Konten dari Pengguna

Sistem Pajak Baru (Coretax): Ditinjau dari Atas Honda Scoopy

Juwanda Yusuf Gunawan
Pegawai di Direktorat Jenderal Pajak
8 Oktober 2024 10:22 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Juwanda Yusuf Gunawan tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Coretax. Foto: Pajak.go.id
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Coretax. Foto: Pajak.go.id
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Suara mesin motor matic terdengar pelan ketika saya naik. Seorang driver ojek online, pria dengan helm hitam, menoleh melalui kaca spion dan bertanya memastikan.
ADVERTISEMENT
"Mas, Jalan Gerilya ya?"
"Betul, Mas," jawab saya sambil membenahi tas di pangkuan. Hari sudah sore, Samarinda ramai dengan kendaraan yang pulang kerja, dan pikiran saya masih sibuk memikirkan mau makan apa malam ini.
Kami mulai melaju, pelan-pelan menyusuri jalan yang sedikit macet. Samarinda sore itu, seperti biasa, penuh hiruk-pikuk.
"Mas udah lama kerja di pajak?" tanya driver itu tiba-tiba, mencoba membuka percakapan.
"Baru beberapa tahun," jawab saya santai, mencoba tersenyum.
"Kalau gitu Mas pasti ngerti tuh, kenapa ya sekarang kalau mau lapor pajak ribet banget? Saya dengar ada sistem baru, Coretax ya?" lanjutnya dengan nada penasaran.
Saya mengangguk. "Iya, Mas. Coretax itu sistem baru yang bakal dirilis sebentar lagi. Nantinya, wajib pajak bisa ngurus semua hal lewat satu aplikasi aja. Mulai dari lapor SPT, bayar pajak, sampai cek status pembayaran, semua lewat situ."
ADVERTISEMENT
"Ooh... Terus bedanya apa sama yang sekarang?" tanyanya sambil menghindari jalan berlubang di depan.
Saya berpikir sebentar. "Bedanya cukup banyak, Mas. Sistem ini lebih modern dan terintegrasi. Kalau dulu mesti buka beberapa situs buat urusan pajak, sekarang di Coretax semuanya jadi satu aplikasi. Menunya lebih lengkap, bisa buat Pelaporan SPT, bikin Kode Billing, sampai ngelacak pembayaran pajak juga. Lebih efisien lah."
"Berarti bakal lebih gampang dong?" Suaranya terdengar berharap.
"Seharusnya gitu, Mas. Tapi namanya sistem baru, kadang orang butuh waktu buat adaptasi. Jadi, nggak jarang orang yang merasa menunya ribet atau terlalu banyak. Tapi sebenarnya kalau udah terbiasa, bakal lebih cepat kerjanya," jawab saya sambil tertawa kecil.
Dia mengangguk-ngangguk paham. "Iya, kadang kalau sistem baru memang begitu ya. Saya aja kalau ngurus pajak, kadang bingung mesti klik yang mana dulu."
ADVERTISEMENT
"Nah, itu makanya sekarang ada simulatornya, Mas. Sebelum sistem ini resmi dirilis, wajib pajak bisa coba dulu lewat simulator yang udah disediakan. Lumayan buat belajar biar nggak kaget nanti waktu sistemnya beneran dipakai," jelas saya. "Banyak orang yang belum tahu, tapi saya saranin buat coba dulu deh, biar nggak keteteran pas sistem ini udah jalan penuh."
"Oh, ada simulatornya juga ya? Wah, saya belum tahu tuh. Bagus sih kalau ada. Soalnya tiap kali lapor, saya suka bingung sendiri. Belum lagi kalau jaringan lambat," keluhnya.
Saya tersenyum. "Iya, cobain aja, Mas. Ada di situs resmi pajak, atau bisa juga tanya-tanya ke petugas pajak kalau butuh bantuan."
Kami melaju lagi, jalan semakin padat dengan kendaraan yang berdesakan. Samarinda sore itu terasa lebih panjang dari biasanya, tapi percakapan kami cukup mengalihkan perhatian dari macetnya jalan.
ADVERTISEMENT
"Tapi, Mas, kenapa tiap tahun harus lapor lagi ya? Kan pajaknya itu-itu aja?" tanyanya lagi, kali ini terdengar lebih serius.
"Karena pelaporan SPT itu buat laporan penghasilan kita selama setahun, Mas. Jadi meskipun penghasilannya sama, tetap harus dilaporin. Itu juga buat memastikan semuanya tercatat dengan benar di sistem perpajakan," jawabku, sambil sedikit mencondongkan badan ke depan karena motor berhenti di lampu merah.
"Berarti kalau nggak lapor bisa kena masalah dong?"
"Iya, bisa kena denda atau sanksi administrasi. Makanya penting banget buat lapor tiap tahun. Sekarang, dengan Coretax ini, mestinya bisa lebih cepat dan praktis sih."
Motor kembali melaju setelah lampu hijau menyala. Samarinda sore itu tetap sibuk, tapi percakapan kami sedikit mengalihkan perhatian dari macetnya jalan.
ADVERTISEMENT
"Semoga aja makin gampang deh, Mas. Biar nggak ribet-ribet lagi tiap lapor," katanya sebelum menutup percakapan, sambil tertawa kecil.
"Saya juga harapannya begitu, Mas," jawab saya. "Pelan-pelan aja, nanti juga terbiasa."
Setelah beberapa saat, kami akhirnya sampai di kos. Saya turun dan mengucapkan terima kasih. Sambil berjalan masuk, pikiran saya melayang lagi ke Coretax. Memang butuh waktu dan adaptasi, tapi dengan adanya simulator ini, seharusnya semua orang bisa terbiasa sebelum sistem baru ini benar-benar diberlakukan. Semoga saat itu tiba, urusan pajak jadi lebih mudah dan cepat.