news-card-video
Jakarta
imsak
subuh
terbit
dzuhur
ashar
maghrib
isya

Mengenal Lompat Batu, Pertunjukan Seni Khas Pulau Nias yang Terus Dilestarikan

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
Konten dari Pengguna
31 Agustus 2021 15:00 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Tradisi Lompat Batu di Nias Foto: Shutter Stock
zoom-in-whitePerbesar
Tradisi Lompat Batu di Nias Foto: Shutter Stock
ADVERTISEMENT
Lompat Batu merupakan tradisi salah satu daerah di Pulau Nias yang hingga kini masih terus berlangsung. Tradisi ini juga dikenal dengan sebutan Hombo Batu.
ADVERTISEMENT
Tradisi Lompat Batu adalah ritual budaya untuk menentukan apakah seseorang pemuda di salah satu desa adat Kabupaten Nias dapat diakui sebagai pemuda yang telah dewasa atau belum. Dewasa dalam hal ini, dapat diartikan secara fisik maupun mental.
Tradisi ini banyak ditemui di salah satu desa adat di Kabupaten Nias Selatan, yaitu Desa Bawomataluo. Bawomataluo dalam bahasa Nias berarti bukit matahari.
Sesuai dengan namanya, desa ini berada di atas bukit dengan ketinggian 324 meter di atas permukaan laut yang dibangun berabad-abad lalu.
Mengulas sejarah Lompat Batu memang unik, sebab Lompat Batu sebenarnya merupakan sarana perang di masa lampau. Agar mengenalnya lebih jauh, berikut sejarah Lompat Balu yang hingga kini menjadi sebuah festival besar setiap tahunnya.
Lompat Baru merupakan kesenian khas di Desa Bawomataluo, Nias Foto: Flickr/Michael Laia

Sejarah Lompat Batu

Dikutip dalam buku Top 15 Travel Destinations in Indonesian oleh Barry Kusuma (2016: 45), tradisi Lompat Batu biasanya dilakukan oleh pemuda-pemuda setempat dengan cara melompati tumpukan batu setinggi 2 meter.
ADVERTISEMENT
Selain ditampilkan sebagai adat, tradisi lompat batu juga bisa menjadi pertunjukan yang menarik, khususnya bagi wisatawan yang datang ke daerah Kabupaten Nias.
Pada zaman dahulu, sering terjadi peperangan antar desa di Kabupaten Nias. Sebagai bentuk pertahanan, akhirnya banyak desa memasang pagar batu yang cukup tinggi. Agar dapat menyerang musuh, pemuda yang akan menjadi prajurit pun diwajibkan berlatih melompati batu pertahanan ini.
Hampir seluruh desa adat di daerah Nias memiliki menara batu ini. Menara batu memang digunakan sebagai pemuda yang akan maju berperang di masa lampau.
Namun, karena perang antar desa sudah tidak ada, tradisi ini tetap diteruskan sebagai salah satu bentuk ritual upacara dan simbol budaya masyarakat Nias.
ADVERTISEMENT
Para pemuda Nias melakukan tradisi ini untuk menunjukkan bahwa mereka sudah dewasa dan matang secara fisik maupun mental. Dengan melakukan lompat batu, mereka akan diakui sebagai lelaki pemberani dan memenuhi syarat untuk menikah.
Penyerahan perwakilan Festival Nias oleh pemerintah pusat. Foto: dok.kumparan

Festival Lompat Batu Nias

Saat ini, kehadiran tradisi Lompat Batu merupakan salah satu seni pertunjukan yang terus dilestarikan kehadirannya. Pemerintah pusat juga berkoordinasi dengan pemerintah daerah Nias terus berupaya agar eksistensi Lompat Batu tidak tergerus budaya modern.
Melansir dalam situs Resmi Kementrian Sosial Republik Indonesia, sebagai bentuk perhatian pada budaya yang ada di Desa Bawomataluo, Kemensos RI memberikan bantuan Program Kearifan Lokal berupa uang tunai untuk membantu melestarikan Festival Nias.
Festival Nias biasanya diselenggarakan pada bulan Agustus dan puncak acaranya diadakan di Desa Bawomataluo. Namun, jika wisatawan ingin mengunjungi Nias di luar bulan Agustus, mereka dapat mengajukan permintaan khusus kepada kepala desa agar tetap bisa menyaksikan pertunjukan ini.
ADVERTISEMENT
Kepala desa akan menunjuk beberapa pemuda untuk melakukan aksi lompat batu, tentunya dengan dibanderol dengan harga khusus. Seorang pelompat harus dibayar Rp 150.000-Rp 200.000 untuk dua hingga tiga kali lompatan, lengkap dengan penggunaan pakaian adat.
(VIO)