news-card-video
10 Ramadhan 1446 HSenin, 10 Maret 2025
Jakarta
chevron-down
imsak04:10
subuh04:25
terbit05:30
dzuhur11:30
ashar14:45
maghrib17:30
isya18:45
Konten dari Pengguna

Mengenal Tradisi Jawa Tengah yang Masih Tetap Lestari hingga Sekarang

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
23 Mei 2024 1:29 WIB
·
waktu baca 7 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi Tradisi Jawa Tengah. Foto: Unsplash/Dendy Darma Satyazi.
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi Tradisi Jawa Tengah. Foto: Unsplash/Dendy Darma Satyazi.
ADVERTISEMENT
Tradisi Jawa Tengah memang sudah seharusnya tetap dilestarikan. Di Indonesia, terdapat budaya dan tradisi yang sangat berlimpah. Salah satunya di Jawa Tengah. Jawa Tengah menjadi salah satu provinsi yang terkenal dengan kekayaan tradisi dan budayanya.
ADVERTISEMENT
Mengutip dari Jurnal Historia Madania, Nuraisyah, dkk. (2016), Indonesia adalah sebuah negara yang memiliki beribu-ribu pulau dengan beragam kebudayaan, suku bangsa, dan tradisi di setiap daerahnya disertai keunikan yang dimiliki di masing-masing daerah.
Di daerah Jawa Tengah, tradisi yang masih lestari hingga saat ini cukup banyak. Mulai dari kelahiran, pernikahan, hingga kematian. Tradisi ini menjadi sebuah budaya yang dilaksanakan secara turun temurun dari satu generasi ke generasi selanjutnya.

Tradisi Jawa Tengah yang Masih Tetap Dilestarikan Hingga Saat Ini

Ilustrasi Tradisi Jawa Tengah. Foto: Unsplash/pavan gupta.
Mengenalkan tradisi Jawa Tengah sejak dini memang penting. Hal ini supaya generasi muda tidak lupa dengan tradisi, sehingga tetap bisa melestarikan tradisi tersebut. hal tersebut juga bertujuan untuk menghindari hilangnya tradisi yang sudah turun temurun.
ADVERTISEMENT
Karena jika masyarakat setempat mulai berhenti melakukan tradisi tersebut, maka tradisi tersebut pun akan hilang dengan sendirinya. Oleh karena itu, sangat penting untuk tetap menjaga dan melestarikan tradisi yang ada, salah satunya yaitu dengan mempelajarinya.
Berikut adalah beberapa tradisi-tradisi di Jawa Tengah yang masih tetap dilestarikan hingga saat ini:

1. Tradisi Wetonan

Contoh tradisi di Jawa Tengah pertama yang masih tetap lestari hingga saat ini yaitu tradisi Wetonan. Tradisi Wetonan merupakan salah satu tradisi yang dilaksanakan oleh masyarakat dari suku Jawa Tengah.
Istilah wetonan dalam bahasa Jawa memiliki arti yaitu untuk memperingati hari kelahiran. Pada umumnya, upacara Wetonan ini dilakukan ketika ada seorang bayi yang usianya telah menginjak 35 hari.
Lalu, pada hari ke-35 dari lahirnya sang bayi, keluarga dari bayi tersebut akan mengadakan sebuah upacara bernama nyelapani. Istilah nyelapani memiliki bentuk dasar selapan yang artinya yaitu sama dengan satu bulan dalam perhitungan Jawa atau 35 hari.
ADVERTISEMENT
Perhitungan tersebut disesuaikan pada perhitungan hari serta berdasarkan pada penanggalan Masehi yaitu Senin, Selasa, Rabu, Kamis, Jumat, Sabtu, Minggu serta perhitungan hari sesuai dengan penanggalan Jawa berupa Wage, Pon, Kliwon, Legi dan Pahing.
Kombinasi dari kedua perhitungan tersebut, dapat menghasilkan kombinasi penyebutan hari yang khas dari kalangan masyarakat Jawa Tengah seperti Senin Pon, Selasa Wage, Kamis Legi, Rabu Kliwon, Jumat Pahing, Jumat Kliwon dan seterusnya.
Wetonan dalam masyarakat suku Jawa berlaku dalam siklus 35 hari sekali. Contohnya apabila memiliki weton Selasa Kliwon, maka weton selanjutnya adalah 35 hari kemudian dan akan bertemu di hari yang sama yaitu pada Selasa Kliwon.
Tradisi Wetonan dilaksanakan oleh masyarakat Jawa dengan tujuan supaya bayi yang baru lahir dapat terhindar dari segala marabahaya dan dapat mendapatkan rezeki maupun keberuntungan yang lebih besar.
ADVERTISEMENT

2. Tradisi Upacara Ruwatan

Tradisi upacara Ruwatan merupakan salah satu ritual penyucian yang masih dilakukan hingga saat ini oleh sebagian besar masyarakat dari suku Jawa maupun Bali.
Ruwat sendiri dalam bahasa Jawa memiliki arti yang sama seperti kata luwar yang maknanya adalah dibebaskan atau dilepaskan.
Upacara Ruwatan memiliki arti yaitu upacara yang dilaksanakan untuk dapat membesarkan maupun melepaskan seseorang dari suatu hukuman atau kutukan yang diberikan oleh yang kuasa dan dapat menimbulkan marabahaya.
Selain itu, upacara Ruwatan juga bermakna memohon dengan sepenuh hati agar orang yang melaksanakan ruwat dapat terlepas dari marabahaya dan memperoleh keselamatan diri.
Oleh sebab itulah, upacara Ruwatan umumnya dilaksanakan dengan harapan untuk dapat melindungi manusia dari segala macam bahaya yang ada di sekitarnya.
ADVERTISEMENT
Sampai saat ini, upacara Ruwatan masih dipercayai oleh masyarakat Jawa dan Bali, sebab upacara ini dapat berpengaruh pada keselamatan seseorang.
Selain karena tujuan untuk mendapatkan keselamatan, upacara Ruwatan masih dilaksanakan untuk melestarikan tradisi adat istiadat Jawa Tengah yang ada secara turun temurun sejak dahulu kala.

3. Tradisi Sadranan

Tradisi Sadranan merupakan upacara yang dilaksanakan oleh masyarakat Jawa Tengah dan menjadi reminisensi dari upacara Sraddha Hindu yang dilaksanakan pada zaman dahulu.
Masyarakat Jawa melaksanakan upacara Sadran pada bulan Jawa Islam, yaitu Ruwah tepatnya sebelum bulan puasa atau pada bulan Ramadhan menurut tahun Hijriyah.
Upacara Sadran ini dilaksanakan dengan melakukan ziarah kubur dari makam ke makam dan disertai dengan menabur bunga atau disebut juga dengan istilah nyekar.
ADVERTISEMENT
Sebagai catatan, lapisan masyarakat Jawa yang melaksanakan tradisi upacara adat satu ini tidak hanya umat Islam saja, akan tetapi ada banyak umat agama lain yang turut merayakan tradisi Sadranan.
Melaksanakan budaya atau tradisi Sadranan menjadi salah satu bagian penting bagi masyarakat suku Jawa.
Hal ini dikarenakan para pewaris tradisi telah menjadikan tradisi sadranan sebagai sebuah momentum untuk menghormati para leluhur dan menjadikan ekspresi ungkapan wujud syukur pada Sang Pencipta.
Pada umumnya, nyadran akan dilaksanakan pada satu bulan sebelum dimulai bulan puasa atau pada 15, 20 serta 23 Ruwah. Masing-masing daerah di Jawa, umumnya memiliki ciri khas dalam tradisi sadranan ini.
Masyarakat Jawa di beberapa daerah sering membersihkan makan sekaligus membawa bungkusan yang berisi makanan dari hasil bumi yang disebut dengan sadranan.
ADVERTISEMENT
Menurut tradisinya, sadranan yang telah dibawa kemudian akan ditinggalkan ke area pemakaman. Masyarakat juga akan meninggalkan beberapa uang tambahan sebagai biaya pengelolaan makam.

4. Upacara Tingkeban

Tradisi Jawa Tengah selanjutnya yang masih tetap lestari adalah tradisi upacara Tingkeban. Upacara Tingkeban merupakan upacara Jawa Tengah untuk memperingati 7 bulanan bayi yang ada di dalam kandungan atau upacara 7 bulanan kehamilan.
Tingkeban adalah upacara paling akhir yang dilaksanakan sebelum masa kelahiran. Hakikat dari tingkeban adalah untuk mendoakan ibu hamil serta calon bayi, tujuannya agar ibu dan bayi sehat dan selamat hingga menjelang hari kelahiran.
Upacara tingkeban dilaksanakan dengan tujuan sebagai sarana berdoa, agar jabang bayi yang berada dalam kandungan selalu mendapatkan kesehatan.
Di samping itu, masyarakat suku Jawa juga mempercayai bahwa upacara tingkeban harus dilaksanakan agar ibu dan anak yang berada dalam kandungan terhindar dari segala marabahaya.
ADVERTISEMENT
Upacara tingkeban juga memiliki makna solidaritas primordial yang memiliki kaitan dengan adat istiadat yang telah dilakukan secara turun temurun.

5. Upacara Tedak Siten

Upacara Tedak Siten adalah upacara yang dilakukan saat usia bayi telah mencapai tujuh atau bahkan delapan bulan. Upacara ini masih dilakukan oleh beberapa masyarakat.
Istilah dari tedak siten berasal dari bahasa Jawa,yaitu kata tedak yang artinya adalah kaki sementara siten atau siti artinya adalah tanah. Upacara turun tanah ini memiliki tujuh rangkaian yang setiap prosesnya saling berkaitan satu dengan lainnya.
Pada tahap pertama, anak akan dituntun untuk berjalan di tujuh jadah dengan tujuh warna yaitu merah, coklat, kuning, ungu, biru, hijau dan putih. Setiap warna jadah tersebut, mencerminkan sebuah simbol dari kehidupan.
ADVERTISEMENT
Pada tahapan kedua, anak tersebut akan dibimbing untuk menapaki tangga yang dibuat dari batang tebu jenis arjuna. Tangga tersebut adalah simbol dari jenjang kehidupan dan melambangkan pengharapan, agar sifat anak tersebut menyerupai tokoh Arjuna.
Tebu dalam suku Jawa adalah kependekan dari antebing kalbu yang maknanya adalah keteguhan hati.
Di tahapan berikutnya, yaitu tahapan ketiga anak kemudian akan dibiarkan untuk mencakar tanah dengan kedua kaki. Tahapan ini sebagai harapan agar anak dapat mengais rezekinya sendiri ketika sudah dewasa.
Tahap keempat, anak akan dimasukan ke dalam kandang ayam atau kurungan yang diisi dengan beraneka barang, seperti mainan, uang, buku, alat musik serta makanan.
Benda-benda tersebut, nanti akan dipilih oleh anak tersebut dan dipercayai menjadi gambaran dari potensi anak tersebut. Hal ini karena pada usia tujuh atau delapan bulan, anak dipercayai masih memiliki naluri yang cukup kuat.
ADVERTISEMENT
Tahap kelima dalam upacara tedak siten, sang anak diberi uang logam dan berbagai macam bunga serta beras berwarna kuning oleh ayah dan kakeknya.
Beras dan bunga tersebut adalah simbol dan harapan agar sang anak diberkahi dengan rezeki melimpah, akan tetapi tetap memiliki sifat dermawan.
Tahap selanjutnya anak akan dimandikan dengan air dan kembang setaman dan tahap akhir adalah proses ketika anak mengenakan bayi yang bagus serta bersih sebagai simbol agar sang anak dapat menjalani kehidupan dengan baik.
Demikian adalah upacara tradisi Jawa Tengah yang masih tetap lestari hingga masa sekarang. (Nisa)