Makna Idul Adha: Teladan tentang Taat, Ikhlas, dan Cinta

Rahmat Fandi Yusup
Humas - Universitas Muhammadiyah Ponorogo, Owner Juragan Media, Frelance Media Kreatif, Desainer dan Editor Video
Konten dari Pengguna
11 Juli 2022 15:01 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Rahmat Fandi Yusup tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Idul Adha atau yang dikenal sebagai Hari Raya Kurban merupakan salah satu hari besar bagi agama Islam. Hari ini memperingati peristiwa Nabi Ibrahim yang mengorbankan putranya untuk Allah Swt. Karena iman dan takwa Nabi Ibrahim, Allah Swt menggantikan putranya dengan domba yang disembelih.
Pelaksanaan Iduladha di Stadion Batoro Katong Ponorogo (Dokumentasi PDM Ponorogo)
Pelaksanaan Idul Adha di Stadion Batoro Katong Ponorogo (Dokumentasi PDM Ponorogo)
ADVERTISEMENT
Perintah berkurban dikisahkan ketika Nabi Ibrahim yang diperintahkan untuk mengorbankan putranya, Ismail. Hal ini ada dalam al quran, surah As Saffat ayat 102 yang berbunyi:
فَلَمَّا بَلَغَ مَعَهُ السَّعْيَ قَالَ يٰبُنَيَّ اِنِّيْٓ اَرٰى فِى الْمَنَامِ اَنِّيْٓ اَذْبَحُكَ فَانْظُرْ مَاذَا تَرٰىۗ قَالَ يٰٓاَبَتِ افْعَلْ مَا تُؤْمَرُۖ سَتَجِدُنِيْٓ اِنْ شَاۤءَ اللّٰهُ مِنَ الصّٰبِرِيْنَ
Artinya : Maka ketika anak itu sampai (pada umur) sanggup berusaha bersamanya, (Ibrahim) berkata, “Wahai anakku! Sesungguhnya aku bermimpi bahwa aku menyembelihmu. Maka pikirkanlah bagaimana pendapatmu!” Dia (Ismail) menjawab, “Wahai ayahku! Lakukanlah apa yang diperintahkan (Allah) kepadamu; insya Allah engkau akan mendapatiku termasuk orang yang sabar.
Kemudian, Allah Swt mengganti anak Nabi Ibrahim dengan seekor domba untuk disembelih. Hal ini ada dalam al quran surah As Saffat ayat 107, berbunyi:
ADVERTISEMENT
وَفَدَيْنٰهُ بِذِبْحٍ عَظِيْمٍ
Artinya: Dan Kami tembus anak itu dengan seekor sembelihan yang besar.
Al-Qur’an menarasikan ritual kurban sebagai sarana hamba untuk belajar mendekatkan diri kepada Allah Swt, sesuai dengan akar katanya “qaraba” “yaqrabu” yang berarti “dekat” atau “mendekatkan”.
Dalam kisah pengorbanan Nabi Ibrahim, putranya "Ismail" dapat diartikan tidak hanya sebagai anak Nabi Ibrahim, tetapi juga sebagai simbol keinginan dan dorongan nafsu untuk menjauhi Tuhannya.
Kita sering mendengar bahwa semua cinta sejati membutuhkan pengorbanan. Syarat pengorbanan adalah apa yang dikurbankan adalah sesuatu yang berharga bagi orang tersebut atau sesuatu yang benar-benar dicintai.
Bagi Nabi Ibrahim, bentuk cinta adalah Ismail. Dia adalah jawaban atas doanya yang telah merindukan seorang anak di rumahnya selama bertahun-tahun. Ketika doa ini diijabah Allah Swt, kecintaan Ibrahim kepada Nabi diuji. Mana yang lebih besar apakah kamu mencintai Tuhan yang dia sembah, atau dia mencintai anak yang paling dia rindukan?
ADVERTISEMENT
Karena ketaqwaan dan keimanan Nabi Ibrahim yang luar biasa, dia mampu memupus segala keraguan dalam hatinya dan melaksanakan perintah Allah Swt dengan penuh keyakinan bahwa putra tercintanya, yaitu “ismail” sejatinya adalah “titipan” tuhan yang dikaruniakan untuknya sehingga Ketika sang Khaliq pemilik segalanya menguji dengan mengambil Kembali apa yang telah Tuhan titipkan, maka hanya ada satu keyakinan, Patuh dan Taat.
Dalam kehidupan kita sehari-hari, kisah nabi Ibrahim dapat menjadi pelajaran untuk kita semua. Sepanjang hidup, kita selalu bergulat dengan nafsu dan ego yang senantiasa menghalangi kita dalam melihat kebenaran dan mendekat kepada-Nya. Entah itu jabatan, kekayaan, kepopuleran, kecantikan, atau apa pun. Kita semua memiliki “Ismail” dalam diri kita masing-masing.
“Ismail'' yang ada pada diri kita saat ini sejatinya hanyalah titipan dari Allah Swt, Ismail berupa jabatan, Ismail berupa harta, Ismail berupa ketampanan dan lain lain, ini merupakan bentuk dari ujian manusia dalam menjalani kehidupan, akankah kita mampu membawa ‘ismail” pada persembahan terbaik kita kepada Tuhan, dengan mendayagunakan apa yang kita miliki untuk kebaikan ? atau sebaliknya “ismail '' yang berada pada diri kita hanya akan menjadi boomerang yang akan menjauhkan kita dari Allah Swt ?
ADVERTISEMENT
Apa yang kita cintai dan banggakan sejatinya hanyalah titipan belaka, tak pantas untuk disombongkan dan dibangga-banggakan, jadikan dia sebagai sarana untuk memantaskan diri, menyeru untuk kebaikan dan meningkatkan ketaqwaan kepada Allah Swt.
Semoga kita termasuk hamba yang beriman dan bertaqwa, bukan termasuk hamba yang serakah dan lalai akan “sejatinya” dirinya dalam episode kehidupan yang telah Allah berikan kepada kita.