Mengenal H.B Jassin sang Pahlawan Bahasa dan Kesusastraan Indonesia

Aulia Tamami
Mahasiswi yang genap berusia 21 dan tinggal di Tangerang Selatan
Konten dari Pengguna
26 Juni 2022 13:58 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Aulia Tamami tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Potret H.B Jassin (sumber: kebudayaan.kemendikbud.go.id)
zoom-in-whitePerbesar
Potret H.B Jassin (sumber: kebudayaan.kemendikbud.go.id)
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Hans Bague Jassin atau disingkat H.B Jassin merupakan seorang yang berpengaruh besar dalam dunia kesusastraan Indonesia. Jassin dilahirkan di Gorontalo, pada 13 Juli 1917. Jassin merupakan putra Gorontalo asli, dalam tulisan karya Basri Amin menyebutkan bahwa Jassin juga dipanggil dengan nama Djamadi. Ia mengenal Sastra saat bersekolah di Hollandsch-Inlandsche School (HIS), sebuah sekolah Belanda untuk bumiputera. Mulai saat itu, Jassin memiliki ketertarikan lebih terhadap dunia Sastra.
Hobi membaca dan mengarang Jassin terus tumbuh seiring waktu, ia menjadikan hobi tersebut layaknya sebuah ibadah. Jassin dengan keahlian tersebut membuat ia dikenal pandai oleh teman-teman sebaya Jassin di Gorontalo. Setelah lulus sekolah dasar di HIS, ia dibawa pergi ke Medan dan disekolahkan di Hogere Burger School (HBS). Takdir membawa Jassin untuk bertemu Chairil Anwar dan seorang wartawan terkemuka Djamuludin Adinegoro yang kelak menjadi pionir jurnalistik dan perkembangan Bahasa Indonesia.
ADVERTISEMENT
Jika Chairil Anwar memiliki takdir sebagai seorang pengarang puisi terkenal Indonesia, Adinegoro dengan peran sentral di bidangnya, maka Jassin memiliki takdir sebagai kritikus Sastra di hidupnya. Memang sedari dahulu kita bersekolah dasar, Bahasa Indonesia bukan saja identik dengan penggunaan Kamus Besar Bahasa Indonesia melainkan, juga mewajibkan kita untuk mempelajari berbagai karya sastra seperti puisi, prosa dan drama. Pembicaraan itu disebut kritik sastra, sebuah pekerjaan yang ditunjukan untuk menilai kelebihan atau kekurangan sebuah karya sastra. H.B Jassin adalah seorang kritikus sastra yang andal dibalik kepribadian yang tenang dan sangat menghindari perdebatan. Sebenarnya, terdapat ciri khas kritik sastra yang dilakukan oleh Jassin. Ia lebih mengutamakan perasaan daripada pikiran. Bagi Jassin, sastra lebih berurusan dengan perasaan daripada dengan pikiran.
ADVERTISEMENT
Bagi sebagian kalangan menyebutkan bahwa Jassin juga dijuluki sang ‘Perawat Sastra’. Serta banyak julukan lain, seperti “Paus Sastra”, “dokumentator sastra”, “pembela sastra Indonesia”, “kritikus sastra”, “juru bicara Angkatan 45”, “redaktur abadi”, dan “penerjemah”. Bahkan, Mahfud MD sebagai Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan pernah berkata bahwa Jassin layak disebut pahlawan budaya Indonesia yang telah berjasa dalam memperkaya khazanah Bahasa Indonesia serta membangun peradaban melalui bahasa dan Sastra Indonesia di bidang pendidikan.
Pertemuan dengan Alisyahbana ternyata membuat karir cemerlang Jassin dimulai. Pertemuan tersebut dalam buku “H.B Jassin sang Perawat Sastra” karya Prih Suharto, membeberkan bahwa Jassin berdebat dengan Alisyahbana. Perdebatan itu menimbulkan kesan khas terhadap Jassin dan membuat Alisyahbana yakin bahwa Jassin cocok ditempatkan di Balai Pustaka. Undangan dari Jakarta telah dikirimkan ke Gorontalo. Akhirnya, Jassin dipercaya menjadi redaktur di Badan Penerbitan Balai Pustaka. Selain itu, ia mulai mengembangkan pengetahuannya tentang dunia sastra dengan menghasilkan berbagai karya sastra, baik berupa kritik karya maupun tulisan non-fiksi. Jassin juga dikenal sebagai seorang pengajar di Universitas Indonesia dan cendekiawan terkemuka Indonesia setelah fokus bekerja di Balai Pustaka hingga tahun 1947.
ADVERTISEMENT
Selain dikenal sebagai kritikus sastra, HB Jassin kerap mendokumentasikan berbagai karya sastra di Indonesia. Pekerjaan ini seperti sebuah hobi bagi Jassin sejak tahun 1933. Jassin mengumpulkan berbagai karya sastra, mulai dari berbagai naskah tulisan tangan asli para pengarang, guntingan pers tentang sastra, surat-menyurat para sastrawan, hingga foto asli para sastrawan dalam berbagai kegiatan sastra. Hobi tersebut turut membantu dirinya dalam dunia mengajar dan belajar di Universitas Indonesia pada tahun 1953. Hingga membuat dirinya ahli melihat perbedaan gaya tulisan dan struktur bahasa dari para pengarang.
Oleh karena itu, bila membicarakan jasa H.B Jassin, kita wajib mengetahui bahwa beliau adalah seorang pelopor pengelompokan para pujangga. Jassin mengelompokkan para pengarang Indonesia ke dalam angkatan-angkatan. Pengarang yang digolongkan ke dalam Angkatan Pujangga Baru adalah Angkatan 45 dan Angkatan 66. Angkatan Pujangga Baru adalah pengarang dan penyair yang karyanya terbit sebelum kemerdekaan Indonesia melalui majalah milik Syahbana. Sedangkan, Angkatan 45 adalah pengarang dan penyair yang karyanya muncul antara tahun 1942 sampai tahun 1945. Karya-karya pengarang Angkatan 45 ini dianggap lebih liar dan menggambarkan semangat kemerdekaan seperti Chairil Anwar yang terkenal di angkatan ini. Terakhir, Angkatan 66, yang berisi para pengarang atau penyair yang menulis antara tahun 1962 sampai tahun 1968. Ditandai dengan banyak karya yang menyajikan gambaran permusuhan antara kelompok sastrawan pendukung PKI dan sastrawan penentang PKI.
ADVERTISEMENT
Selama perjalanan hidupnya, banyak ulasan dan kritik Jassin yang dahulu berserakan dikumpulkan dan diterbitkan oleh orang lain. Jassin dengan inisiatif sendiri juga menghasilkan banyak karya buku, antara lain: Angkatan 45 (1951), Tifa Penyair dan Daerahnya (1952), Kesusastraan Indonesia Modern dalam Kritik dan Esai (4 jilid, 1954— 1967), Chairil Anwar Pelopor Angkatan ‘45 (1956), Tenggelamnya Kapal Van der Wijck dalam Polemik (1963), dan Heboh Sastra 1968: Sebuah Pertanggungjawaban (1970). Karya bunga rampai yang terbit atas inisiatif Jassin adalah Pancaran Cita: Kumpulan Cerita Pendek dan Lukisan (1946), Kesusastraan Indonesia di Masa Jepang (1948), Gema Tanah Air: Prosa dan Puisi (1948), Kisah: 13 Cerita Pendek (1955), Analisa: Sorotan atas Cerita Pendek (1961), Amir Hamzah: Raja Penyair Pujangga Baru (1962), Pujangga Baru: Prosa dan Puisi (1963), dan Angkatan 66: Prosa dan Puisi (1968).
ADVERTISEMENT
Mengenai nama yang diabadikan menjadi nama Pusat Dokumentasi Sastra (PDS) merupakan jasa dari Gubernur Ali Sadikin pada tahun 1970. Koleksi Jassin disimpan di sebuah gedung di kompleks Taman Ismail Marzuki, Jakarta. Gedung itu terletak persis di belakang gedung Planetarium, yaitu tempat bagi orang-orang untuk dapat melihat langit dan ruang angkasa dengan bantuan teropong jarak jauh ukuran besar. Sejak koleksi Jassin diberi tempat khusus, sejak itu pula orang mengenal Pusat Dokumentasi Sastra H.B. Jassin, yang biasa disingkat PDS H.B. Jassin. Di tempat itulah semua koleksi buku dan guntingan koran Jassin disimpan.
Itulah H.B Jassin, seorang yang layak dikenal oleh generasi muda Indonesia. Semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk mengenal sosok pahlawan peradaban dan menarik minat para pembaca dalam mempelajari dunia kesusatraan dan Bahasa Indonesia secara komprehensif.
ADVERTISEMENT