Konten dari Pengguna

Bersatulah Guru Kreator Konten dan Guru Besar

Juneman Abraham
Psikolog Sosial dan Guru Besar Psikologi pada Universitas Bina Nusantara. Pengurus Pusat, Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI). Menekuni Psikologi Korupsi, Psikoinformatika, dan Psikologi Kebijakan Publik.
28 Juli 2024 8:54 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Juneman Abraham tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi guru di sekolah inklusi. Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi guru di sekolah inklusi. Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Guru kreator konten (GKK) dan guru besar atau profesor (GB) sama-sama guru di Indonesia. Keduanya jarang-kalau tidak pernah-bertemu. Keduanya juga menyimpan persoalan tersendiri. Namun jika keduanya saling menguatkan, dampak positifnya akan besar sekali.
ADVERTISEMENT
GKK merupakan sebutan bagi guru di satuan pendidikan dasar hingga menengah yang aktif membuat dan menyebarkan video di media sosial. Video itu dapat berisi konten pembelajaran, konten kegiatan pribadi sang guru, sampai dengan konten endorsing produk komersial tertentu serta konten yang membahas fenomena yang sedang viral di dunia maya.
Alfian Bahri (2024) menyebut GKK telah menjadi sebuah “kasta” baru dalam dunia keguruan Indonesia, bahkan menjadi mitra Kemdikbudristek untuk mendukung branding program Merdeka Belajar.
Kelebihan GKK adalah kemampuannya membuat konten yang dinamis, komunikatif, engaging, serta memiliki follower setia-khususnya anak-anak muda-yang banyak dan terus bertambah. Tidak heran, bermunculan ruang-ruang pelatihan untuk menjadi GKK yang mengajarkan mulai dari membuat storyboard, bermain peran, hingga teknik penyuntingan video dan pemasarannya.
ADVERTISEMENT
Kendati demikian, beberapa GKK tidak lepas dari kritik, misalnya, konten yang dihasilkan kurang edukatif, penyederhanaan berlebihan terhadap materi belajar, atau terlalu menekankan unsur ketampanan/kecantikan.
Di samping itu, ditemukan ketidakselarasan antara citra yang ditampilkan di media sosial dengan kenyataan praktik GKK dalam pendidikan sehari-hari, hingga pelanggaran privasi siswa yang “diobjekkan” dalam konten media sosialnya, serta pergeseran orientasi utama menjadi menghasilkan uang dari konten.
GB pun akhir-akhir ini banyak disorot, mulai dari persoalan etis dari cara meraih jabatan akademik tertinggi ini, minimnya gerakan sosial dan kontribusi terhadap kebijakan publik untuk mengubah situasi bangsa ke arah yang lebih baik, hingga keterlibatan dalam korupsi ilmu maupun korupsi politik.
Tentu, tidak semua GB dan GKK memiliki persoalan yang disebutkan, namun yang segelintir itu cukup meresahkan para pegiat dan pemangku kepentingan pendidikan hingga masyarakat umum.
ADVERTISEMENT

Produksi Konten

Idealnya, konten yang dihasilkan oleh GKK adalah konten pengetahuan ilmiah dan pendidikan budi pekerti, karena inilah dua tanggung jawab utama guru terhadap peserta didiknya.
Bayangkan jika ada guru yang percaya bahwa bumi itu datar dan menyebarluaskan kepercayaan ini di akun TikTok-nya. Sikap antisains akan berkembang di kalangan siswa bahkan anak-anak muda lain yang menjadi pengikut akun tersebut. Sinyalir ini kiranya tidak berlebihan. Pada 2019, seorang Youtuber, Eno Bening, membagikan informasi adanya 18 hoaks ilmu pengetahuan yang diajarkan oleh para oknum guru di Indonesia.
Di sisi lain, ada kelompok guru lain yang berkarya di perguruan tinggi, yaitu guru besar. Salah satu tugas utamanya adalah menghasilkan pengetahuan. GB dituntut perannya untuk melakukan penelitian dasar, terapan, hingga pengembangan. Harapannya, hasil-hasil riset itu bermanfaat untuk membangun dan memperkaya literasi sampai dengan memperbaiki nasib masyarakat.
ADVERTISEMENT
Berdasarkan regulasi Kemdikbudristek, GB saat ini diminta untuk menerbitkan tulisan-tulisan ilmiahnya untuk mempertahankan tunjangan sertifikasi dosen. Bahkan ada target jumlah publikasi bagi sejumlah perguruan tinggi yang mengejar World Class University Rank.
Berdasarkan data Science and Technology Index (SINTA Kemdikbudristek), dosen yang memiliki publikasi ilmiah di Indonesia berjumlah hampir 283 ribu dosen. Sebanyak 3%-nya merupakan GB (Professor), dan 11% merupakan Lektor Kepala (Associate Professor).
Dengan perkataan lain, terdapat 39 ribu dosen yang sangat mumpuni menghasilkan pengetahuan ilmiah dari berbagai bidang keilmuan, apabila kita mengasumsikan bahwa pengangkatan GB dan Lektor Kepala dilakukan berdasarkan kelayakan (merit system). Jumlah ini belum memperhitungkan lebih dari 650 profesor peneliti dari BRIN yang juga memproduksi pengetahuan ilmiah berdasarkan riset-risetnya.
ADVERTISEMENT

Komunikasi Sains

Sayangnya, banyak pengetahuan ilmiah yang dihasilkan GB berhenti pada medium artikel jurnal dan prosiding konferensi ilmiah. Sebagian bahkan berbahasa penuh bahasa Inggris karena hendak mengejar reputasi seperti terindeks oleh Scopus atau Web of Science.
Padahal masyarakat Indonesia yang membayar pajak berhak atas pengetahuan ilmiah, lebih-lebih yang dihasilkan melalui dana publik, seperti hibah Kemdikbudristek dan BRIN.
Ungkapan ”Prof, No One is Reading You” (Biswas & Kirchhe, dalam The Srait Times, 2015) menggambarkan situasi frustrasi kronis bahwa sebagian besar konten ilmiah yang dimiliki oleh perguruan tinggi dan badan-badan penelitian tidak terhilirkan ke masyarakat maupun pembuat kebijakan publik. Kenyataan ini menunjukkan bahwa GB belum memaksimalkan peran moral dan intelektualnya sebagai teladan agen perubahan dalam masyarakat.
ADVERTISEMENT
Di satu sisi, GKK pandai membuat konten video yang menarik bagi generasi muda dan secara khusus – sebagai guru – menguasai pendekatan pedagogis. Namun tampaknya GKK masih membutuhkan lebih banyak asupan bahan-bahan ilmiah bermutu yang paling mutakhir. Di sisi lain, GB dan Profesor Riset memiliki hasil-hasil riset yang banyak teronggok sebagai makalah ilmiah semata.
Sudah saatnya, Kemdikbudristek membangun program maupun gerakan untuk mengkolaborasikan GKK dan GB secara sistemik agar komunikasi sains tumbuh pesat.

Kolaborasi Berdampak

Dalam Pedoman Operasional Penilaian Angka Kredit Kenaikan Pangkat/Jabatan Akademik Dosen maupun Pedoman Operasional Beban Kerja Dosen, Kemdikbudristek memberikan poin/angka kredit bagi kegiatan dosen menulis buku pelajaran SLTA ke bawah yang diterbitkan dan diedarkan secara nasional.
ADVERTISEMENT
Di era digital, hal itu dapat dijadikan preseden oleh Kemdikbudristek dengan membuat kebijakan yang memfasilitasi dan mengapresiasi kerja-kerja GB dan Lektor Kepala menghilirkan ilmu pengetahuan terdepan (frontiers of knowledge) yang dihasilkan kepada masyarakat pada jenjang sekolah dasar, menengah, maupun publik secara luas melalui konten media sosial. GKK menjadi kolaborator GB dalam menghasilkan konten yang positif dan efektif.
Di tengah-tengah isu uang kuliah tunggal (UKT) yang mahal, pendidikan tinggi yang belum menjadi prioritas APBN, bahkan negara yang “mulai mau melepaskan tanggung jawabnya terhadap pendidikan” (Saldi Isra dalam Uji Materi UU Sisdiknas, 23 Juli 2024), kolaborasi ini menjadi solusi tentatif agar seluruh lapisan masyarakat tetap dapat menikmati pengetahuan yang dihasilkan oleh perguruan tinggi maupun badan riset dan inovasi dengan bahasa yang mudah dipahami oleh mereka.
ADVERTISEMENT
Empat tahun lalu (2020) kita menerima kabar bahwa Haerul, seorang montir di Pinrang, Sulawesi Selatan yang tidak lulus SD, berhasil membuat pesawat ultralight yang terbang dengan ketinggian 20 meter, hanya dengan belajar dari Youtube. Pesawat tersebut kemudian dilirik dan dikembangkan oleh Universitas Hasanuddin.
Dengan GB dan GKK sering bertemu dan menghasilkan konten-konten edukatif-ilmiah terdepan berbahasa Indonesia, niscaya akan semakin besar dan cepat peluang Indonesia melahirkan Hareul-Haerul yang lebih banyak lagi. Terbuka lagi satu jalan menuju Indonesia Emas 2045!