Matematika Secuil Harapan Menuju Kesuksesan

Junaidi Fery Efendi
Peneliti dibidang Pendidikan UMSurabaya
Konten dari Pengguna
30 Agustus 2021 18:43 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
8
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Junaidi Fery Efendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pelajaran matematika Foto: Pixzito
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pelajaran matematika Foto: Pixzito
ADVERTISEMENT
Berbicara tentang matematika memang tidak akan ada habisnya, kita akan selalu menemui ilmu ini sejak lahir sampai akhir hayat kita. Dalam level pendidikannya pun, kita lebih banyak menghabiskan waktu dengan ilmu matematika. Namun banyak hal yang membuat orang menjadi ruwet dengan ilmu ini dan kerap kali mendapat stereotype buruk dari kebanyakan peserta didik.
ADVERTISEMENT
Matematika sangat identik dengan angka dan rumus sering kali membuat banyak orang pusing. Apalagi dalam pendidikan kita hanya berapa persen peserta didik yang mendapatkan nilai bagus atau sempurna. Bahkan banyak peserta didik yang mendapatkan nilai jauh dari harapan.
Melihat hal tersebut tentunya akan semakin parah apabila seluruh peserta didik dipaksa untuk mendapatkan nilai yang bagus, hal ini akan membuat mereka semakin tertekan dan terpaksa dengan hal yang tidak mereka senangi.
Bayangkan saja ketika kita tidak suka dengan makanan sate tapi kita dipaksa untuk makan dengan berbagai alasan, maka yang terjadi kita akan muntah dengan makanan tersebut. sama halnya dengan ilmu yang dipaksa masuk ke kita apalagi menjadi syarat ke jenjang yang lebih tinggi yang ada justru kebencian yang muncul bukan kebanggaan memperoleh ilmu itu.
ADVERTISEMENT
Semua anak memiliki kemampuan yang berbeda dan tidak bisa disamaratakan. Menyamaratakan kemampuan peserta didik menjadi tindakan yang tidak adil, apalagi ada judgment yang justru membunuh kreativitas lain para peserta didik.
Kondisi ini memang banyak terjadi di kalangan masyarakat kita, dikarenakan ilmu matematika akan selalu hadir di setiap level pendidikan. Sehingga matematika menjadi ilmu yang selalu dipaksakan kepada peserta didik dan harus “memahami” tentang ilmu ini.
Sumber: unsplash.com
Matematika Tak Semenakutkan yang Dipikirkan
Ilmu matematika yang banyak dianggap menakutkan sejatinya selalu beririsan dengan kehidupan sehari-hari. Yang menjadi masalah adalah bagaimana para tenaga pendidik menyajikan materi matematika dengan cara menyenangkan dan mudah dipahami oleh peserta didik. Tidak hanya sekadar menghafal rumus-rumus saja.
Ilmu matematika merupakan ilmu pasti yang bersifat eksak dan terorganisir. Lebih mudah menentukan apakah pekerjaan yang kita lakukan sudah benar atau belum, sehingga mudah untuk menilai.
ADVERTISEMENT
Matematika juga tidak bisa dihafalkan melainkan harus dipahami konsep pengerjaan secara utuh. Dari situ daya nalar kita akan dengan mudah mengerjakan soal yang diberikan oleh tenaga pendidik. Sehingga kita tidak akan pusing menghafal rumus-rumus matematika yang sangat banyak.
Alah bisa karena biasa, mungkin itu yang paling cocok untuk meningkatkan pemahaman konsep matematika. Semakin banyak kita melatih daya nalar kita antara materi dan kehidupan nyata serta mencoba menjawab soal yang ada, maka akan ada kepuasan tersendiri yang timbul dalam diri kita apabila jawaban yang kita buat benar.
Nah tentunya memang tidak semua peserta didik memiliki semangat dan keinginan yang sama tentang keingintahuan terhadap ilmu matematika. Oleh karenanya kita harus bijak menyikapi hal tersebut terhadap peserta didik.
ADVERTISEMENT
Keluarga Pintu Awal Munculnya Sikap Anak Terhadap Matematika
Terkadang banyak keluarga yang menganggap anaknya luar biasa apabila mendapatkan nilai matematika 10, namun akan menganggap rendah anaknya yang mendapatkan nilai 10 di mata pelajaran lain. Tentunya judgment ini yang membuat anak-anak kita semakin tertekan, belum lagi ada hukuman dalam bentuk fisik ketika anak tidak bisa menjawab soal matematika yang diajarkan oleh orang tua.
Semisal ketika nilai matematika anaknya tinggi maka akan menjadi ajang pamer bagi orang tua terhadap tetangga maupun sanak keluarga. Namun sebaliknya anak akan menjadi aib bagi keluarga ketika nilai matematikanya rendah, bahkan sering kali anak mendapatkan kekerasan verbal maupun fisik ketika nilai matematikanya rendah.
Kekerasan baik dalam bentuk verbal maupun fisik yang diberikan oleh orang tua kepada anak akan membekas ketika anak tumbuh dewasa. Kebencian terhadap matematika akan semakin memuncak ketika tenaga pendidik melakukan hal yang sama dengan apa yang dilakukan oleh orang tua.
ADVERTISEMENT
Justru yang harus dilakukan oleh orang tua adalah memberikan penyadaran kepada anak bahwa semua ilmu yang diajarkan adalah cara bagi mereka untuk meraih kesuksesan. Biarkan anak kita memilih apa yang disenangi jangan paksa mereka untuk pintar terhadap ilmu matematika. Setidaknya ketika hal ini tidak menjadi beban psikis terhadap anak, ketika dewasa anak tidak akan membenci ilmu matematika.
Sekolah Tempat Meyakinkan bagi Anak Belajar Matematika
Pola pikir yang ditanamkan oleh orang tua bahwa semua ilmu adalah jalan menuju kesuksesan perlu didorong oleh institusi formal yang ada. Sejak level PAUD sampai Perguruan Tinggi. Jangan bebani peserta didik kita dengan sikap bahwa mereka harus baik matematikanya baru bisa ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Dan mereka akan gagal ketika nilai matematikanya rendah.
ADVERTISEMENT
Boleh mereka mendapatkan nilai yang bagus di ilmu matematika tapi jangan matikan kreativitas mereka ketika nilai matematikanya rendah. Guru harus mampu melihat heterogenitas kemampuan peserta didik, meskipun hal itu tidak mudah tapi ini menjadi tantangan bagi setiap guru untuk mengasah kemampuan yang mereka miliki.
Matematika tidak akan menyeramkan bagi peserta didik jika kurikulum yang dibuat juga tidak melulu menekankan aspek matematis yang harus dimiliki oleh peserta didik. Apalagi dijadikan sebagai salah satu syarat kelulusan bagi peserta didik untuk ke jenjang yang lebih tinggi. Jangan renggut masa depan mereka dengan tuntutan yang justru mematikan kelebihan yang mereka miliki.
Menyadarkan akan hal ini merupakan tugas bersama baik oleh orang tua, guru maupun pemangku kebijakan. Tanamkan bagi peserta didik bahwa tujuan sukses dalam hidup ketika dia mampu mengimplementasikan ilmu yang mereka dapat sehingga bermanfaat bagi orang banyak, tentu jauh lebih mulia dibandingkan dengan hanya sekadar mengejar nilai yang tinggi namun tidak berguna di masyarakat.
ADVERTISEMENT