Cerita Rakyat Batu Menangis

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
26 Oktober 2021 14:11 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi cerita rakyat Batu Menangis. Foto: YouTube/Dongeng Kita
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi cerita rakyat Batu Menangis. Foto: YouTube/Dongeng Kita
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Cerita rakyat Batu Menangis menjadi salah satu legenda terkenal yang berasal dari Kalimantan Barat.
ADVERTISEMENT
Cerita rakyat yang memiliki beberapa versi alur cerita seiring perkembangan zaman ini mengisahkan tentang seorang anak durhaka yang berubah menjadi batu. Simak alur cerita rakyat Batu Menangis berikut ini.

Cerita Rakyat Batu Menangis

Pada zaman dahulu kala, hiduplah seorang janda di atas sebuah bukit kecil yang dari pemukiman penduduk di daerah Kalimantan Barat. Janda itu hidup bersama anak gadisnya yang berwajah cantik, bernama Darmi.
Darmi adalah anak yang cantik, memiliki bentuk tubuh yang indah, dan rambutnya panjang terurai. Ia selalu tampil menggunakan riasan dan pakaian bagus.
Sayangnya, sifat Darmi tidak secantik parasnya. Darmi adalah gadis yang malas dan manja. Hampir setiap hari, Darmi hanya bermalas-malasan di rumah dan tidak pernah sekalipun membantu ibunya.
ADVERTISEMENT
Suatu hari, ibunya mengajak Darmi pergi bersama ke pasar untuk berbelanja. Letak pasar tersebut amat jauh, sehingga mereka harus berjalan kaki yang melelahkan.
Darmi berjalan melenggang dengan pakaian yang bagus agar orang di jalan melihat kecantikannya. Sementara ia meminta ibunya untuk berjalan di belakangnya sambil membawa keranjang dengan pakaian yang terlihat tua dan sederhana.
Ilustrasi cerita rakyat Batu Menangis. Foto: YouTube/Dongeng Kita
“Aku tidak mau berjalan di sampingmu, kamu harus berjalan di belakangku,” kata Darmi.
Mendengar perkataan itu, ibu Darmi sangat sedih sambil menuruti keinginan Darmi.
Ketika mereka mulai memasuki desa, orang-orang menyapa Darmi yang cantik dan bertanya siapa wanita tua di belakangnya. Kemudian, Darmi menjawab kepada mereka bahwa wanita tua itu adalah pembantunya.
Ibu Darmi yang mendengarnya pun sangat sedih, tetapi ia tidak bisa berbuat apa-apa. Namun, semakin lama mendengar ucapan Darmi, perasaan ibunya semakin kecewa dan merasa mendapat penghinaan. Akhirnya, ia memberanikan diri untuk menegur putri semata wayangnya itu.
ADVERTISEMENT
"Darmi, bagaimana bisa kamu terus mengatakan kepada orang-orang bahwa aku bukan ibumu?”
Mendengar pertanyaan itu, Darmi sama sekali tidak merasa menyesal. Ia justru mengeluarkan kalimat yang tidak pantas kepada ibunya.
“Bu, aku harus melakukan itu karena aku tidak mau ditertawakan jika mereka mengetahui bahwa kamu adalah ibuku. Kita berdua terlihat sangat berbeda.”
Ibu Darmi yang mendengar perkataan tidak pantas anaknya itu pun sudah tidak dapat lagi menahan perasaannya. Ia pun murka kepada Darmi karena tidak menghormatinya sebagai ibu hanya karena ia miskin.
Dengan perasaan kecewa dan sakit hati, ibu Darmi berdoa kepada Tuhan untuk menghukum anak perempuannya itu.
Sambil menangis, ibu Darmi berdoa pada Tuhan dan mengatakan, "Tuhanku yang terkasih, aku tidak kuat dengan tingkah laku anak perempuanku. Anak kandungku ini begitu teganya memperlakukanku sedemikian rupa. Dia telah menyakitiku terlalu jauh. Ya, Tuhan, beri anakku hukuman untuk membuatnya merasa kasihan atas apa yang telah ia lakukan padaku.”
ADVERTISEMENT
Tanpa waktu yang lama, Tuhan langsung menjawab doa dari ibu Darmi. Perlahan-lahan, tubuh gadis durhaka itu berubah menjadi batu. Darmi mulai panik karena kakinya mulai tidak dapat bergerak. Saat perubahan itu terjadi, ia memohon maaf kepada ibunya.
"Bu, tolong, maafkan aku,” ucap Darmi dengan memohon sambil menangis kepada ibunya.
Namun, semua sudah terlambat, sebab Tuhan sudah memberikan hukuman kepada Darmi yang telah menghina ibu kandungnya sendiri.
Seluruh tubuh Darmi pun berubah menjadi batu. Namun, batu itu masih terus mengeluarkan air mata, sehingga banyak orang yang menyebutnya sebagai Batu Menangis.
(SFR)