Konten dari Pengguna

Mahasiswa Undip Ubah Limbah Kulit Pisang dari UMKM Selai Jadi Pupuk Organik Cair

Juriah Moelani
seorang penulis amatir dalam media berita , saya bekerja didinas kearsipan di kota Pati
15 Agustus 2024 13:12 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Juriah Moelani tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Pemapaaran dan Pelatihan Membuat Pupuk Organik Cair Dari Hasil Fermentasi Kulit Pisang
Mahasiswa yang tergabung dalam program Kuliah Kerja Nyata (KKN) dari Universitas Diponegoro (Undip) telah berhasil menciptakan sebuah inovasi berbasis sains yang bertujuan untuk mengatasi permasalahan serius yang dihadapi oleh kelompok tani di Desa Wringingitung, Kecamatan Tulis, Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Para petani di desa ini tengah berada dalam kondisi yang cukup memprihatinkan, di mana mereka harus menghadapi tingginya harga pupuk kimia yang tidak sebanding dengan harga jual hasil panen padi dan jagung, yang merupakan komoditas utama mereka. Situasi ini memaksa para petani untuk mencari solusi yang lebih ekonomis, agar mereka dapat mempertahankan produktivitas lahan pertanian tanpa terbebani oleh biaya yang terus meningkat.
ADVERTISEMENT
Dalam upaya membantu para petani di Desa Wringingitung, mahasiswa Undip yang tengah melaksanakan program KKN di desa tersebut, menciptakan sebuah solusi inovatif yang memanfaatkan pendekatan sains dan teknologi dalam bidang pertanian organik. Mereka berhasil mengembangkan sebuah pupuk organik cair yang dibuat dari limbah kulit pisang. Inovasi ini tidak hanya menawarkan alternatif yang lebih murah dan terjangkau bagi para petani, tetapi juga memberikan solusi yang ramah lingkungan dan berkelanjutan dengan memanfaatkan sumber daya lokal yang selama ini seringkali diabaikan.
Pembuatan pupuk organik cair ini memanfaatkan bahan-bahan yang sangat sederhana dan mudah ditemukan di lingkungan sekitar, seperti kulit pisang, air, gula, botol plastik, dan ragi tape. Proses pembuatannya dimulai dengan pengumpulan kulit pisang yang merupakan limbah dari usaha kecil dan menengah (UMKM) yang beroperasi di sekitar desa. Kulit pisang ini kemudian dipotong kecil-kecil untuk mempercepat proses fermentasi, yang merupakan langkah penting dalam pembentukan pupuk organik cair. Potongan-potongan kulit pisang tersebut selanjutnya dimasukkan ke dalam botol yang telah diisi air hingga 3/4 bagian. Untuk mempercepat proses fermentasi, ragi tape yang telah dicairkan ditambahkan ke dalam botol sebanyak tiga sendok teh, serta sedikit gula yang berfungsi sebagai sumber energi bagi mikroorganisme yang berperan dalam proses fermentasi.
ADVERTISEMENT
Botol yang berisi campuran tersebut kemudian ditutup rapat dan diletakkan di tempat yang teduh untuk menjalani proses fermentasi selama tiga hari. Selama proses fermentasi ini, penting bagi para petani atau siapa pun yang melakukan pembuatan pupuk untuk membuka tutup botol setiap hari. Hal ini dilakukan guna melepaskan gas yang terbentuk akibat aktivitas mikroorganisme dalam botol, sehingga mencegah terjadinya ledakan akibat tekanan yang meningkat di dalam botol. Setelah melalui proses fermentasi selama tiga hari, pupuk organik cair yang dihasilkan sudah siap digunakan. Cara pengaplikasiannya pun sangat mudah, yakni dengan mencampurkan pupuk cair dengan air dalam perbandingan 1:10. Sebagai contoh, setengah gelas pupuk cair dicampur dengan air dalam ember kecil, dan larutan ini kemudian bisa langsung disiramkan ke tanaman, khususnya tanaman padi dan jagung yang menjadi komoditas utama di Desa Wringingitung.
ADVERTISEMENT
Penggunaan pupuk organik cair yang dihasilkan dari fermentasi kulit pisang ini menawarkan berbagai manfaat yang signifikan bagi para petani. Selain harganya yang lebih ekonomis dibandingkan dengan pupuk kimia, pupuk ini juga bersifat ramah lingkungan karena memanfaatkan limbah organik yang sebelumnya hanya dibuang begitu saja. Pupuk organik cair ini menyediakan nutrisi yang dibutuhkan oleh tanaman secara alami tanpa meninggalkan residu berbahaya di tanah, yang pada akhirnya membantu menjaga keseimbangan ekosistem pertanian. Dengan beralih ke penggunaan pupuk organik cair ini, para petani tidak hanya dapat mengurangi biaya produksi yang selama ini menjadi beban, tetapi juga turut serta dalam upaya pelestarian lingkungan dengan mengurangi penggunaan pupuk kimia yang memiliki dampak negatif jangka panjang terhadap kualitas tanah dan lingkungan.
ADVERTISEMENT
Inovasi yang dikembangkan oleh mahasiswa KKN Undip ini diharapkan dapat menjadi solusi jangka panjang yang efektif bagi permasalahan yang dihadapi oleh petani di Desa Wringingitung dan daerah-daerah lain yang mengalami kondisi serupa. Dengan adanya pupuk organik cair yang berbahan dasar kulit pisang, para petani kini memiliki alternatif yang lebih terjangkau dan efisien untuk meningkatkan hasil panen mereka, sekaligus mengurangi ketergantungan terhadap pupuk kimia yang mahal. Di sisi lain, inovasi ini juga mendorong peningkatan kesadaran akan pentingnya pengelolaan limbah dan pemanfaatan sumber daya lokal yang ada, sehingga keberlanjutan pertanian dapat terus terjaga. Mahasiswa Undip berharap bahwa solusi ini tidak hanya memberikan manfaat jangka pendek bagi petani di Desa Wringingitung, tetapi juga dapat diterapkan secara luas di berbagai daerah lain di Indonesia yang menghadapi tantangan serupa, sehingga tercipta pertanian yang lebih berkelanjutan dan berwawasan lingkungan di masa depan.
ADVERTISEMENT