Suaka Politik Nadiem Berbuah Manis

Junaidi Fery Efendi
Peneliti dibidang Pendidikan UMSurabaya
Konten dari Pengguna
1 Mei 2021 12:54 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Junaidi Fery Efendi tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Tepat tanggal 28 April 2021 mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim kembali dilantik dengan jabatan baru sebagai Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Mendikbud Ristek).
ADVERTISEMENT
Banyak pro dan kontra atas dilantiknya Nadiem sebagai Mendikbud Ristek, Sebagian kalangan masih banyak yang menganggap bahwa Nadiem masih layak melanjutkan kepemimpinannya dengan melanjutkan Program Merdeka Belajar, Sebagian kalangan juga menyayangkan sikap Presiden yang melanjutkan Nadiem dengan sederet persoalan yang muncul diwaktu kepemimpinannya.
Terlepas dari itu nyatanya Nadiem hari ini masih menjadi Menteri apakah presiden masih menganggap Program Merdeka Belajar layak untuk dilanjutkan atau banyak faktor lain yang mendorong Presiden untuk tetap melantik Nadiem Makarim sebagai Menteri.
Mendikbud Ristek Nadiem Anwar Makarim. (Dok. kemdikbud.go.id)
Sederet Kontroversi Nadiem
Kontroversi tentang Program Organisasi Penggerak (POP) sebuah program yang membuat gaduh 3 organisasi besar yakni Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) sepakat keluar dari POP dikarenakan proses seleksi yang tidak transparan dan akuntabel, ditambah adanya Putera Sampoerna Foundation dan Tanoto Foundation yang masuk dalam POP.
ADVERTISEMENT
Wacana pembelajaran jarak jauh permanen yang digaungkan Nadiem juga menimbulkan sorotan, bagaimana tidak wacana yang dikeluarkan belum ada kajian secara mendalam dilihat dari efektivitas tujuan dan sasaran. Program yang muncul apakah hanya sekedar pemanis ditengah polemik pandemi ini. Konsep Hybrid dengan penggabungan antara luring dan daring perlu dikaji secara mendalam agar program yang dibuat reliabel tidak terkesan nyaman dihati sipembuat program.
Kerjasama Netflik dengan pelibatan penyedia konten luar negeri dalam proses pembelajaran film dokumenter di TV untuk program belajar dari rumah menuai kritik keras dari Komisi Penyiaran Indonesia. Program ini dianggap sebagai jalan pintas dan kurangnya apresiasi produksi konten dalam negeri. Ada semacam keraguan terhadap daya kreatifitas yang dimiliki anak bangsa, tentunya sangat jauh dengan prinsip revolusi mental.
ADVERTISEMENT
Penggantian UN menjadi Asesmen Nasional sebagai tolak ukur tingkat ketuntasan peserta didik disetiap jenjang juga menimbulkan banyak persepsi tentang efektifitas pengganti UN. Belum adanya aturan baku dan melahirkan program baru tentunya akan membuat suasana gaduh dalam dunia Pendidikan Indonesia.
Konsep Peta Jalan Pendidikan (PJP) dengan menghilangkan frasa agama menuai banyak kritik dari organisasi besar Muhammadiyah, Nahdlatul Ulama dan MUI. Menghilangkan frasa agama dianggap tidak memandatkan agama sebagai landasan kurikulum Pendidikan, penghilangan ini juga merupakan kebijakan inkonstitusional karena dianggap melawan UU Sisdiknas, UUD 1945 dan Pancasila.
Sederet keruwetan dan kegaduhan Pendidikan yang disajikan masih mengokohkan Nadiem sebagai Menteri baru dengan tambahan kewenangan yaitu Mendikbud Ristek, yang awalnya dipisah kemudian kembali digabung oleh Presiden Jokowi. Tentunya banyak kalangan bertanya apa dasar Jokowi menetapkan Nadiem sebagai Menteri ditengah ramainya reshuffle kabinet.
ADVERTISEMENT
Manuver Politik Nadiem
Pertemuan Nadiem dengan Ketua Umum PDIP Megawati Soekarno Putri menjadi Langkah awal Nadiem dalam mencari perlindungan politik. Meskipun pertemuan ini kemudian dianggap hanya pertemuan biasa tidak sedang membicaran tentang reshuffle, namun banyak anggapan bahwa tak mungkin ada asap kalau tak ada api, pertemuan yang sangat jarang sekali dilakukan oleh Nadiem namun terjadi ketika desas desus pergantian kepemimpinan di Kabinet menjadi dasar kuat opini publik yang mengarah Nadiem sedang mencari suaka politik.
Tak berhenti disitu, Nadiem juga melakukan kunjungan ke kantor Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) sebagai bentuk permintaan maaf atas kekisruhan kamus sejarah yang tak mencantumkan perjuangan KH. Hasyim Asyari. Ada dugaan bahwa kekisruhan ini bukan karena faktor kelalaian namun adanya kekuatan yang ingin memecah belah bangsa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Meskipun dengan sederet kontroversi Naidem masih menghiasi Kabinet Indonesia Maju saat ini, Manuver politik yang dilakukan lewat Ketum PDIP dan PBNU melahirkan persepsi publik bahwa Nadiem sedang mencari suaka politik. Manuver politik yang dilakukan Nadiem sejalan dengan apa yang disampaikan oleh Aristoteles (384-322 SM) yang melihat politik sebagai kecenderungan alami dan tidak dapat dihindari manusia. bahwa usaha memaksimalkan kemampuan individu dan mencapai bentuk kehidupan sosial yang tinggi adalah melalui interaksi politik dengan orang lain.
Berpolitik sama halnya dengan berperang. Dalam perang tujuan utama adalah menang, banyak cara yang dilakukan untuk meneguhkan kemenangannya tanpa melihat baik buruknya persepsi publik, misalnya penentuan posisi dalam masyarakat bergantung bagaimana cara orang mempengaruhi pemegang kekuasaan agar menerima pandangannya.
ADVERTISEMENT
Terlepas dari suara sumbang oleh banyak kalangan Presiden Jokowi tidak bergeming sedikitpun terhadap penunjukan Nadiem sebagai Menteri dengan tambahan amanah baru. Apakah ini merupakah hasil dari kerja keras suaka politik Nadiem ditengah ramainya isu reshuffle? Hanya tuhan yang tahu dan faktanya, hari ini Nadiem tetap menjabat sebagai Mendikbud Ristek ditengah sederet kontroversinya.