Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.88.1
Konten dari Pengguna
Apakah yang Menyebabkan Terjadinya Perbedaan Tinggi Rendahnya Nada?
16 Oktober 2021 7:28 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
ADVERTISEMENT
Namun, saat menonton film di rumah, tinggi dan rendahnya bunyi bisa diatur sesuai keinginan. Istilah tinggi rendahnya bunyi itu disebut dengan nada. Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), nada adalah tinggi rendahnya bunyi yang ada dalam lagu, musik, dan sebagainya.
Definisi Lain dari Nada
Dalam Jurnal Ilmiah Pendidikan PraSekolah dan Sekolah Awal, Nurhani dan Nurlelawati (2008) mendefinisikan istilah lain dari nada. Menurut keduanya, nada adalah bunyi beraturan dan memiliki frekuensi tunggal. Setiap nada memiliki tinggi nada tertentu sesuai frekuensi atau pun jarak relatif yang tinggi.
Nada dasar pada karya musik menentukan frekuensi nada dalam suatu karya. Tinggi rendahnya bunyi tersebut pun dapat diatur dalam tangga nada yang tak sama.
ADVERTISEMENT
Kendati memiliki arti yang berbeda, penggunaan istilah nada sering tertukar dengan not. Nada dalam not dikelompokkan menjadi tiga, yaitu not angka, not huruf, dan not balok.
Adapun not angka dirinci kembali menjadi tiga, antara lain oktaf tinggi, oktaf sedang, dan oktaf rendah. Sedangkan notasi huruf dibedakan menjadi lima. Di antaranya, oktaf kecil, oktaf bergaris satu, oktaf besar, oktaf kontra dan subkontra.
Apakah yang Menyebabkan Terjadinya Perbedaan Tinggi Rendahnya Nada?
Dilansir dari laman Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia , hal yang menyebabkan terjadinya perbedaan nada ditentukan oleh frekuensi dan getaran.
Frekuensi menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah jumlah getaran gelombang suara per detik atau banyaknya getaran per detik.
Semakin cepat frekuensi, semakin tinggi nadanya. Pun begitu sebaliknya, semakin lambat frekuensi, nadanya semakin rendah.
ADVERTISEMENT
Sementara itu, kuat atau lemahnya suara dapat ditentukan oleh amplitudo. Menurut kamus yang sama, amplitudo adalah simpangan terjauh dari titik keseimbangan pada getaran.
Telinga manusia atau hewan sangat peka terhadap nada. Dikutip dari buku Getaran dan Gelombang - Persiapan Olimpiade Fisika yang disusun oleh Prof. Yohanes Surya, Ph.D., secara umum telinga manusia peka (sensitif) terhadap bunyi dengan frekuensi antara 20 Hz sampai 20.000 Hz. Nada yang terlalu tinggi dapat membuat gendang telinga rusak hingga menyebabkan tuli.
Jenis-jenis Frekuensi
ADVERTISEMENT
Frekuensi 20-20.000 Hz disebut dengan audiosonik. Bunyi audiosonik ini sering kita jumpai dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya antara lain bunyi dari alat-alat musik.
Kemudian frekuensi di atas 20.000 Hz dinamakan frekuensi ultrasonik. Hewan seperti kelelawar dan lumba-lumba dapat mendengar bunyi ultrasonik. Kelelawar mampu merespons bunyi hingga frekuensi 100.000 Hz.
(ZHR)