Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.93.2
Konten dari Pengguna
Getir di Balik Pesona Industri Kecantikan
19 April 2021 11:07 WIB
Tulisan dari Jusman Dalle tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Satu dekade yang lalu, produk kecantikan dan personal care barangkali cuma identik dengan perempuan. Facial wash, facial foam, face toner, sunscreen, dan moisturizer, dulu hanya ada dalam kamus kaum hawa. Namun perkembangan teknologi informasi membentuk kultur baru. Kaum adam pun, kini mengikuti ritual merawat tubuh.
ADVERTISEMENT
Ekstensifikasi ke segmen pasar pria di bisnis yang kental nuansa feminin ini, semakin menunjukkan bila skala industri kecantikan dan perawatan tubuh memang sangat menjanjikan. Bahkan jadi tren. Mengarus bersama gemuruh industri digital yang dimotori oleh e-commerce.
Produk perawatan kulit, wajah, rambut hingga riasan mempercantik kuku, tumpah ruah ditawarkan di berbagai layanan retail online. Baik di marketplace yang khusus menyasar segmen perempuan, maupun di pasar daring yang umum. Primadona industri kecantikan dan perawatan tubuh, juga ditandai lahirnya usaha rintisan yang fokus menggarap segmen prospektif ini.
Angka tersebut meningkat eksponensial seiring menguatnya tren kesadaran perawatan kesehatan. Rutinitas memoles wajah dan melindungi tubuh menjelma sebagai gaya hidup masyarakat urban. Selain itu, ledakan industri kecantikan juga terdorong oleh kampanye para beauty vlogger di berbagai kanal digital.
ADVERTISEMENT
Industri kosmetik mendapat keuntungan dari meningkatnya popularitas saluran media sosial seperti Instagram dan YouTube. Platform ini tidak hanya sangat berpengaruh di antara kelompok tertentu, tetapi juga menciptakan permintaan akan produk kecantikan dan membantu mengisi kesenjangan antara merek kosmetik dan konsumen. Merek-merek baru bermunculan dan diterima dengan baik di pasar.
Tua, muda, lelaki, maupun perempuan, kini larut dalam gegap gempita memoles diri. Berpretensi tampil memukau. Bukan cuma untuk menopang performa di depan publik, namun juga ketika mengabadikan momen dalam bingkai kamera.
Kosmetik telah menjadi fitur esensial. Sangat diperlukan menopang gaya hidup modern individu. Selain itu, pertumbuhan kesadaran tentang penampilan fisik yang selaras dengan daya pikat dari dalam individu (inner beauty), menjadi salah satu faktor pendorong utama penggunaan kosmetik.
ADVERTISEMENT
Namun magnet industri kecantikan juga tak pernah lepas dari sorotan. Ada ragam kontradiksi di balik pesona bisnisnya yang menggiurkan. Seperti halnya yang menjadi perhatian para aktivis global yang menyoroti isu lingkungan dan perlindungan terhadap binatang atau hewan yang kerap jadi objek uji coba produk kosmetik sebelum dilansir ke pasar. Zero Waste melaporkan, bahwa lebih dari 120 miliar unit kemasan kosmetik diproduksi setiap tahun. Sebagian besar di antaranya tidak dapat didaur ulang.
Produk kecantikan itu dikemas dalam plastik. Tube atau wadah pelembab wajah yang terbuat dari plastik melalui proses rekayasa kimia misalnya, memakan waktu hampir 1.000 tahun untuk terurai. Lalu ada kemasan selongsong plastik, sisipan kertas, karton, busa hingga kaca cermin yang semuanya berimplikasi terhadap lingkungan.
ADVERTISEMENT
Aneka produk kosmetik itu, barangkali sukses membuat orang-orang tampil memukau. Pipi cerah merona, air muka bersih dan bening. Namun, dampaknya terhadap lingkungan amat jarang terpikirkan. Di balik kemilau wajah, ada berton-ton tumpukan sampah yang butuh waktu ribuan tahun terurai.
Belakangan, setelah suara tentang bahaya dampak kemasan produk kosmetik terhadap lingkungan semakin kencang, beberapa produsen mulai beralih menggunakan kemasan ramah lingkungan. Bahkan dijadikan gimmick marketing yang digandrungi oleh industri. Hal itu tentu patut diapresiasi, meski kemasan kosmetik ramah lingkungan belum begitu masif dibanding dampak yang ditimbulkan.
Eksperimen Hewan
Isu uji coba kosmetik pada hewan, juga menjadi advokasi kontemporer di industri kecantikan. Sudah bukan rahasia lagi, binatang seperti kelinci, hamster, hingga tikus, kerap jadi objek trial sebelum sebuah produk kecantikan dilansir ke pasar. Namun suara kritik terhadap uji coba seperti itu, semakin kencang disuarakan.
ADVERTISEMENT
Aktivis, jurnalis, publik figur, hingga filmmaker, bahkan membuat wadah-wadah advokasi menyampaikan penolakan. Baru-baru ini, organisasi nirlaba Humane Society International bersama sutradara kawakan Hollywood Taika Waititi bahkan meluncurkan sebuah kampanye global bertajuk “Save Ralph.” Melalui film animasi pendek itu, seekor kelinci didaulat menjadi juru bicara untuk melarang pengujian kosmetik pada hewan.
Film berdurasi 3:53 menit itu, sudah diunggah di YouTube dalam beberapa versi bahasa. Taika Waititi tampil sebagai pengisi suara. Berperan sebagai Ralph. Si kelinci lucu yang dalam film menjadi korban pengujian kosmetik bersama beberapa rekannya. Ralph tampak cedera berat, babak belur setelah menjadi objek serangkaian uji coba produk kecantikan. Ralph juga mengisahkan keluarganya yang mengalami nasib serupa. Namun semuanya tewas saat menjadi kelinci percobaan.
ADVERTISEMENT
Selain Waititi yang dikenal sebagai sutradara sejumlah film Hollywood seperti Thor : Ragnarok (2017) dan Thor : Love and Thunder (2022), "Save Ralph" juga didukung selebritas Hollywood lainnya. Seperti Zac Efron (Baywatch, 2017), Ricky Gervais (Night at The Museum, 2006), Pom Klementieff (Guardian of The Galaxy, 2014, 2017), Tricia Helfer (Walk All Over Me, 2007) dan Olivia Munn (Predator, 2018).
Suara-suara itu direspons positif. Meski memang belum merata di seluruh dunia. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Swiss, Turki, India dan sejumlah negara lainnya menyatakan pengujian kosmetik pada hewan adalah sesuatu yang dilarang.
Sayangnya, kesadaran ini belum begitu terbangun dengan baik di level masyarakat selaku konsumen. Untuk itu, melalui kampanye ini diharapkan dapat lebih membangun kesadaran masyarakat agar tidak ada lagi kelinci ataupun hewan lainnya yang menanggung penderitaan atas nama kecantikan
ADVERTISEMENT