Konten dari Pengguna

Demokrasi yang Mendambakan Kesunyian

Juwanda Yusuf Gunawan
Pegawai di Direktorat Jenderal Pajak
23 April 2024 12:47 WIB
·
waktu baca 2 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Juwanda Yusuf Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi kursi parlemen. Foto: Unsplash
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi kursi parlemen. Foto: Unsplash
ADVERTISEMENT
Di tengah kebisingan demokrasi Indonesia, yang penuh dengan kata-kata tapi sedikit makna, terdapat sebuah kebutuhan mendesak untuk merenung dalam kesunyian. Ironisnya, di negara yang ramai dengan janji dan argumentasi, kita sering kali kehilangan esensi dari demokrasi itu sendiri—pembahasan substansial yang berlandaskan data dan permenungan mendalam.
ADVERTISEMENT

Kebisingan yang Menyesatkan

Di Indonesia, demokrasi sering kali terdengar terlalu ribut. Suara-suara yang saling bersaing dalam ruang publik tidak selalu membawa substansi atau kebenaran. Mereka lebih sering menghasilkan kejenuhan karena kegaduhan yang tiada henti. Di balik ribuan kata yang terucap, nyaris tidak ada yang bertransformasi menjadi aksi nyata. Buih janji politik berakhir sebagai mimpi yang tidak pernah terwujud.

Kekuatan Kesunyian dalam Demokrasi

Uniknya, kunci untuk menghidupkan kembali demokrasi yang bermakna bisa ditemukan dalam kesunyian. Kesunyian bukan berarti ketiadaan suara, melainkan sebuah ruang untuk bercengkrama dengan pikiran sendiri dan menemukan kebenaran yang sering tersembunyi di balik hiruk-pikuk kehidupan demokratis. Kebenaran ini adalah fondasi dari argumentasi yang bermakna dan keputusan politik yang substantif.

Perlunya Refleksivitas

Argumentasi, yang merupakan nyawa demokrasi, membutuhkan lebih dari sekadar kemampuan berbicara; ia memerlukan refleksivitas—kemampuan untuk meninjau kembali pikiran dan perasaan sendiri serta mempertimbangkan perspektif orang lain dengan kritis. Namun, refleksivitas ini hanya bisa berkembang dalam kesunyian, sebuah kondisi langka di Indonesia yang selalu ramai dan menghindari kedalaman pemikiran.
ADVERTISEMENT

Dari Omong Kosong ke Diskusi Bermakna

Dalam demokrasi yang ribut, seringkali gosip dan omong kosong mendapatkan panggung utama, menggeser diskusi berbasis data dan analisis mendalam. Akibatnya, keputusan politis yang diambil sering kali kurang berlandaskan pada logika yang jernih dan lebih banyak dipengaruhi oleh narasi populis yang tidak mendukung perkembangan masyarakat secara keseluruhan.

Kesunyian sebagai Solusi

Menanamkan budaya kesunyian mungkin terdengar kontra-intuitif dalam demokrasi, tetapi ini bisa menjadi langkah revolusioner untuk mengembalikan kedalaman dan makna dalam diskusi publik. Dengan merayakan kesunyian, masyarakat bisa mengembangkan pemikiran yang lebih dalam, mengurangi kegaduhan yang tidak produktif, dan pada akhirnya membawa kebijaksanaan ke dalam proses demokratis.
Demokrasi Indonesia perlu memeluk kesunyian untuk memurnikan proses argumentasi dan menguatkan fondasi kebenaran yang menjadi inti dari pembahasan yang berarti. Dalam hening, kita menemukan kesempatan untuk refleksi yang mendalam, yang merupakan prasyarat untuk diskusi yang lebih beradab dan keputusan politik yang lebih bijaksana. Singkatnya, untuk berbicara dengan bijak, kita perlu belajar untuk diam dengan bijak.
ADVERTISEMENT