Tentang KamiPedoman Media SiberKetentuan & Kebijakan PrivasiPanduan KomunitasPeringkat PenulisCara Menulis di kumparanInformasi Kerja SamaBantuanIklanKarir
2025 © PT Dynamo Media Network
Version 1.102.2
Konten dari Pengguna
Mengenal Tradisi Bidar Asal Palembang yang Masih Eksis Hingga Kini
21 Agustus 2023 18:15 WIB
·
waktu baca 3 menitTulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan

ADVERTISEMENT
Bidar adalah perahu cepat yang digunakan untuk perlombaan. Jenis perahu ini biasanya dimunculkan dalam momen-momen khusus seperti upacara adat, perayaan Hari Kemerdekaan, dan lain-lain.
ADVERTISEMENT
Mengutip buku Sumatera Selatan Memasuki Era Pembangunan susunan Departemen Penerangan RI (1993), lomba bidar dilaksanakan dengan cara mendayung perahu secara cepat. Seni dayung yang berasal dari Palembang ini sudah ada sejak zaman dahulu dan masih dilestarikan hingga sekarang.
Biasanya, lomba bidar dilaksanakan di Sungai Musi. Jika dahulu bidar hanya muat untuk satu orang, kini desainnya dibuat lebih besar, sehingga muat untuk puluhan orang.
Pada zaman dahulu, bidar digunakan oleh kurir untuk mengantarkan paket atau barang tertentu. Untuk mengetahui sejarah dan tradisinya, simaklah penjelasannya berikut ini.
Legenda Bidar di Palembang
Secara bahasa, bidar merupakan singkatan dari biduk lancar. Konon lomba ini diadakan pada zaman Putri Dayang Merindu, gadis cantik yang tinggal di bagian hulu kota Palembang pada ratusan tahun silam.
ADVERTISEMENT
Putri Dayung Merindu berasal dari keluarga kaya raya. Ia mempunyai anak laki-laki bernama Dewa Jaya dan seorang kekasih bernama Kemala Negara.
Suatu hari, diadakan perlombaan bidar di lingkungan tempat tinggal Putri Dayung Merindu. Ada dua pemuda yang ikut dalam perlombaan tersebut, yakni Dewa Jaya yang merupakan putranya dan Kemala Negara yang merupakan kekasihnya.
Perlombaan bidar diadakan untuk membuktikan rasa cinta kedua pemuda kepada Putri Dayung. Namun sayang, perlombaan berakhir tragis. Keduanya justru meninggal dunia usai menyelesaikan kompetisi bidar.
Putri Dayung Merindu harus kehilangan dua orang yang sangat dicintainya. Tepat di depan jenazah Dewa Jaya dan Kemala Negara, ia berkata:
ADVERTISEMENT
Tak lama setelah mengucapkan kalimat tersebut, Putri Dayung Merindu pun menancapkan pisau di dadanya. Pisau yang sudah diolesi racun sebelumnya itu membuat ia meregang nyawa.
Seluruh penduduk pun menghormati sikap Dayung Merindu yang berlaku adil kepada kedua pemuda tadi. Akhirnya, mereka pun menjadikan perlombaan bidar sebagai tradisi yang harus diadakan setiap tahun.
Tradisi Bidar di Palembang
Tradisi bidar selalu diadakan di Palembang setiap tahunnya. Lomba ini biasanya dilaksanakan di Sungai Musi, tepatnya di Dermaga Ferry sampai ke depan Benteng Kuto Besak.
Perahu bidar memiliki panjang sekitar 24-30 m, lebar 75-100 cm dan tinggi 60-100 cm. Jumlah awak perahu terdiri dari 45-58 orang yang semua berjenis kelamin laki-laki.
Saat pelaksanannya, semua perahu bidar akan diarahkan ke tempat start. Umumnya, masing-masing kampung memiliki awak perahu bidar yang dianggap juara.
ADVERTISEMENT
Setelah diundi posisi start-nya, masing-masing peserta lomba akan diarahkan untuk mengambil posisi bertanding. Biasanya setiap start diikuti oleh 2-3 perahu bidar.
Bidar yang menang akan langsung masuk ke babak semi final dan final. Sementara bidar yang kalah akan tersisih dari perlombaan. Begitu seterusnya sampai pertandingan selesai.
(MSD)