Konten dari Pengguna

Mitos Malam 1 Suro dan Tradisinya Menurut Kejawen

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
14 Juli 2023 8:32 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Bupati Batang Wihaji (kedua kiri) mengamati ritual membersihkan ujung Tombak Abirawa saat mengikuti tradisi Jamasan Pusaka di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
zoom-in-whitePerbesar
Bupati Batang Wihaji (kedua kiri) mengamati ritual membersihkan ujung Tombak Abirawa saat mengikuti tradisi Jamasan Pusaka di Kabupaten Batang, Jawa Tengah. Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
ADVERTISEMENT
Malam 1 Suro sering dikaitkan dengan hal-hal mistis oleh masyarakat Jawa. Malam ini biasanya diperingati setiap tanggal 1 Muharram dalam kalender hijriyah.
ADVERTISEMENT
Pada malam 1 Suro, para penganut Kejawen akan menyucikan dirinya bersamaan dengan benda-benda yang diyakininya sebagai pusaka. Sejumlah kraton memiliki tradisi yang berbeda untuk merayakannya.
Mengutip buku Candrajiwa Indonesia: Warisan Ilmiah Putra Indonesia karya Budhi Setianto (2021), selain memandikan benda pusaka, masyarakat Jawa juga akan melakukan kirab kerbau bule. Di Yogyakarta, ada tradisi tapa bisu yang dilakukan dengan mengelilingi benteng Kraton Yogyakarta di malam hari tanpa berbicara sama sekali.
Tradisi tersebut masih dijalankan oleh sebagian orang hingga kini. Apa saja mitos malam 1 Suro yang mereka yakini? Simak ragamnya dalam artikel berikut.

Mitos Malam 1 Suro Menurut Kepercayaan Kejawen

Kawanan Kerbau Bule keturunan Kerbau Pusaka Keraton Kyai Slamet membuka jalan bagi rombongan Kirab Peringatan Malam 1 Suro Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat, di Solo. Foto: ANTARA FOTO/Hendra Nurdiyansyah
Secara bahasa, kata Suro berasal dari bahasa Arab “Asyura” yang berarti sepuluh. Kata ini merujuk pada 10 hari pertama dalam bulan Muharram.
ADVERTISEMENT
Konon, malam 1 Suro merupakan malam paling sakral dan keramat. Mengutip buku Misteri Bulan Suro Perspektif Islam Jawa karya Muhammad Solikhin (2010), masyarakat Jawa menganggap Suro sebagai bulan yang paling agung dan mulia dalam kalender Islam.
Oleh karena itu, ada sejumlah larangan dan mitos malam 1 Suro yang mesti mereka percaya hingga kini. Salah satunya yaitu tidak boleh mengadakan kegiatan ataupun hajatan di malam tersebut.
Mereka menilai, manusia terlalu lemah untuk menyelenggarakan hajatan di bulan yang mulia. Golongan orang yang berhak dan pantas untuk mengadakannya hanyalah raja dan sultan. Itu mengapa, momen ini dianggap sakral oleh sebagian kalangan keraton.
Orang yang berani melanggar larangan ini dipercaya akan mendapatkan malapetaka. Jika mengadakan hajatan pernikahan, pasangan pengantin yang menggelarnya pun akan memperoleh kesialan di kehidupan rumah tangga mereka.
ADVERTISEMENT
Kesialan demi kesialan tersebut juga akan berpengaruh pada orang di sekitarnya. Sebagian orang menganggap bulan Suro adalah bulan menantu Nyi Roro Kidul. Sehingga apabila melaksanakan hajatan di bulan ini, maka penguasa laut selatan tersebut akan murka dan meminta tumbal.
Selain hajatan, masyarakat Jawa juga percaya bahwa tidak boleh membagun rumah pada malam 1 Suro. Mereka juga dilarang keluar rumah ataupun melakukan pindah rumah.
Sebab di malam 1 Suro, arwah leluhur yang telah meninggal akan mendatangi rumah keluarganya. Ada banyak jin yang berkeliaran dan dapat mencelakai manusia.

Tradisi Malam 1 Suro

Abdi dalem dan keluarga Keraton Kasunanan Surakarta Hadiningrat Solo mengarak pusaka saat kirab Peringatan Malam 1 Suro keraton setempat di Solo, Jawa Tengah, Rabu (12/9). Foto: ANTARA FOTO/Maulana Surya
Peringatan 1 Suro biasanya dirayakan pada malam hari setelah magrib, sebelum tanggal 1 Muharram. Masyarakat Jawa biasa menyambutnya dengan berbagai rutual yang ditujukan sebagai ungkapan rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa.
ADVERTISEMENT
Di Surakarta, perayaan malam 1 Suro biasanya dilakukan dengan kirab kebo bule yang dianggap keramat oleh masyarakat setempat. Nantinya, kebo tersebut akan diarak untuk mengitari desa dan tempat-tempat yang sakral.
Sementara di Yogyakarta, perayaan 1 Suro dilakukan dengan membawa benda-benda pusaka seperti keris pada acara kirab. Tradisi ini menitikberatkan pada ketentraman batin dan keselamatan umat.
Biasanya, pada malam 1 Suro akan diselingi ritual pembacaan doa bersama. Hal ini bertujuan untuk memperoleh berkah, keselamatan, keberuntungan, dan rezeki dari Tuhan. Pembacaan doa juga diyakini bisa menolak datangnya bala atau musibah.
(MSD)