Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.89.0
Konten dari Pengguna
Food Battle: Dim Sum Inc vs Dragon Flames
3 Agustus 2019 16:38 WIB
Diperbarui 6 Agustus 2020 13:18 WIB
Tulisan dari Justian Edwin Food Blogger tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Persaingan bisnis kuliner di Jakarta semakin sengit. Pada 2017 lalu, saya membuat sebuah penelitian yang menghasilkan sebuah temuan bahwa ada kecenderungan orang dewasa muda di kota besar yang menjadi penggerak bisnis kuliner. Penyebabnya hanya satu, yakni bahwa mereka punya kebiasaan makan di luar rumah.
ADVERTISEMENT
Lalu pada 2018, Nielsen mengemukakan temuan bahwa frekuensi makan di luar pada anak muda di Indonesia mencapai sebelas persen, melampaui rata-rata global yang hanya sembilan persen saja.
Dua temuan di atas bisa jadi merupakan alasan mengapa semakin banyak pebisnis membuka bisnis kuliner. Ada yang membidik pasar makanan cepat saji, warung makan, atau kedai kopi susu. Sebuah peluang yang terlihat menarik, namun ketika dijalani terasa seperti peperangan.
Kali ini, saya ingin melihat bagaimana persaingan antara kedua gerai dim sum terkenal di kawasan Kemang, Jakarta Selatan. Nama keduanya tidak asing, Dim Sum Inc dan Dragon Flames. Saya ingin melihat persaingan keduanya dengan kacamata personal, konsumen yang memang hobi menyantap makanan di restoran.
ADVERTISEMENT
Saya berani membandingkan Dim Sum Inc karena sudah pernah mencoba keduanya lebih dari satu kali. Yang menjadi acuan saat membandingkan adalah poin-poin utama yang menurut saya perlu diperhatikan para pebisnis kuliner, di antaranya kenyamanan, pelayanan, harga, lalu rasa. Siapakah pemenangnya? Baca sampai akhir, ya!
Kenyamanan
Untuk kalian yang pernah mencoba nongkrong di Dim Sum Inc pada malam hari, pasti sudah akrab dengan padatnya restoran ini. Jam operasional yang berlangsung selama dua puluh empat jam membuat Dim Sum Inc jadi pilihan utama bagi pemuda urban ketika sedang lapar. Sayangnya, karena terlalu ramai tempat ini jadi sangat bising. Saya tidak kerasan dan ingin buru-buru pergi setelah selesai makan.
Dragon Flames punya konsep unik, karena punya jam operasional yang terkesan tanggung, sembilan belas jam. Yang saya alami, seramai apapun restoran ini, saya memiliki jarak personal dengan pengunjung lain. Saya tidak bisa mendengar obrolan meja sebelah walau tidak ada alunan musik keras. Pendingin udara juga lebih terasa meskipun saya duduk di area merokok.
ADVERTISEMENT
Skor pertama, kita berikan 1-0 untuk Dragon Flames dari sisi kenyamanan.
Pelayanan
Tingkat keramaian pengunjung akan berpengaruh pada pelayanan. Dim Sum Inc memiliki peladen yang lebih sibuk dibanding Dragon Flames. Saat saya bertanya mengenai penjelasan makanan yang disediakan, pekerja Dim Sum Inc paham betul apa yang mereka sajikan, walau terburu-buru.
Dragon Flames memiliki tingkat pelayanan yang lebih personal. Saya masih sempat melihat senyum para pekerjanya saat masuk dan melayani. Pertanyaan mengenai makanan juga tidak terlalu banyak, karena mereka punya foto pada buku menu.
Memperhatikan keseimbangan penilaian, pelayanan kedua restoran ini punya standar sepadan, yang membedakan adalah volume pengunjung saja. Saya rasa angka seri bisa merepresentasikan keduanya. Sampai titik ini, kita punya skor 2-1.
ADVERTISEMENT
Harga
Ini dia poin penting ketika membandingkan dua restoran atau lebih. Sebagai kelas menengah yang punya daya beli biasa saja, seribu rupiah akan jadi berarti bagi saya. Rata-rata selisih harga makanan yang dijual di kedua restoran ini adalah Rp 3.000, dengan Dragon Flames pada sisi yang lebih murah.
Masalah promo, Dragon Flames punya program promo makan siang berupa diskon setengah harga. Durasi promo juga lebih panjang dibanding yang disediakan oleh Dim Sum Inc.
Penilaian saya pada titik ini mungkin terdengar subjektif, tapi mari kita akui bersama kalau promo yang menguntungkan akan membuat kita datang lebih sering atau pesan lebih banyak. Skor sampai poin harga, kita berhenti di 3-1 untuk Dragon Flames.
ADVERTISEMENT
Rasa
Urusan perut boleh jadi yang utama, tapi lidah tetap jadi pintu masuknya. Adalah satu hal yang tidak mungkin bagi kita untuk melupakan soal rasa. Perihal rasa bisa jadi penentu siapa yang jadi juaranya.
Pesanan pertama adalah Shiu May. Rasanya relatif sama, tapi teksturnya jauh berbeda. Shiu May di Dragon Flames lebih kenyal dan ukurannya lebih besar. Saya kira satu sajian ini hanya anomali, tapi ternyata berlaku di sajian lainnya, misalnya Har Gau dan Ceong Fan.
Satu kelebihan lagi dari Dragon Flames adalah makanan penutup yang jadi favorit saya dan teman-teman, yakni puding mangga. Puding mangganya bukan puding instan, lebih terasa seperti Puree yang didinginkan. Segar namun tak terlalu manis. Plus satu poin lagi untuk Dragon Flames.
ADVERTISEMENT
Sampai poin terakhir, kita punya 4-1 dengan Dragon Flames yang keluar sebagai pemenang utama. Bagaimana dengan kalian? Setuju atau punya pendapat lain? Tinggalkan jejak di kolom komentar ya!