Konten dari Pengguna

Pembagian Harta Waris Istri Tanpa Anak dalam Islam

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
21 Februari 2024 11:22 WIB
·
waktu baca 5 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi pembagian harta waris istri tanpa anak. Foto: pexels
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi pembagian harta waris istri tanpa anak. Foto: pexels
ADVERTISEMENT
Istri merupakan orang yang berhak menerima harta warisan apabila suami telah meninggal dunia. Pembagian harta waris istri tanpa anak telah diatur dalam Islam serta diperkuat dengan hukum perdata Kompilasi Hukum Islam (KHI).
ADVERTISEMENT
Simak penjelasan lengkap tentang pembagian harta waris istri dalam artikel berikut ini.

Pembagian Harta Waris Istri Tanpa Anak

Ilustrasi pembagian harta waris istri tanpa anak. Foto: Unsplash/Tingey Injury Law Firm.
Pembagian harta waris mengacu pada hukum waris, yaitu salah satu bagian hukum perdata dan belum terdapat kodifikasi atau proses mengumpulkan hukum-hukum di wilayah tertentu agar menghasilkan sebuah kitab undang-undang.
Mengutip Bahan Kuliah Hukum Perdata (Pokok Bahasan: Hukum Waris) terbitan Fakultas Hukum Universitas Udayana Denpasar pada 2006, di Indonesia, hukum waris masih menggunakan hukum yang berbeda-beda, yaitu:
ADVERTISEMENT
Lantas, bagaimana pembagian harta waris istri tanpa anak? Salah satu sebab terjadinya hubungan waris-mewarisi antara suami dan istri adalah perkawinan.
Mengutip artikel ilmiah berjudul Ahli Waris dalam Kompilasi Hukum Islam oleh Naskur, apabila terjadi kematian dari salah satu pihak, pihak yang hidup dari suami atau istri berhak menjadi ahli waris.
Hal ini diatur dalam Kompilasi Hukum Islam (KHI) pasal 174 (1) huruf (b), bahwa yang termasuk dalam kelompok ini adalah duda atau janda. Dalam Islam, istri atau suami yang telah ditinggal mati sudah tertulis dalam Al-Quran surat An-Nisa ayat 12.
وَلَكُمْ نِصْفُ مَا تَرَكَ اَزْوَاجُكُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهُنَّ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَهُنَّ وَلَدٌ فَلَكُمُ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْنَ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصِيْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَلَهُنَّ الرُّبُعُ مِمَّا تَرَكْتُمْ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّكُمْ وَلَدٌۚ فَاِنْ كَانَ لَكُمْ وَلَدٌ فَلَهُنَّ الثُّمُنُ مِمَّا تَرَكْتُمْ مِّنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ تُوْصُوْنَ بِهَآ اَوْ دَيْنٍۗ وَاِنْ كَانَ رَجُلٌ يُّوْرَثُ كَلٰلَةً اَوِ امْرَاَةٌ وَّلَهٗٓ اَخٌ اَوْ اُخْتٌ فَلِكُلِّ وَاحِدٍ مِّنْهُمَا السُّدُسُۚ فَاِنْ كَانُوْٓا اَكْثَرَ مِنْ ذٰلِكَ فَهُمْ شُرَكَاۤءُ فِى الثُّلُثِ مِنْۢ بَعْدِ وَصِيَّةٍ يُّوْصٰى بِهَآ اَوْ دَيْنٍۙ غَيْرَ مُضَاۤرٍّۚ وَصِيَّةً مِّنَ اللّٰهِۗ وَاللّٰهُ عَلِيْمٌ حَلِيْمٌۗ[]
ADVERTISEMENT
Terjemahan: "Bagimu (para suami) seperdua dari harta yang ditinggalkan oleh istri-istrimu, jika mereka tidak mempunyai anak. Jika mereka (istri-istrimu) itu mempunyai anak, kamu mendapat seperempat dari harta yang ditinggalkannya setelah (dipenuhi) wasiat yang mereka buat atau (dan setelah dibayar) utangnya. Bagi mereka (para istri) seperempat harta yang kamu tinggalkan jika kamu tidak mempunyai anak.
Jika kamu mempunyai anak, bagi mereka (para istri) seperdelapan dari harta yang kamu tinggalkan (setelah dipenuhi) wasiat yang kamu buat atau (dan setelah dibayar) utang-utangmu. Jika seseorang, baik laki-laki maupun perempuan, meninggal dunia tanpa meninggalkan ayah dan anak, tetapi mempunyai seorang saudara laki-laki (seibu) atau seorang saudara perempuan (seibu), bagi masing-masing dari kedua jenis saudara itu seperenam harta.
ADVERTISEMENT
Akan tetapi, jika mereka (saudara-saudara seibu itu) lebih dari seorang, mereka bersama-sama dalam bagian yang sepertiga itu, setelah (dipenuhi wasiat) yang dibuatnya atau (dan setelah dibayar) utangnya dengan tidak menyusahkan (ahli waris). Demikianlah ketentuan Allah. Allah Maha Mengetahui lagi Maha Penyantun." (QS. An-Nisa ayat 12)
Maka, dapat disimpulkan apabila suami istri tak memiliki anak, istri akan mendapatkan harta waris sebesar seperempat harta yang ditinggalkan suaminya. Kemudian, sisanya diberikan kepada orang tua dan saudara kandung pewaris (orang yang meninggalkan harta waris).

Ketentuan Pembagian Harta Waris dalam Islam

Ilustrasi harta waris. Foto: Getty Images
Menurut hukum fiqih waris Islam, terdapat tiga rukun waris yang wajib dipenuhi sebelum pembagian harta waris dilakukan. Mengutip jdih.sukoharjokab.go.id, tiga rukun tersebut, yaitu:
ADVERTISEMENT

1. Al-muwarrith

Al-muwarrith adalah orang yang mewariskan hartanya, bisa berasal dari orang tua, kerabat, suami, atau istri. Pewaris juga bisa disebut seseorang yang telah meninggal dunia dan meninggalkan sesuatu yang dapat beralih nama atau kepemilikan kepada keluarganya yang masih hidup.

2. Al-warist

Al-warist adalah orang yang mewarisi. Dalam hal ini maksudnya adalah orang yang memiliki tali persaudaraan dengan orang yang telah meninggal dan meninggalkan harta tersebut. Selain karena tali persaudaraan, bisa karena alasan lain, sehingga ia berhak mewarisi harta tersebut.
Maka dari itu, seseorang bisa dinyatakan sebagai ahli waris, apabila masih hidup, tak ada penghalang ia menjadi ahli waris, dan tak tertutup oleh ahli waris utama.

3. Al-mauruts

Al-mauruts adalah harta atau hak-hak waris yang memungkinkan untuk diwariskan kepada ahli waris. Harta dapat berupa harta bergerak atau yang tak bergerak yang dimiliki oleh pewaris.
ADVERTISEMENT

Kelompok Pembagian Ahli Waris

Ilustrasi pembagian harta waris. Foto: Pexels
Menurut buku Kiat-kiat Cerdas, Mudah, dan Bijak Memahami Masalah Hukum Waris oleh Irma Devita Purnamasari, ada beberapa pembagian kelompok ahli waris, yaitu:

1. Dzulfaraidh

Kelompok pertama disebut dengan dzulfaraidh, yaitu ahli waris yang menerima bagian pasti (telah ditentukan bagiannya). Misalnya, ayah mendapatkan sepertiga bagian apabila pewaris tak memiliki anak dan seperenam bagian apabila pewaris memiliki anak.
Artinya, bagian ahli waris dzulfaraidh inilah yang harus dikeluarkan terlebih dahulu dalam perhitungan pembagian warisan. Setelah itu, sisa warisan baru dibagikan kepada ahli waris lainnya, seperti anak pewaris.

2. Dzulqarabat

Dzulqarabat adalah ahli waris yang mendapatkan bagian tak tentu. Ahli waris ini mendapatkan warisan sisa dari ahli waris dzulfaraidh usai dikeluarkan.
ADVERTISEMENT
Apabila dilihat dari sisi hubungan dengan pewaris, ahli waris dzulqarabat merupakan yang memiliki hubungan kekeluargaan dengan pewaris melalui garis laki-laki atau perempuan. Hubungan tersebut dapat disebut dengan garis keturunan bilateral.

4. Dzul-arham

Terakhir adalah dluz-arham, kerabat jauh yang baru tampil sebagai ahli waris apabila dzulfaraidh dan dzulqarabat tak ada.
(NSF)