Kisah tentang Rizki dan Sisi Lain Diplomasi

Jurman Saputra Nazar
World Traveller, Food Lover
Konten dari Pengguna
25 Agustus 2019 21:04 WIB
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Jurman Saputra Nazar tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Penulis dengan Rizki dan Ibu nya setelah Rizki selesai mendapatkan perawatan
zoom-in-whitePerbesar
Penulis dengan Rizki dan Ibu nya setelah Rizki selesai mendapatkan perawatan
ADVERTISEMENT
Sebagai diplomat, ditugaskan untuk dapat memperjuangkan kepentingan Indonesia di forum internasional seperti PBB merupakan sebuah impian. Kelihatan keren pastinya jika dapat berbicara di forum PBB. Namun, nasib membawa saya ke jalan yang berbeda. Menjelang akhir tahun 2013, kantor menugaskan saya untuk mengabdi selama 3 tahun di KJRI Jeddah. Sebuah tempat yang tidak terbayangkan oleh saya sebelumnya. Tapi perintah adalah tanggung jawab untuk ditunaikan dengan baik.
ADVERTISEMENT
Enam bulan setelah kedatangan saya di Jeddah, pada awal bulan Maret 2014, saya menerima telepon dari salah satu rumah sakit yang menginformasikan bahwa ada satu orang WNI berusia anak-anak sakit keras di rumah sakit tersebut, seraya menyampaikan sebaiknya pihak KJRI Jeddah datang ke rumah sakit.
Bersama dengan satu staf, saya datang ke rumah sakit dan yang saya temui membuat saya terkejut. Yang saya temui bukanlah anak-anak, tetapi bayi berusia 1 tahun 6 bulan berada dalam incubator dengan seluruh tubuh membiru dalam keadaan koma.
Rizki, begitu nama bayi tersebut sesuai informasi dari sang ibu, lahir di Jeddah. Rizki beserta orang tua dan satu kakaknya berasal dari Banjarmasin. Orang tuanya sudah lama berada di Jeddah sebagai pekerja migran Indonesia, namun memiliki status undocumented. Ayah Rizki sudah dideportasi oleh Pemerintah Arab Saudi, sehingga kini hanya Rizki beserta ibu dan kakaknya yang tinggal di Jeddah.
ADVERTISEMENT
Rizki divonis menderita kelainan jantung oleh dokter. Kondisi menyebabkan jantungnya tidak berfungsi normal. Ini merupakan kelainan bawaan yang diidap Rizki sejak lahir. Kelainan jantung ini berbahaya dan mengancam nyawa Rizki, sehingga harus dilakukan tindakan operasi sesegera mungkin. Sayangnya, rumah sakit tempat Rizki dirawat saat itu tidak mampu melakukan tindakan operasi dan menyarankan Rizki dipindah ke rumah sakit yang memiliki tenaga medis dan fasilitas untuk melakukan operasi. Pihak rumah sakit juga menyampaikan bahwa biaya operasi dan perawatan yang akan dilakukan tidak murah.
Setelah melakukan pengecekan ke beberapa rumah sakit di Jeddah, didapatkan rumah sakit sebuah universitas yang memiliki peralatan dan tenaga medis yang siap untuk melakukan operasi. Namun dari situ kemudian diketahui ada beberapa hal yang penting untuk segera diselesaikan.
ADVERTISEMENT
Pertama, masalah pembiayaan. Rumah sakit menyampaikan bahwa biaya yang dibutuhkan untuk operasi dan perawatan pasca-operasi mencapai ratusan juta rupiah. Kedua, Rizki membutuhkan darah golongan B dari setidaknya 10 orang pendonor untuk digunakan selama operasi berlangsung. Ketiga, operasi harus dilakukan secepatnya sebelum kondisi Rizki semakin memburuk.
Saya dan tim KJRI Jeddah kembali ke kantor untuk mempersiapkan surat-surat yang diperlukan. Hasil konsultasi dengan manajemen rumah sakit, diperoleh informasi bahwa biaya operasi dan perawatan bisa dibebaskan jika ada perintah dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi. Surat permohonan pembebasan biaya tersebut disiapkan hari itu juga, dan diantar langsung ke Kementerian Kesehatan Saudi cabang Provinsi Mekah keesokan harinya. Kepada pejabat di Kementerian Kesehatan disampaikan mengenai kondisi dan status keimigrasian Rizki di Arab Saudi. Pejabat tersebut menyampaikan bahwa permohonan akan diproses namun demikian, tidak dapat menjamin akan dikabulkan. Proses tersebut bisa dilakukan beberapa hari sebelum keputusan diambil.
ADVERTISEMENT
Seraya melakukan permohonan pembebasan biaya ke Kementerian Kesehatan Arab Saudi, pencarian donor untuk Rizki juga dilakukan. Yang menjadi target awal adalah para pejabat dan staf KJRI Jeddah yang memiliki golongan darah B. Satu persatu diminta datang ke rumah sakit dan melaksanakan tes untuk mengetahui apakah yang bersangkutan bisa menjadi donor.
Pada saat yang sama proses pemindahan Rizki ke rumah sakit yang baru juga dilakukan. Rizki ditempatkan di High Care Unit yang steril untuk dilakukan observasi dan persiapan pelaksanaan operasi. Pasca-observasi, dokter menyampaikan bahwa operasi Rizki harus dilakukan maksimal 3 hari ke depan, sebelum kondisinya semakin memburuk. Untuk itu, proses pencarian donor darah perlu dipercepat agar didapatkan suplai darah yang cukup pada hari operasi.
ADVERTISEMENT
Suplai darah untuk Rizki didapatkan satu hari dari tenggat waktu yang dijadwalkan atas budi baik masyarakat Indonesia di Jeddah. Setelah suplai darah cukup, dokter menyampaikan bahwa operasi akan dilaksanakan keesokan harinya, untuk itu ada beberapa dokumen yang harus ditanda tangani oleh orang tua Rizki.
Pada saat dokumen disampaikan, sang ibu menolak menandatangani dokumen, dengan alasan sebaiknya ditanda tangani setelah ada persetujuan dari sang ayah. Pembicaraan melalui telepon dari Jeddah ke Banjarmasin pun dilakukan guna menyakinkan sang ayah bahwa operasi harus dilakukan. Dan setelah sedikit berdiskusi, si ayah menyampaikan persetujuannya agar operasi dapat dilaksanakan.
Tanggal 10 Maret 2014 pagi hari, operasi Rizki dilaksanakan. Tim KJRI Jeddah mendampingi selama operasi. Operasi berlangsung sekitar 8 jam dalam suasana cukup tegang karena dokter menyampaikan kemungkinan keberhasilan operasi adalah 50%, hal tersebut juga telah disampaikan kepada orang tua Rizki. Operasi selesai sekitar pukul 4 sore, dan dokter menyatakan operasi berhasil. Namun demikian, kondisi Rizki akan berada dalam masa kritis selama 2 minggu, dan ditempatkan di High Care Unit selama masa kritis berlangsung.
ADVERTISEMENT
Lancarnya operasi masih menyisakan persoalan, yaitu mengenai pembiayaan operasi dan pengobatan. Karena sampai operasi selesai dilaksanakan belum ada kabar dari Kementerian Kesehatan Arab Saudi. Tim KJRI Jeddah kembali menyambangi kantor Kementerian Kesehatan guna menanyakan perkembangan permohonan KJRI Jeddah terkait pembebasan biaya rumah sakit untuk Rizki, dan jawaban yang didapat adalah, permohonan masih dalam proses untuk itu harap bersabar.
Dua minggu berlalu dan Rizki akhirnya melewati masa krisis. Rizki kemudian dipindahkan ke ruang perawatan dalam kondisi jauh lebih baik dan sudah dapat tersenyum saat disapa. Badannya tidak lagi biru, dan raut wajahnya lebih cerah. Namun kejelasan permohonan penghapusan biaya rumah sakit belum juga didapatkan.
Sudah lebih dari satu minggu Rizki berada di ruang perawatan, selama itu pula tim KJRI Jeddah melakukan upaya-upaya agar permohonan pembebasan biaya perawatan Rizki dilakukan. Selain mengupayakan melalui Kementerian Kesehatan, KJRI Jeddah juga menulis surat kepada Gubernur Provinsi Mekah terkait hal tersebut. Upaya-upaya ini akhirnya membuahkan hasil. Selang beberapa hari, pihak manajemen rumah sakit menyampaikan bahwa mereka telah menerima instruksi untuk membebaskan biaya operasi dan perawatan Rizki. Berita yang membahagiakan, namun tugas belum selesai. Rizki beserta ibu dan kakaknya harus dipulangkan ke Indonesia agar bisa berkumpul kembali dengan sang bapak.
ADVERTISEMENT
Upaya pemulangan pun mulai dilakukan. Tim KJRI Jeddah kembali menemui pihak imigrasi Arab Saudi dan menyampaikan kondisi Rizki beserta keluarganya dan memohon agar pihak imigrasi Arab Saudi dapat memberikan izin keluar bagi mereka dan memulangkannya ke Indonesia.
Permohonan ini dikabulkan, dengan syarat Rizki beserta ibu dan kakaknya harus masuk rumah penampungan imigrasi Saudi sementara, guna diproses izin keluar dan kepulangan ke Indonesia. Bukan hal yang mudah, karena untuk kepindahan Rizki ke rumah penampungan imigrasi harus dipastikan Rizki mendapatkan tempat yang bersih dan memiliki sirkulasi udara serta mendapatkan asupan makanan yang baik guna menjaga kondisinya. KJRI Jeddah secara khusus meminta agar Rizki mendapatkan kamar penampungan yang baik serta memastikan untuk dapat membawakan keperluan Rizki dari luar rumah penampungan sementara. Selain itu proses kepulangan Rizki beserta ibu dan kakaknya harus dipercepat.
ADVERTISEMENT
Langkah-langkah yang dilakukan oleh KJRI Jeddah membuahkan hasil baik. Pada tanggal 24 April 2014, Rizki beserta ibu dan kakaknya dipulangkan ke Tanah Air melalui proses deportasi dengan menumpang pesawat Garuda Indonesia. Sampai 1 tahun setelah pemulangan, saya masih berkomunikasi dengan orang tua Rizki guna memonitor perkembangan Rizki pasca-operasi. Rizki diketahui tumbuh dengan sehat sebagai anak yang memiliki jantung normal. Upaya pengobatan dan pemulangan Rizki merupakan bentuk kehadiran pemerintah dalam melaksanakan perlindungan bagi Warga Negara Indonesia di luar negeri.