Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.94.0
Konten dari Pengguna
Asal Mula Nama Indonesia dalam Catatan Sejarah
17 Mei 2024 20:04 WIB
·
waktu baca 7 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Asal mula nama Indonesia merupakan bagian dari catatan sejarah tentang apa yang melatarbelakangi penamaan suatu negara. Dalam catatan tersebut, beberapa tokoh dari berbagai kalangan turut andil mencetuskan nama yang dipakai hingga kini.
ADVERTISEMENT
Negara Indonesia dikenal sebagai negara kepulauan terbesar di dunia yang secara geografis terletak pada posisi strategis, yakni pada persilangan antara dua benua, Asia dan Australia, serta dua samudera, Hindia dan Pasifik (berkas.dpr.go.id).
Sebelum menggali lebih jauh tentang negara Indonesia, masyarakat harus terlebih dahulu tahu sejarah asal usul nama Indonesia, mulai dari latar belakang nama, tokoh yang terlibat, hingga pada masa penerapan nama tersebut.
Asal Mula Nama Indonesia
Mengetahui sejarah penamaan suatu negara adalah bagian dari wawasan kebangsaan bagi masyarakat, utamanya bagi yang tinggal di negara tersebut. Maka, simak sejarah asal mula nama Indonesia berdasarkan laman p2k.stekom.ac.id, berikut ini:
1. Tulisan George Samuel Windsor Earl
Sejarah lahirnya nama "Indonesia" dimulai dari kemunculan artikel yang ditulis oleh George Samuel Windsor Earl dalam JIAEA. JIAEA adalah singkatan dari Journal of the Indian Archipelago and Eastern Asia (Jurnal Kepulauan Hindia dan Asia Timur).
ADVERTISEMENT
JIAEA ini merupakan sebuah majalah ilmiah tahunan yang terbit pada tahun 1847 di Singapura dan dikelola oleh James Richardson Logan (1819 - 1869), seorang Skotlandia yang meraih sarjana hukum dari Universitas Edinburgh.
Dalam sejarahnya, pada tahun 1849, George Samuel Windsor Earl (1813 - 1865) bergabung sebagai redaksi majalah JIAEA, kemudian menerbitkan artikel berjudul "On the Leading Characteristics of the Papuan, Australian and Malay-Polynesian Nations."
Artikel tersebut terbit pada tahun 1850 dalam JIAEA volume IV (p. 66 - 74). Jika diterjemahkan dalam bahasa Indonesia, artikel ini berarti “Pada Karakteristik Terkemuka Bangsa-Bangsa Papua, Australia dan Melayu-Polinesia.”
Pada artikelnya itu, Earl menegaskan bahwa sudah tiba saatnya bagi penduduk kepulauan Hindia atau Kepulauan Melayu untuk memiliki nama khas (a distinctive name), karena nama Hindia dianggap tidak tepat dan rancu dengan penyebutan India yang lain.
ADVERTISEMENT
Earl mengajukan dua pilihan nama, yaitu Indunesia dan Malayunesia, di mana keduanya memiliki komponen kata “nesos.” yang dalam bahasa Yunani berarti “pulau.” Ajuan tersebut tertera dalam artikel halaman 71, yang jika diterjemahkan, artinya:
“. . . Penduduk Kepulauan Hindia atau kepulauan Melayu masing-masing akan menjadi ‘Orang Indunesia’ atau ‘Orang Malayunesia’.”
Ketika itu, Earl sendiri menyatakan lebih memilih nama Malayunesia (Kepulauan Melayu) daripada Indunesia (Kepulauan Hindia), sebab Malayunesia dirasa tepat untuk ras Melayu, sedangkan Indunesia bisa juga digunakan oleh bangsa Ceylon dan Maldives.
Earl juga berpendapat bahwa bahasa Melayulah yang dipakai di seluruh kepulauan ini, sehingga dalam tulisannya, Earl cenderung menggunakan istilah Malayunesia dan tidak memakai istilah Indunesia.
2. Tulisan James Richardson Logan
Masih dalam jurnal yang sama, pada halaman 252 – 347, James Richardson Logan menulis artikel, berjudul “Ethnology of the Indian Archipelago” (Etnologi dari Kepulauan Hindia), yang berhubungan dengan penamaan Indonesia.
ADVERTISEMENT
Sama halnya dengan Earl, pada awal tulisannya, Logan pun menyatakan perlunya nama khas bagi kepulauan yang saat ini dikenal sebagai Indonesia, sebab Logan merasa istilah Indian Archipelago (Kepulauan Hindia) terlalu panjang dan membingungkan.
Logan kemudian mengambil nama Indunesia yang dibuang Earl, lalu huruf “u” digantinya dengan huruf “o” agar ucapannya lebih baik, sehingga lahirlah istilah "Indonesia." Hal itu menunjukkan bahwa julukan akrab pulau ini di Eropa tetap dipertahankan.
Dari sini, untuk pertama kalinya kata “Indonesia” muncul di dunia dengan tercetak pada halaman 254 dalam tulisan logan, yang artinya:
“Mr Earl menyarankan istilah etnografi ‘Indunesian,’ tetapi menolaknya dan mendukung ‘Malayunesian.’ Saya lebih suka istilah geografis murni ‘Indonesia,’ yang hanya sinonim yang lebih pendek untuk Pulau-pulau Hindia atau Kepulauan Hindia.”
ADVERTISEMENT
Sejak saat itu, Logan secara konsisten menggunakan nama “Indonesia” dalam tulisan-tulisan ilmiahnya, sehingga lambat laun pemakaian istilah tersebut menyebar di kalangan para ilmuwan bidang etnologi dan geografi dan lebih dikenal.
3. Tulisan Adolf Bastian dan Penerapan Pribumi
Pada tahun 1884, Adolf Bastian (1826 - 1905), guru besar etnologi di Universitas Berlin menerbitkan buku “Indonesien order die Inseln des Malayischen Archipel” (Indonesia atau Pulau-pulau di Kepulauan Melayu) sebanyak lima volume.
Tulisan tersebut memuat hasil penelitian Bastian ketika mengembara di kepulauan itu pada tahun 1864 - 1880. Buku inilah yang mempopulerkan istilah “Indonesia” di kalangan sarjana Belanda, sebabnya sempat timbul anggapan Bastian sebagai pencetus istilah.
Adapun pribumi yang mula-mula menggunakan istilah “Indonesia” adalah Suwardi Suryaningrat (Ki Hajar Dewantara). Ki Hajar Dewantara mendirikan biro pers dengan nama “Indonesische Persbureau” ketika ia diasingkan ke negeri Belanda (1913).
ADVERTISEMENT
Di tahun 1917, Prof. Cornelis van Vollenhoven memperkenalkan nama “Indonesisch” (pelafalan Belanda: Indonesia) sebagai pengganti "Indisch" (Hindia). Berbarengan dengan itu, istilah inlander (pribumi) diganti menjadi Indonesiër (orang Indonesia).
4. Penerapan Nama Indonesia dalam Politik Negara
Pada sekitar tahun 1920, nama “Indonesia ” diambil alih oleh tokoh-tokoh pergerakan kemerdekaan Indonesia, sehingga nama “Indonesia” memiliki makna politis tersendiri, yaitu “identitas suatu bangsa yang memperjuangkan kemerdekaan.”
Tahun 1922, Mohammad Hatta yang saat itu adalah seorang mahasiswa Handels Hoogeschool di Rotterdam, berinisiatif mengubah nama organisasi pelajar mahasiswa Hindia di Belanda, dari "Indische Vereeniging" menjadi "Indonesische Vereeniging."
Dalam bahasa pribumi, nama tersebut berarti “Perhimpoenan Indonesia.” Selain itu, Bung Hatta juga berinisiatif mengubah nama majalah organisasi tersebut, dari yang mulanya "Hindia Poetra" berganti nama menjadi "Indonesia Merdeka."
ADVERTISEMENT
Inisiatif tersebut ditegaskan dalam tulisan Bung Hatta, yang artinya, “Negara Indonesia Merdeka yang akan datang mustahil disebut ‘Hindia Belanda.’ Juga tidak ‘Hindia’ saja, sebab dapat menimbulkan kekeliruan dengan India yang asli.
Bagi kami, nama Indonesia menyatakan suatu tujuan politik, karena melambangkan dan mencita-citakan suatu tanah air pada masa depan, dan untuk mewujudkannya, tiap orang Indonesia akan berusaha dengan segala tenaga dan kemampuannya.”
5. Penobatan Nama Indonesia sebagai Nama Tanah Air
Di Indonesia, tahun 1924, Dr. Sutomo mendirikan “Indonesische Studie Club.” Pada tahun itu juga, nama “Perserikatan Komunis Hindia” berganti menjadi “Partai Komunis Indonesia”. Setahun setelahnya, 1925, terbentuklah organisasi Natipij.
Organisasi Nationaal Indonesische Padvinderij (Natipij) didirikan oleh Jong Islamieten Bond, dan menjadi organisasi ke tiga dari tiga organisasi yang pertama kali menggunakan nama “Indonesia” dan menjadi pelopor penggunaannya pada organisasi lain.
ADVERTISEMENT
Kemunculan nama “Indonesia” di berbagai organisasi tersebut pada akhirnya mempengaruhi penobatan nama tanah air, bangsa, dan bahasa pada Kerapatan Pemoeda-Pemoedi Indonesia (saat ini: Sumpah Pemuda) tanggal 28 Oktober 1928.
Pada Agustus tahun 1939, tiga anggota Volksraad atau Dewan Rakyat (parlemen Hindia Belanda), yaitu Muhammad Husni Thamrin, Wiwoho Purbohadidjojo, dan Sutardjo Kartohadikusumo, mengajukan mosi kepada pemerintah Belanda.
Mosi tersebut berisi permohonan agar nama “Indonesië” diresmikan sebagai pengganti nama “Nederrlandsch-Indie,” namun, permohonan tersebut ditolak. Sementara itu, di tahun yang sama, Kamus Poerwadarminta diterbitkan.
Kamus itu mencantumkan lema nusantara sebagai bahasa Kawi untuk “kapuloan (Indonesiah)." Dari sana, tahun ke tahun terus berganti, hingga tibalah masa kepemimpinan Jepang di Indonesia pada 8 Maret 1942.
ADVERTISEMENT
Bertepatan dengan tanggal tersebut, diketahui bahwa nama “Hindia Belanda” dihilangkan dan diganti dengan nama yang diinginkan. Sehingga, pada tanggal 17 Agustus 1945, setelah deklarasi Proklamasi Kemerdekaan, nama "Republik Indonesia" terlahir.
6. Nama Indonesia dalam Segi Bahasa
Sebelum bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa persatuan dalam Sumpah Pemuda, sejumlah linguis asal Eropa telah menggunakan istilah “bahasa Indonesia” alih-alih “bahasa Melayu” untuk menyebut bahasa yang digunakan di Indonesia.
Pada tahun 1901, Hindia Belanda (saat ini: Indonesia), mengadopsi ejaan Van Ophuijsen. Sedangkan, Persekutuan Tanah Melayu (saat ini: Malaysia) yang berada di bawah kuasa Inggris pada tahun 1904 mengadopsi ejaan Wilkinson.
Perbedaan tersebut mendorong bangsa Eropa untuk membedakan bahasa Indonesia dengan bahasa Melayu. Salah satu linguis yang mempopulerkan nama “bahasa Indonesia” adalah Renward Brandstetter (1860 - 1842), seorang linguis asal Swiss.
ADVERTISEMENT
Brandstetter kemudian dikenal sebagai pencetus teori akar bahasa Austronesia, yang sejak tahun 1908 mulai menyebut dirinya sebagai Indonesischer Sprachforcher (Peneliti bahasa Indonesia). Namun, saat itu bahasa Indonesia yang dimaksud masih meluas.
Dalam artian, bahasa Indonesia yang dimaksud Brandstetter tidak hanya mencakup bahasa Hindia Belanda saja, melainkan bangsa lain juga. Sehingga, bahasa Indonesia di era ini disebut sebagai cabang dari rumpun bahasa Austronesia Barat.
Adapun penggunaan istilah “bahasa Indonesia” dalam pengertian modern seperti saat ini, mulai diperkenalkan pada tahun 1918 oleh Suryaningrat. Istilah modern tersebut kemudian banyak dipakai dalam berbagai karya oleh para ahli di berbagai negara.
Demikian ulasan mengenai asal mula nama Indonesia dalam catatan sejarah yang dapat pembaca simak. Dengan mempelajari catatan tersebut, pembaca dapat menilai pentingnya wawasan kebangsaan, serta menghargai perjalanan sejarahnya.
ADVERTISEMENT