Konten dari Pengguna

Feminisme di Era Media Sosial: Tantangan Miskonsepsi dan Stereotip Gender

JUNIAR MARTHA ADELSINHA BIRE
Mahasiswa Hubungan Internasional UKSW
27 Februari 2025 8:54 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
2
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari JUNIAR MARTHA ADELSINHA BIRE tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Edited by Juniar Martha Adelsinha Bire
zoom-in-whitePerbesar
Edited by Juniar Martha Adelsinha Bire
ADVERTISEMENT
Saat ini teknologi sangat melekat dalam kehidupan setiap masyarakat, tidak dapat dimungkiri bahwa ini menjadi bagian sehari hari, entah itu sosial media, AI (Artificial Intelligence), dan banyak hal lainnya. Adanya globalisasi dan perubahan yang makin modern ini tentunya memberikan dampak bagi struktur dan tatanan dalam masyarakat itu sendiri, mulai dari kehidupan politik, keluarga, kuliner, pendidikan semuanya berubah dikarenakan globalisasi saat ini. Isu sosial yang masih ada sampai hari ini mengenai perempuan juga tidak terlepas, apakah pernah mendengar mengenai feminisme? Dan apa yang terlintas di kepala saat mendengar kata itu?. Feminisme tidak terlalu asing lagi ditelinga kita sekarang ini dan merupakan isu populer di mana mana, isu perempuan ini sendiri hidup dan berakar sampai hari ini dengan sejarah yang panjang. Mari kita lihat bagaimana feminisme di era digital memberikan dampak dalam pandangan dan juga miskonsepsi yang timbul pada masyarakat.
ADVERTISEMENT
Gerakan Feminisme sendiri muncul pada abad ke abad ke-19 sampai awal abad ke-20, yang muncul pertama kali untuk menuntut kesetaraan akan hak perempuan, berfokus kepada eksistensi perempuan itu sendiri dan respons dari ketidakadilan dan ketidaksetaraan yang dialami. Gerakan feminisme dimulai dari barat, namun tidak dapat dimungkiri gerakan ini mendunia dan mengalami pergolakan besar-besaran di berbagai wilayah dunia dengan tujuan yang sama. Kemudian perkembangan feminisme bukan lagi berbicara mengenai hak dasar, namun merambat sampai pada hak dalam politik, dikarenakan melihat adanya maskulinitas politik yang terjadi di mana aktivitas publik didominasi oleh laki-laki. Pergerakan feminisme ini juga terjadi di Indonesia sebagai wilayah timur, dengan karakteristik yang berbeda tentunya baik budaya, agama, adat-istiadat yang memberikan tantangan dan juga hambatan tersendiri.
ADVERTISEMENT
Era serba digital saat ini banyak sekali memberikan peluang dalam setiap gerakannya, perputaran informasi yang sangat cepat setiap saatnya dan juga kemajuan dalam setiap bidang tentunya memberikan dampak besar terhadap pemahaman akan feminisme ini sendiri. Adanya dampak baik buruk dari hal ini, melihat bahwa akses informasi yang ada memudahkan masyarakat untuk lebih peka akan informasi sekitarnya. Seperti media sosial yang memberikan wadah, menjadikan suatu kekuatan baru bagi suara perempuan dan juga menyebarkan gerakan perempuan ini. Banyaknya kegiatan perempuan dan juga organisasi perempuan yang dimudahkan akibat adanya media sosial yang dapat membuat para perempuan dengan visi misi sama turut bergabung dan memperkuat suara mereka. Indonesia sebagai negara yang memberikan kebebasan berpendapat bagi masyarakatnya tentunya menjadi nilai tambah tersendiri terkhususnya mengenai feminisme.
ADVERTISEMENT
Media sosial yang beredar saat ini seperti Instagram, facebook, Tiktok, dan juga aplikasi lainnya hampir digunakan oleh semua kalangan, dampak buruk juga diberikan terutama dalam miskonsepsi mengenai feminisme. Feminisme yang awalnya mengutamakan kesetaraan hak-hak perempuan di lingkungan publik dan hak dasar disalah artikan dan merambat sampai pada kebutuhan domestik. Adanya kesalahpahaman dalam hal ini dikarenakan pengaruh informasi yang didapat dari media sosial, banyaknya masyarakat yang selalu mengambil informasi mentah tanpa memikirkan kebenaran dalam suatu informasi merupakan kelemahan yang menyebabkan kesalahpahaman ini terus berlanjut. Dalam trend Tiktok pada saat ini yang selalu memojokan salah satu gender, seperti tagar “Pria tidak bercerita, namun perempuan harus dimengerti” yang menunjukkan ketimpangan pada satu gender yaitu pria. Para feminisme yang beredar dalam media sosial kebanyakan lebih menunjukkan bahwa keinginan perempuan ingin melawan laki-laki, bukannya woman Vs Patriarchy. Ini merupakan kekeliruan yang muncul dalam memahami feminisme itu sendiri, di mana perempuan merasa dirinya feminisme apabila tidak membutuhkan laki-laki atau ingin menang dari laki-laki.
ADVERTISEMENT
Kemudian Feminisme di era digital yang terlihat adalah perempuan yang memosisikan akan subjek perempuan berdiri sendiri dan memisahkan dirinya dari suatu struktur masyarakat yang ada dan kemudian hal ini memunculkan adanya standar ganda, melihat laki-laki sebagai suatu kelemahan namun di sisi lain mengharuskan laki-laki sebagai suatu maskulinitas yang terkonstruksi. Membicarakan mengenai kesetaraan apalagi mengenai gender memerlukan subjektifitas dan juga objektivitas yang tepat dikarenakan perbedaan kebutuhan dan juga keadilan yang dimaksud pada setiap orang berbeda. Feminisme yang berkembang di era digital saat ini bukan hanya berfokus mengenai perempuan namun juga berimbas pada aspek lain, seperti; laki-laki, lingkungan, anak, yang merupakan bagian dalam feminisme saat ini. Melihat ada bias yang terjadi dikarenakan pemahaman akan feminisme yang makin meluas dan ini dikarenakan pengaruh globalisasi di era modern saat ini.
ADVERTISEMENT
Pengaruh era digital saat ini memang sangat memberikan pengaruh besar terhadap informasi yang dikonsumsi. Sebagai masyarakat negara berkembang sebaiknya jangan cepat menerima dan meyakini semua informasi yang diterima betul adanya dan hidup menurut standar media sosial. Teliti dan juga observasi merupakan langkah yang dapat diambil saat melihat informasi, serta penekanan pemahaman yang berdasar terutama mengenai feminisme, karena kesalahpahaman yang dinormalisasikan akan memunculkan kesalahpahaman baru yang terus berlanjut dan berimbas pada pengetahuan yang ada.