Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Meningkatnya COVID-19 Bentuk Kegagalan Literasi Numerasi
30 Juni 2021 15:27 WIB
·
waktu baca 3 menitDiperbarui 13 Agustus 2021 13:45 WIB
Tulisan dari Junaidi Fery Efendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Kecakapan literasi menjadi bagian penting dalam dunia Pendidikan Indonesia saat ini. Kesadaran akan pentingnya pemahaman literasi tidak terlepas dari Gerakan Literasi Nasional (GLN) yang digagas sejak tahun 2016 oleh Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan.
ADVERTISEMENT
GLN merupakan upaya pemerintah dalam meningkatkan kecakapan budaya literasi anak bangsa, dalam rangka menguatkan Gerakan literasi ini pemerintah menggandeng para pakar dan pegiat literasi dalam Menyusun peta jalan Gerakan literasi nasional.
Kecakapan literasi banyak yang menganggap hanya sebuah gerakan baca tulis saja, namun dalam buku GLN Terbitan Kemendikbud mengatakan bahwa cakupan makna dari literasi itu sangat luas.
Literasi sebagai suatu rangkaian kecakapan dalam membaca, menulis serta berbicara, juga kecakapan dalam berhitung serta kecakapan dalam mengakses serta menggunakan informasi dengan baik dan benar sebagai suatu praktik sosial yang mempengaruhi suatu konteks yang ada.
Literasi sebagai suatu proses pembelajaran dengan kegiatan di dalamnya yakni membaca, menulis sebagai penengah untuk merenungkan, menyelidik, menanyakan, serta mengkritisi suatu ilmu dan gagasan yang telah dipelajari. Sebagai suatu teks yang bervariasi mengikuti suatu subjek, tingkatan, serta tingkat kompleksitas bahasanya.
ADVERTISEMENT
Dari beberapa makna tentang literasi salah satunya tentang literasi numerasi di mana kecapakan yang diperlukan adalah kecapakan dalam membaca dan menggunakan angka dalam memecahkan masalah kehidupan sehari-hari.
Lirasi Numerasi
Hasil tes matematika PISA pda tahun 2015 menunjukkan bahwa Indonesia berhasil menduduki peringkat bawah, bahkan di bawah Vietnam. Hal ini menunjukkan bahwa lemahnya kemampuan literasi numerasi yang dimiliki oleh siswa Indonesia. Literasi numerasi sendiri bukanlah hal baru dalam dunia Pendidikan, karena sudah digagas sejak tahun 1959 oleh World Economic Forum.
Literasi numerasi merupakan kecakapan untuk menggunakan berbagai macam angka dan simbol yang terkait dengan matematika dasar untuk memecahkan masalah praktis dalam berbagai macam konteks kehidupan sehari-hari. Coba anda bayangkan ketika kita tidak mengerti tentang skala maka peta hari ini tidak akan pernah ada. Transaksi jual beli di pasar apabila tidak mengerti berhitung maka selamanya akan menggunakan barter.
ADVERTISEMENT
Literasi numerasi sangat dekat dengan kehidupan kita hari ini. Yang menjadi masalah adalah stereotype tentang numerasi yang kerap kali menjadi monster dalam pembelajaran matematika. Sehingga siswa bahkan enggan untuk belajar tentang numerasi. Padahal ketika peserta didik mampu memahami numerasi dengan baik maka kemampuan dalam merumuskan, menerapkan serta menafsirkan permasalahan di berbagai konteks yang berkaitan dengan matematika akan lebih mudah menggambarkan serta memperkirakan fenomena yang akan terjadi.
Salah satu fenomena yang melanda dunia hari in adalah Covid-19, semua negara termasuk Indonesia juga tidak terlepas dari wabah ini. Saat ini saja gelombang kedua meningkatnya penderita semakin hari semakin meningkat, apakah salah satu faktornya adalah lemahnya kemampuan literasi numerasi masyarakat Indonesia?
Kegagalan Memahami Literasi Numerasi
ADVERTISEMENT
Stereotype tentang matematika juga berimbas terhadap kemampuan literasi numerasi masyarakat Indonesia, termasuk dalam membaca kasus Covid-19 saat ini. Sekitar 2,1 juta yang sudah terpapar Covid-19 dan yang meninggal sekitar 57 ribu, namun hal ini juga belum mampu menyadarkan beberapa warga tentang dampak Covid-19 ini.
Entah apakah angka-angka ini hanya sekadar lewat saja dari telinga kiri keluar telinga kanan, atau begitu sebaliknya. Atau angka-angka ini hanya sebagai monster yang lewat begitu saja layaknya pelajaran matematika ketika di bangku sekolah, sehingga tak perlu lagi dipikir terlalu susah karena dianggap tidak penting.
Efek acuh terhadap angka kasus Covid-19 ini merupakan bentuk lemahnya kemampuan literasi numerasi bagaimana kemampuan merenungkan, menyelidiki, merumuskan serta menafsirkan persoalan yang dihadapi. Sehingga mendorong kita untuk lebih paham lagi tentang apa yang sedang terjadi dan bagaimana cara memecahkannya.
ADVERTISEMENT
Lemahnya kecakapan literasi numerasi masyakarat ini membuat segala anjuran atau arahan hanya sebagai angin lalu saja, bagaimana tidak imbauan dari yang ahli di bidangnya pun tidak digubris, menggunakan vaksin tidak mau, melaksanakan protokol kesehatan juga tidak mau, Merasa tidak bergejala dianggap Covid-19 hanyalah konspirasi saja. Ya mungkin karena data statistik yang ada hanya angka biasa saja.
Mungkin keadaan di Indonesia akan baik-baik saja jika masyarakatnya paham data, mampu menganalisis bahkan memiliki kepekaan terhadap numerasi itu sendiri (sense of numbers), maka laju penyebaran Covid-19 ini tidak akan separah hari ini. Masyarakat akan tahu apa yang harus dikerjakan dan apa yang tidak perlu dikerjakan. Mungkin Gerakan Literasi Nasional yang sudah digagas perlu sangat ditekankan pentingnya literasi numerasi tidak hanya sekadar mengejar peringkat dalam PISA namun juga menambah kepekaan masyarakat terhadap fenomena hari ini ataupun di masa yang akan datang.
ADVERTISEMENT