Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2024 © PT Dynamo Media Network
Version 1.86.0
Konten dari Pengguna
Begini Cara Menghitung Pajak 11 Persen beserta Contohnya
21 Juli 2022 16:32 WIB
·
waktu baca 4 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
ADVERTISEMENT
Mulai 1 April 2022, tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) naik menjadi 11 persen. Kebijakan baru ini termaktub dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP). Lantas, bagaimana cara menghitung pajak 11 persen?
ADVERTISEMENT
Istilah PPN mungkin sudah tidak asing lagi di telinga masyarakat Indonesia, sebab ini sering kali terlihat di mana saja. Misalnya ketika makan di restoran atau bahkan ketika berbelanja online sekali pun.
Hal tersebut karena semua barang yang diperjualbelikan pada dasarnya akan dikenakan PPN, kecuali bila undang-undang di Indonesia menetapkan sebaliknya. PPN ini diberikan kepada seluruh Wajib Pajak (WP) dari Pengusaha Kena Pajak (PKP).
Sebelumnya, PPN di Indonesia yang diberikan kepada wajib pajak adalah sebesar 10 persen. Namun saat ini, pemerintah telah memutuskan untuk menaikkan PPN sebanyak 1 persen, sehingga menjadi 11 persen.
Tarif pajak yang berubah tentu membuat perhitungannya juga ikut berubah. Bagi yang masih bingung cara menghitung pajak 11 persen, simak langkah-langkahnya dalam uraian artikel berikut.
ADVERTISEMENT
Bagaimana Cara Menghitung PPN?
Berdasarkan Pasal 8A UU HPP, PPN yang terutang dapat dihitung dengan cara mengalikan tarif PPN dengan dasar pengenaan pajak. Hal yang perlu dihitung di antaranya harga jual, penggantian, nilai impor, nilai ekspor, atau nilai lain.
Selain itu, Pasal 8A UU HPP juga menjelaskan bahwa pajak masukan atas perolehan barang kena pajak dan/atau jasa kena pajak, impor barang kena pajak, serta pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dan/atau pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean, yang dalam penghitungan pajak pertambahan nilai terutang menggunakan dasar pengenaan pajak berupa nilai lain dapat dikreditkan.
Aturan lain yang juga membahas tentang cara menghitung PPN masukan adalah Pasal 9 hingga Pasal 9A. Berikut contoh dari cara menghitung pajak 11 persen yang bisa diterapkan oleh wajib pajak.
ADVERTISEMENT
Misalnya, pengusaha yang kena pajak X setelah menjual tunai barang kena pajak dengan harga jual Rp 20.000.000. Maka cara menghitungnya adalah sebagai berikut:
Pajak pertambahan nilai yang terutang = PPN 11 persen x harga jual
= 11 persen x Rp 20.000.000
= Rp 2.200.000
Jadi, pajak pertambahan nilai sebesar Rp 2.200.000 adalah pajak keluaran yang dipungut kepada pengusaha kena pajak X.
Apabila masih bingung, simak contoh lain dari cara menghitung pajak 11 persen yang dituliskan dalam buku Perpajakan, Suatu Pengantar oleh Lazarus Ramandey, berikut ini:
Jika seseorang pengimpor barang dikenakan pajak dengan tarif 11 persen dengan nilai impor Rp 30.000.000, berapakah pajak pertambahan nilainya?
Pajak pertambahan nilai yang dipungut lewat Direktorat Jenderal Bea dan Cukai bisa dihitung dengan cara:
ADVERTISEMENT
Pajak pertambahan nilai yang terutang = PPN 11 persen x harga jual
= 11 persen x Rp 30.000.000
= Rp 3.300.000.
Jadi, pajak pertambahan nilai sebesar Rp 3.300.000 adalah pajak keluaran yang dipungut kepada pengimpor barang tersebut.
Pajak 11 Persen untuk Apa Saja?
Menurut Drs. Chairil Anwar Pohan, M. dalam buku Pedoman Lengkap Pajak Pertambahan Nilai, PPN merupakan generasi perkembangan dari Pajak Penjualan yang dalam cara pembebanannya memiliki bentuk yang berbeda.
Oleh sebab itu, legal karakter dari PPN adalah juga sebagai Pajak Tidak Langsung atas konsumsi yang bersifat umum (general indirect tax on consumption) yang dipungut dengan sistem yang berbeda dari Pajak Penjualan.
Disadur dari laman resmi Kementerian Keuangan, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) adalah pajak yang dikenakan atas setiap pertambahan nilai dari barang atau jasa dalam peredarannya dari produsen ke konsumen.
ADVERTISEMENT
PPN ini merupakan beban yang diberikan kepada pembeli atau konsumen. Sementara produsen atau penjual dalam hal ini merupakan Pengusaha Kena Pajak (PKP) yang bertugas sebagai pihak yang memungut, lalu menyetorkan dan melaporkan PPN tersebut ke negara.
Melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan ( UU HPP ), pemerintah berniat menaikkan tarif PPN secara bertahap, yakni mulai April tahun ini dikenakan 11 persen dan akan menjadi 12 persen pada beberapa tahun berikutnya.
Tujuan dari pemungutan pajak 11 persen ini adalah untuk memberikan fasilitas PPN kepada masyarakat Indonesia. Fasilitas pajak sendiri adalah bentuk-bentuk perlakuan khusus terkait pungutan Pajak Pertambangan Nilai (PPN) atas barang atau kegiatan tertentu.
Kembali mengutip laman resmi Kementerian Keuangan, pemberian fasilitas PPN diperlukan untuk mencapai tujuan-tujuan sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
Objek Pajak 11 Persen
PPN di Indonesia telah diatur berdasarkan Pasal 4 ayat (1) UU PPN. Dalam regulasi tersebut, disebutkan bahwa Pajak Pertambahan Nilai dikenakan atas:
ADVERTISEMENT
Selain itu, secara khusus PPN juga dikenakan atas:
Barang Tidak Kena Pajak 11 Persen
Meski kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai atau PPN, dari 10% menjadi 11% telah mengalami perubahan, pemerintah menjamin bahwa pelaksanaannya tidak akan membebani masyarakat.
ADVERTISEMENT
Sebab, kini beberapa barang dihapuskan dari daftar barang yang mendapatkan fasilitas tidak dikenakan PPN. Artinya, segala fasilitas PPN pada barang-barang tersebut tidak dipungut, meski tarif tetap ada.
Berdasarkan aturan yang berlaku saat ini, jenis barang yang tidak dikenai pajak 11 persen adalah barang tertentu dalam kelompok barang sebagai berikut:
ADVERTISEMENT
(NDA)