Konten dari Pengguna

Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia, Ini Penjelasannya

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
13 Oktober 2021 12:31 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Indonesia. Sumber: Pixabay
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Indonesia. Sumber: Pixabay
ADVERTISEMENT
sosmed-whatsapp-green
kumparan Hadir di WhatsApp Channel
Follow
Konsep pembagian kekuasan di Indonesia adalah Trias Politica yang dicetuskan Montesquieu. Pembagian kekuasaan ini selaras dengan amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945.
ADVERTISEMENT
Montesquieu menggagas pembagian kekuasaan ke dalam tiga jenis, antara lain legislatif, eksekutif, dan yudikatif. Untuk mencari tahu lebih lanjut seputar pembagian kekuasaan di Indonesia, simak uraian berikut ini.

Konsep Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Negara Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan Trias Politica. Konsep tersebut kerap dijumpai di negara-negara demokrasi.
Menurut Jurnal Cita Hukum Volume 1 Nomor 2 yang ditulis Indra Rahmatullah, perkembangan ketatanegaraan di Indonesia sebelumnya mengarah pada sistem checks and balances.
Hal ini ditandai dengan adanya amandemen Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945, yaitu lembaga negara yang saling mengawasi dan mengimbangi lembaga negara lainnya.
Tujuan sistem checks and balances, yakni memaksimalkan fungsi masing-masing lembaga negara dan membatasi kesewenang-wenangan lembaga negara.
ADVERTISEMENT
Indonesia membagi kekuasaan negara kepada lembaga eksekutif yang dilaksanakan oleh presiden, lembaga legislatif oleh Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), dan lembaga yudikatif yang dilaksanakan Mahkamah Agung, Mahkamah Konstitusi, serta Komisi Yudisial.

Macam-Macam Konsep Pembagian Kekuasaan Lainnya

Ilustrasi konsep pembagian kekuasaan di Indonesia. Sumber: Pexels
Menyadur sebuah penelitian dalam Jurnal Legislasi Indonesia Volume 15 Nomor 2 berjudul "Sistem Pemerintahan Indonesia: Pendekatan Teori dan Praktik Konstitusi Undang-Undang Dasar 1945", Ahmad Yani mengutip berbagai jenis kekuasaan negara menurut John Locke, Van Vollenhoven, dan Logemann sebagai berikut.
Pembagian Kekuasaan Menurut John Locke
John Locke, seorang filsuf dan ahli fisika asal Inggris, menyatakan bahwa kekuasaan negara dibagi menjadi tiga. Di antaranya kekuasaan legislatif, eksekutif, dan federatif.
Lembaga legislatif memiliki kekuasaan untuk membuat undang-undang, sedangkan eksekutif melaksanakan undang-undang. Adapun lembaga federatif berkuasa atas sesuatu yang berkenaan dengan perang dan damai, membuat perserikatan dan aliansi, serta segala tindakan dengan semua orang dan badan-badan di luar negeri.
ADVERTISEMENT
Gagasan John Locke ini pun menginspirasi Montesquieu yang kemudian mengemukakan pembagian kekuasaan ke dalam tiga jenis, yaitu Trias Politica.
Perbedaan teori Montesquieu dengan John Locke adalah kekuasaan federatif tidak dikelompokkan secara horizontal bersama dengan dua kekuasaan yang lainnya. Menurut Montesquieu, kekuasaan federatif bukanlah kekuasaan yang berdiri sendiri, melainkan bagian dari kekuasaan eksekutif.
Montesquieu mengklasifikasikan bentuk kekuasaan yang ketiga sebagai kekuasaan yudikatif. Kekuasaan ini merupakan kekuasaan untuk mengadili pelanggaran terhadap undang-undang.
Pembagian Kekuasaan Menurut Van Vollenhoven
Menurut Van Vollenhoven, negara memiliki empat fungsi dalam pelaksanaan tugasnya, yaitu regeling (membuat peraturan), bestuur (pemerintahan dalam arti sempit), rechtspraak (mengadili), dan politie (kepolisian).
Pembagian Kekuasaan Menurut Logemann
Jika Van Vollenhoven membagi kekuasaan negara menjadi empat fungsi, Logemann membagi kekuasaan negara menjadi lima.
ADVERTISEMENT
Tiap kekuasaan dikelompokkan menjadi fungsi perundang-undangan (fungsi untuk membuat undang-undang), pelaksanaan (fungsi melaksanakan undang-undang), pemerintahan (dalam arti khusus), kepolisian (fungsi menjaga ketertiban, melakukan penyelidikan dan penyidikan), serta peradilan (fungsi mengadili pelanggaran terhadap undang-undang).
(AMP)