Konten dari Pengguna

Mengapa Indonesia Tidak Menjadikan Energi Nuklir Sebagai Alternatif Energi Kotor

Juwita Dwi Cahriji
Mahasiswa Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta
19 Juni 2024 6:58 WIB
·
waktu baca 4 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Juwita Dwi Cahriji tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Gambar ini merupakan hasil karya Penulis lewat aplikasi Canva
zoom-in-whitePerbesar
Gambar ini merupakan hasil karya Penulis lewat aplikasi Canva
ADVERTISEMENT
PLTN ( Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir) merupakan pembangkit energi listrik berasal dari bahan dasar Uranium. umumnya masih banyak negara yang memanfaatkan energi listrik berasal dari batubara, salah satunya Indonesia. PLTN sendiri bermanfaat bagi masyarakat Indonesia untuk menunjang kehidupan sehari-hari dengan memberikan pengaruh net zero emissions untuk Bumi. di mana kita tahu bahwa batubara sendiri salah satu penyebab dari perubahan iklim karena dapat menghasilkan emisi karbon.Lalu, mengapa Indonesia tidak menjadikan energi nuklir sebagai alternatif energi kotor?
ADVERTISEMENT
Beberapa alasan mengapa Indonesia tidak menerapkan energi nuklir sebagai alternatif pengantin energi kotor, diantaranya yaitu:

1. Kekhawatiran akan Keselamatan Kerja

“Pertimbangan energi nuklir menjadi pilihan terakhir, pertama, karena pembangunan PLTN di Indonesia berisiko tinggi, sebab negara ini berada di area ring of fire atau cincin api yang dikelilingi gunung api aktif,” ujar Rinaldy dalam seminar nasional ekonomi energi bertajuk Penguatan Ketahanan Energi untuk Mendukung Ketahanan Nasional di UPN “Veteran” Yogyakarta, Kamis (28/11/2019).
Berdasarkan kutipan di atas, Indonesia berada di lingkup wilayah yang mudah terjadi Gempa Bumi dan Tsunami yang dapat menyebabkan kerusakan infrastruktur PLTN ( Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir). Kondisi tempat yang rawan terjadi Bencana alam dapat menganggu Operasional PLTN. Bukan hanya itu, resiko dari limbah PLTN sendiri yang bersifat radioaktif berbahaya bagi kesehatan maupun lingkungan. Karena itu, Perlu adanya tinjauan mendalam mengenai letak lokasi PLTN, pemerintah perlu menyiapkan tempat yang strategis untuk mencegah resiko dari ledakan nuklir. Lalu, perlu adanya desain rektor yang tahan dari pengaruh luar dengan sistem keamanan yang canggih dan mampu menciptakan pengelolaan limbah radioaktif yang aman bagi lingkungan.
ADVERTISEMENT

2. Biaya investasi awal yang mahal

"Secara garis besar kita memiliki potensi nuklir, tetapi pembiayaan nuklir itu besar sekali, hingga 6 juta dolar AS/MW apabila dibandingkan dengan pembangkit batubara yang membutuhkan 1 hingga 2 juta dolar AS/MW," kata Wakil Menteri ESDM Arcandra Tahar dalam Focus Group Discussion (FGD) mengenai pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Nuklir (PLTN) pada 3 November 2017.
Dari kutipan di atas, pendanaan awal yang mahal berasal dari beberapa faktor diantaranya teknologi yang kompleks dalam pembangunan Infrastruktur PLTN. Karena pada proses PLTN melibatkan pembelaan inti atom dengan Reaktor Nuklir, sistem Pendingin, dan Sistem Penyimpanan Limbah. Reaktor Nuklir tersebut harus terbuat dari bahan yang kuat serta standar keamanan yang tinggi untuk menanggulangi resiko yang akan terjadi ke depannya. Pada pembelaan inti atom akan menghasilkan panas tinggi. Maka dari itu, membutuhkan sistem pendingin yang kuat terhadap pelelehan Reaktor Nuklir. Dari proses PLTN beroperasi, PLTN menghasilkan zat radioaktif yang memerlukan sistem penyimpanan limbah yang kuat agar tidak bocor ke luar sistem atau terkontaminasi ke lingkungan. Karena itu, Indonesia perlu menyiapkan anggaran dana untuk investasi awal yang cukup mahal dalam memulai pembangunan infrastruktur tersebut.
ADVERTISEMENT

3. Kurangnya Tenaga Ahli di bidang Nuklir

Dikutip dari kompas.com, beberapa Universitas di Indonesia yang menawarkan program studi nuklir diantaranya Universitas Gajah Mada dengan jenjang S1 program studi Teknik Nuklir, Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir-BATAN , dan Intitute Teknologi Bandung dengan jenjang S3 program studi Rekayasa Nuklir. Hal ini berarti sumber daya manusia ahli dari sektor nuklir masih terbilang sedikit dalam Memumpuni Nuklir. Kurangnya Tenaga Ahli ialah salah satu penghambat dalam realisasi pembangunan PLTN. Karena itu, Pemerintah seharusnya meningkatkan jumlah institusi pendidikan dan pelatihan di bidang Nuklir dan meningkatkan kerjasama dengan negara lain dalam pengembangan Tenaga Ahli di bidang Nuklir. Kemudian, kurangnya ketertarikan masyarakat terhadap Nuklir akibat dari stigma negatif yang bertebaran terkait Nuklir. maka dari itu, perlu adanya edukasi terkait keunggulan dari Pembangkit energi Nuklir dan memberikan penawarkan gaji dan tunjangan yang kompetitif untuk menarik minat Masyarakat.
ADVERTISEMENT
Keputusan untuk menggunakan energi nuklir di Indonesia harus diambil dengan mempertimbangkan berbagai aspek secara menyeluruh seperti finansial yang cukup, keselamatan kerja yang efektif, dan jumlah tenaga ahli yang berkualitas.Penting untuk melakukan kajian mendalam, diskusi publik yang terbuka, dan edukasi kepada masyarakat untuk mendapatkan pemahaman yang komprehensif tentang manfaat dan risikonya. Di masa depan, energi nuklir berpotensi menjadi solusi untuk kebutuhan energi yang bersih yang berkelanjutan dan Indonesia mampu menuju net zero emissions.
Juwita Dwi Cahriji, Mahasiswi S1 Pendidikan Kimia UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.