Konten dari Pengguna

Huruf Lontara: Aksara Tradisional Asli Makassar

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
22 Oktober 2021 15:17 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi naskah kuno yang menggunakan daun lontar sebagai media penulisannya. Foto: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi naskah kuno yang menggunakan daun lontar sebagai media penulisannya. Foto: Pixabay
ADVERTISEMENT
Makassar merupakan salah satu daerah yang memiliki peninggalan kebudayaan tradisional, pada zaman Kerajaan Gowa. Salah satu peninggalan yang kini tetap dilestarikan keberadaannya adalah bahasa Makassar.
ADVERTISEMENT
Dahulu, bahasa Makassar digunakan dalam berbagai kegiatan, mulai dari perdagangan, penyebaran agama, hingga kesusastraan. Bahasa Makassar memiliki lambang huruf atau aksara tersendiri, yang disebut huruf Lontara.
Mengutip dalam situs Direktorat Jenderal Cipta Karya milik Kementerian PUPR Republik Indonesia, huruf Lontara disebut demikian, sebab dahulu kala, sebelum ditemukannya kertas sebagai media penulisan, orang Makassar menggunakan rontal atau daun lontar.
Seiring berjalannya waktu, huruf Lontara dijadikan sebagai aksara resmi kerajaan. Lantas, bagaimana sejarah penemuan huruf Lontara milik orang-orang Makassar? Agar mengetahui asal usulnya, simak pembahasan lengkapnya berikut ini.
Penampakan berlatih menulis di atas daun lontar yang merupakan peninggalan Kerajaan Gowa, Makassar. Foto: IST

Sejarah Huruf Lontara

Istilah Lontara berasal dari kata “rauntala”, yang berarti daun tala. Sebelum menemukan kertas, baik surat maupun dokumen penting lainnya, orang-orang Makassar biasanya menggunakan daun lontar sebagai media penulisan.
ADVERTISEMENT
Sebagian sejarawan berpendapat, huruf Lontara mulai diperkenalkan pada masa pemerintahan Sombaya RI Gowa XI, Daeng Matanre, Karaeng Manguntungi, Tumapa'risi' Kallonna (Raja Gowa IX periode 1510-1546).
Pada zaman itu, Daeng Matanre menjabat sebagai syahbandar dan merangkap sebagai tomailanang, sekaligus mangkubumi Kerajaan Gowa. Menurut sebagaian sejarawan, Daeng Matanre disebut sebagai pencipta huruf Lontara.
Selain itu, Daeng Matanre juga dikenal sebagai penulis pertama Undang-Undang Pemerintahan Kerajaan, silisihan Tomanurung, dan catatan harian kerajaan, dengan menggunakan huruf atau aksara Lontara.
Huruf Lontara memiliki keunikan dan teknik penulisan khusus yang membuatnya berbeda dengan aksara lainnya. Foto: Shuttetstock

Keunikan Huruf Lontara

Berdasarkan buku Islamisasi Kerajaan Gowa Abad XVI-XVII karangan Prof. Dr. Ahmad M. Sewang (2003: 44), dilihat dari segi bentuknya, huruf Lontara sangat berbeda dengan aksara lainnya.
Secara filosofi, keunikan bentuk dan teknik penulisan huruf Lontara mengandung makna tertentu. Agar lebih memahaminya, berikut uraian makna-makna dari keunikan huruf Lontara.
ADVERTISEMENT
1. Huruf Lontara Tidak Mengenal Garis Lengkung atau Bengkok
Huruf Lontara hanya mengandung garis lurus ke atas dan garis lurus ke bawah. Selain itu, pada pertemuan kedua garis lurus tersebut terdapat sebuah patahan.
Keunikan tersebut merupakan perwujudan dari karakter orang-orang Makassar, yaitu sangat mencintai kejujuran. Kemudian, disimbolkan dengan garis lurus, dengan suatu semboyan "lebih baik patah, daripada harus bengkok".
2. Segi Teknis Penulisan dengan Variabel Tebal Halus
Teknik penulisan huruf Lontara dengan ke atas harus tebal dan ke bawah harus halus, menyiratkan bahwa tekad orang-orang Makassar yang besar untuk maju dan berkembang.
Sementara itu, garis lulus halus ke bawah, memiliki makna sebagai simbol kehalusan budi pekerti yang dimiliki oleh masyarakat yang menempati wilayah Makassar.
ADVERTISEMENT
3. Huruf Lontara Tidak Mengenal Huruf Mati
Makna huruf Lontara tidak mengenal huruf mati, yaitu agar segala ilmu yang dipelajari menjadi berkah, maka bertanyalah dan minta restu pada pemilik atau ahli ilmu tersebut. Dengan begitu, ilmu tersebut tidak akan pernah mati.
(VIO)