Cindakko, COVID-19, dan Cuti Bersama yang Tidak Berlaku

Jumadil Awal
Solo Explorer, Filmmaker & Freelance Documentary Photographer based in Makassar, Indonesia.
Konten dari Pengguna
5 Desember 2020 13:07 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jumadil Awal tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Beberapa anak dusun Cindakko sedang bermain saat siang hari setelah mereka pulang dari sekolah di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
zoom-in-whitePerbesar
Beberapa anak dusun Cindakko sedang bermain saat siang hari setelah mereka pulang dari sekolah di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cindakko adalah nama dusun yang berada di Kabupaten Maros yang letaknya berada di wilayah perbatasan Kabupaten Gowa dan menjadi jalur penghubung perdagangan antar dua kabupaten. Cindakko sendiri menjadi tempat penghidupan masyarakat pelosok yang jauh dari kemajuan perkotaan yang memiliki sejarah besar tentang kerajaan suku Bugis - Makassar.
Potret sebuah rumah tradisional dengan berlatar pegunungan yang berada di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
Berbicara tentang pedesaan, tentu kita tahu bagaimana kehidupan yang terjadi disana. Hari-hari yang terasa selalu sama, bangun pagi, pergi berkebun dari pagi hingga sore, makan malam lalu tidur dengan cepat.
ADVERTISEMENT
Tapi, apakah kehidupan masyarakat di desa berpengaruh karena wabah Covid-19? Jawabannya tentu saja berlaku. Saat saya berkunjung ke dusun cindakko pada pertengahan November 2020 lalu, saya mendapati banyak kabar disana saat pertama kali Covid-19 muncul, saya juga dihadapkan dengan banyak pertanyaan tentang bagaimana kehidupan di kota saat masyarakat tidak diperbolehkan keluar rumah dan beraktifitas oleh pemerintah setempat.
Terlihat seorang warga sedang membawa sekarung padi ke tempat penggilingan di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
Seekor anjing milik warga setempat sedang berbaring disekitar tempat penggilingan padi, di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
Seorang anak sedang duduk sambil memperhatikan beberapa anak yang sedang bermain di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
Tentunya mereka penasaran, sebab kehidupan mereka selama puncak pandemi beberapa bulan lalu tetap seperti hari-hari biasanya, hanya saja mereka tidak diberi izin untuk melakukan perjalanan keluar desa. Saya menceritakan kepada mereka bagaimana ketatnya di kota saat awal hingga puncak pandemi terjadi, mulai dari pecahnya masyarakat berebut makanan di mini market hingga sulitnya menemukan sebuah tisu dan sebotol handsanitizer. Hal-hal yang bagi mereka tidak terlalu penting menjadi sebuah hiburan tersendiri.
ADVERTISEMENT
Lalu, dengan munculnya kabar cuti bersama akhir tahun yang dipangkas oleh pemerintah. Masyarakat dusun cindakko tidak terlalu memperdulikannya, karena bagi mereka tanggal merah hanya sebuah angka berwarna yang tidak mempengaruhi aktivitas dan kehidupan bertani mereka.
Beberapa anak sedang bergegas untuk bersekolah saat pagi hari di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
Seorang anak sedang mencuci piring setelah makan siang di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
Seorang anak sedang membawa sekarung sekam yang dia ambil dari pabrik penggilingan padi di Dusun Cindakko, Maros, Sulawesi Selatan. (Foto: Jumadil Awal)
Meskipun demikian, cuti bersama akhir tahun yang dikurangi pemerintah punya dampak postif bagi masyarakat di perkotaan, karena kita tahu bahwa jumlah pasien Covid-19 di Indonesia sendiri makin hari jumlahnya makin bertambah. Jika kita masih mengabaikan beberapa hal penting mulai dari pencegahan, hingga cuti yang masih jadi perbincangan panas di meja makan, kita tidak hanya menambah, tapi juga memperparah keadaan. Saya percaya bahwa keadaan ini bisa pulih jika kita sadar diri, dan kita juga tidak ingin terjebak dalam keadaan dan batasan-batasan yang selama ini selalu kita abaikan.
ADVERTISEMENT