Formasi Tari Kuda Lumping, Seni Pertunjukan dari Jawa Tengah

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
24 Agustus 2021 16:40 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tari Kuda Lumping. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tari Kuda Lumping. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Tari Kuda Lumping merupakan salah satu cabang kesenian yang telah lama tumbuh dan berkembang di berbagai daerah di Jawa Tengah. Tarian ini juga dikenal dengan nama Jathilan (Yogyakarta), Incling, Kuda Kepang, atau Jaran Kepang.
ADVERTISEMENT
Pada awalnya, tarian ini hanya ditampilkan dalam acara ritual. Namun, seiring dengan perkembangannya, saat ini Tari Kuda Lumping juga menjadi seni pertunjukan sehingga ada perubahan dalam gerak, busana, iringan musik, serta propertinya.
Mengutip situs Ensiklopedia Jakarta, Tari Kuda Lumping menggambarkan situasi sekelompok prajurit yang hendak berperang dengan menunggang kuda dan membawa pedang sebagai senjata.
Hal yang ditunggu-tunggu dari tarian ini adalah kejadian penari “kerasukan” dan melakukan hal-hal yang mustahil dilakukan jika dalam keadaan sadar seperti memakan barang-barang dari kaca.
Pertunjukan Tari Kuda Lumping biasanya dilakukan oleh sekitar 35 orang. Sebanyak 20 orang bertindak sebagai penari, 10 orang penabuh instrumen, 4 orang sebagai pembantu umum atau penjaga keamanan, dan 1 orang sebagai koordinator yang bertugas mengatur jalannya pertunjukan.
Ilustrasi Tari Kuda Lumping. Foto: Ensiklopedia Jakarta
Ada 4 babak dalam pertunjukan Tari Kuda Lumping, yaitu:
ADVERTISEMENT
Buto Lawas
Ditampilkan dalam dua babak, biasanya babak ini dibawakan hanya oleh 4-6 penari laki-laki. Beberapa penari menunggangi kuda anyaman bambu dan bergerak mengikuti alunan musik.
Pada bagian ini lah, para penari Bruto Lawas sering mengalami kesurupan atau kerasukan roh halus.
Senterewe
Pada babak selanjutnya, seluruh penari, baik perempuan maupun laki-laki bergabung untuk membawakan Tari Senterewe.
Begon Putri
Babak terakhir, enam penari perempuan membawakan Tari Begon Putri dengan gerakan-gerakan yang lebih santai. Tarian ini menjadi penutup dari seluruh rangkaian atraksi Tari Kuda Lumping
Saat ini, musik pengiring Tari Kuda Lumping menggunakan kendang, gong, gender, dan saron. Sementara itu, busana yang dikenakan penari adalah kaus, rompi, celana, panji, stagen, dan timang dilengkapi dengan aksesoris berupa blangkon atau ikat kepala dan kacamata gelap.
ADVERTISEMENT

Formasi Tari Kuda Lumping

Ilustrasi Tari Kuda Lumping. Foto: iStock
Formasi tari atau juga disebut dengan pola lantai adalah garis-garis di lantai yang dibentuk dari gerak tubuh penari yang terlintas pada lantai hingga membentuk suatu formasi.
Formasi Tari Kuda Lumping sangat bervariasi, sesuai dengan daerah asal yang mengembangkannya. Sebut saja formasi tari sejajar, melingkar, dan berjejer. Misalnya, yang ditampilkan dalam Tari Kuda Lumping Pesisiran.
Mengutip Jurnal Kemasan Wisata Tari Kuda Lumping Pesisiran di Dusun Suruhan, Desa Keji Kecamatan Ungaran Barat, Kabupaten Semarang oleh Diva Cherly Pravida Sari (2014), formasi Tari Kuda Lumping yang berkembang di daerah Semarang banyak menggunakan huruf-huruf abjad, seperti T terbalik, H, V terbalik, I, dan O.
Formasi tari tersebut ditampilkan sesuai dengan gerakan-gerakan yang sesuai. Sementara itu, bentuk pola yang menyerupai abjad bertujuan mempermudah penari untuk menghafalkan urutan gerak serta untuk membuat tarian tersebut menjadi lebih menarik.
ADVERTISEMENT
Tari Kuda Lumping banyak menampilkan gerakan-gerakan yang lincah dan teratur, selaras dengan musik yang mengiringi. Gerakan-gerakan yang ditampilkan dalam babak demi babak itu bervariasi, tetapi tidak lepas dari cerita utamanya, yakni mengenai peperangan antara dua kelompok prajurit.
(ADS)