manusia dalam menjalani aktivitas kehidupan hariannya.
Pada abad modern, ketika dunia mulai masuk ke fase industrialisasi, manusia telah dikuasai oleh ilmu pengetahuan dan teknologi yang menyita waktu dan perhatian manusia untuk mengejar keuntungan semaksimal mungkin mengakibatkan terjadinya keadaan di mana manusia terasing dengan dirinya sendiri.
ADVERTISEMENT
Kita temui pada wilayah negara dengan tingkat kemakmuran yang tinggi (industri maju) juga pada saat yang sama merupakan negara dengan tingkat bunuh diri yang tinggi. Kondisi ini dikenal dengan istilah alienasi atau dehumanization yang dapat diartikan sebagai kondisi kejiwaan terpisahnya makna manusia dan kemanusiaan.
Indonesia, dengan keberagaman budaya dan lanskap sosialnya yang kaya, terus mengalami perkembangan yang signifikan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk budaya kerja. Namun, bagaimana transformasi budaya memengaruhi cara kita bekerja di Indonesia? Mari kita telaah lebih dalam.

Pergeseran Nilai dan Norma

Perubahan budaya kerja di Indonesia tercermin dalam pergeseran nilai dan norma yang mempengaruhi interaksi di tempat kerja. Dahulu, hierarki yang kuat dan otoritas yang tidak diragukan menjadi norma umum di banyak organisasi. Namun, dengan masuknya generasi baru pekerja, terutama mereka yang tergolong sebagai Generasi Y dan Generasi Z, kita menyaksikan permintaan akan lingkungan kerja yang lebih kolaboratif dan inklusif.
ADVERTISEMENT

Kolaborasi dan Inovasi

Transformasi budaya kerja menuju pola yang lebih kolaboratif memungkinkan adanya ruang untuk inovasi. Tim yang terdiri dari beragam latar belakang dan perspektif cenderung menghasilkan ide-ide baru yang segar dan solusi-solusi kreatif untuk masalah-masalah yang kompleks. Inisiatif-inisiatif seperti coworking spaces dan platform kolaboratif online semakin menjadi tren di kalangan pekerja muda yang ingin terlibat dalam proyek-proyek yang memberi mereka kesempatan untuk berkontribusi secara signifikan.

Fleksibilitas dalam Cara Bekerja

Selain itu, kita juga menyaksikan peningkatan permintaan akan fleksibilitas dalam cara bekerja. Konsep "kerja dari mana saja" semakin diterima secara luas, terutama dengan berkembangnya teknologi yang memungkinkan kolaborasi jarak jauh. Banyak perusahaan di Indonesia mulai mengadopsi kebijakan kerja fleksibel yang memungkinkan karyawan untuk mengatur jadwal mereka sendiri, selama mereka dapat menyelesaikan tanggung jawab mereka dengan efektif. Hal ini tidak hanya meningkatkan kepuasan dan kesejahteraan karyawan, tetapi juga meningkatkan produktivitas secara keseluruhan.
ADVERTISEMENT

Keterlibatan dan Pembelajaran Berkelanjutan

Transformasi budaya kerja juga mencakup peningkatan keterlibatan karyawan dan penekanan pada pembelajaran berkelanjutan. Perusahaan yang sukses menyadari pentingnya mengembangkan karyawan mereka secara terus-menerus, baik melalui pelatihan formal maupun pengalaman belajar yang lebih informal. Budaya yang mendorong pertumbuhan pribadi dan profesional menciptakan lingkungan di mana karyawan merasa dihargai dan termotivasi untuk memberikan yang terbaik.

Tantangan dan Peluang

Meskipun transformasi budaya kerja menjanjikan banyak manfaat, tidaklah tanpa tantangan. Salah satu tantangan terbesar adalah menyeimbangkan antara tradisi dan inovasi. Beberapa organisasi mungkin menghadapi hambatan dalam mengubah norma-norma yang telah lama terbentuk dalam budaya kerja mereka. Selain itu, teknologi yang berkembang dengan cepat juga menimbulkan tantangan baru, seperti kebutuhan untuk melindungi privasi data dan menjaga keseimbangan antara kehidupan kerja dan kehidupan pribadi.
ADVERTISEMENT
Namun demikian, transformasi budaya kerja di Indonesia juga membawa banyak peluang. Dengan mengadopsi budaya kerja yang inklusif, kolaboratif, dan fleksibel, perusahaan dapat meningkatkan daya saing mereka di pasar global. Karyawan yang merasa dihargai dan diberdayakan cenderung lebih termotivasi dan produktif, yang pada gilirannya dapat berkontribusi pada pertumbuhan dan kesuksesan jangka panjang perusahaan.

Kesimpulan

Transformasi budaya kerja di Indonesia mencerminkan perubahan dalam nilai, norma, dan praktik-praktik yang membentuk cara kita bekerja. Dari kolaborasi dan inovasi hingga fleksibilitas dalam cara bekerja, kita menyaksikan evolusi yang menarik dalam dunia kerja. Meskipun tantangan-tantangan tetap ada, peluang-peluang yang terbuka juga melahirkan potensi untuk pertumbuhan dan kemajuan yang signifikan. Dengan terus mendorong perubahan positif dan mengadopsi budaya kerja yang responsif dan inklusif, Indonesia dapat mengukuhkan posisinya sebagai pusat inovasi dan keunggulan di tingkat global.
ADVERTISEMENT