Konten dari Pengguna

Ragam Bahasa Rakyat yang Ada di Indonesia

Kabar Harian
Menyajikan beragam informasi terbaru, terkini dan mengedukasi.
3 Januari 2022 16:56 WIB
·
waktu baca 3 menit
comment
0
sosmed-whatsapp-white
copy-link-circle
more-vertical
Tulisan dari Kabar Harian tidak mewakili pandangan dari redaksi kumparan
Ilustrasi mengaplikasikan bahasa. Foto: Pexels.com
zoom-in-whitePerbesar
Ilustrasi mengaplikasikan bahasa. Foto: Pexels.com
ADVERTISEMENT
Bahasa rakyat adalah contoh dari folklor lisan di Indonesia. Bahasa rakyat yang masuk ke dalam bentuk folklor berupa logat atau dialek bahasa-bahasa Nusantara.
ADVERTISEMENT
Salah satu contohnya adalah logat bahasa Jawa di Indramayu dan sebagian Karawang yang merupakan bahasa Jawa Tengah, tetapi telah terpengaruh bahasa Sunda. Kemudian logat bahasa Sunda di Banten atau logat bahasa Jawa Cirebon. Contoh lainnya, yaitu logat bahasa Sunda Cirebon.
Selain itu, bahasa rakyat memiliki berbagai fungsi, di antaranya untuk memperkuat identitas folk dan memperkokoh kedudukan folk di berbagai jenjang lapisan masyarakat.

Ragam Bahasa Rakyat

Mengutip dari buku Antropologi: Mengungkap Keragaman Budaya untuk Kelas XI karya Tedi Sutardi, ragam bahasa rakyat adalah sebagai berikut.
1. Slang
Slang merupakan kosakata dari idiom para penjahat atau kelompok tertentu. Adapun tujuan diciptakannya slang untuk menyamarkan arti bahasa terhadap orang luar. Misalnya, di Yogyakarta ada istilah cant yang digunakan kondektur atau sopir bus untuk menyebut tukang copet sebagai catut atau tang.
ADVERTISEMENT
Catut atau tang merupakan alat untuk menjepit atau menarik benda keras tertentu. Pencopet di bus melangsungkan aksinya dengan mencatut uang atau ponsel dari tas penumpang. Karena itulah pencopet disebut sebagai tukang catut.
2. Shoptalk
Kemudian ada juga shoptalk atau disebut bahasa para pedagang. Di sejumlah kota di Indonesia, bahasa pedagang meminjam istilah dari bahasa Cina, suku bangsa Hokian. Kata-kata yang dipinjam biasanya menyatakan angka, misalnya, jigo (dua puluh lima), cepe (seratus), seceng (seribu), dan cetiau (satu juta).
3. Colloquial
Colloquial adalah bahasa sehari-hari yang menyimpang dari bahasa yang wajar. Sebagai contoh, ajigile (gila), manyala bob (sangat menarik), dan gense (genit). Colloquial digunakan dengan tujuan untuk menambah keakraban.
4. Circumlocution
Sirkumlokusi atau circumlocution meruakan suatu ungkapan tidak langsung. Contohnya, orang Sunda yang sedang berjalan di tengah hutan tidak berani menyebut istilah maung untuk menyatakan harimau. Mereka menyebutkan istilah lain seperti uyut yang artinya kakek buyut.
Ilustrasi mengomunikasikan bahasa. Foto: Pexels.com
Menurut kepercayaan orang Sunda, harimau tidak akan menyerang orang yang memanggilnya dengan istilah uyut. Sebab, menurut logika seorang kakek buyut tidak akan menerkam cicitnya sendiri.
ADVERTISEMENT
Contoh sirkumlokusi selanjutnya, yakni di perdesaan Bali selama musim panen terdapat pantangan untuk mengucapkan beberapa istilah. Menurut kepercayaan, jika melanggar pantangan tersebut, akan mengakibatkan gagalnya panen.
Uuntuk menyebut kata monyet, misalnya, orang yang menyebutnya harus memakai istilah kutu dahan. Sedangkan untuk mengatakan ular, orang harus menggantinya dengan si perut panjang.
5. Nama alias
Nama alias kerap digunakan kepada seorang anak dalam upacara pembebasan anak dari pengaruh roh jahat. Contohnya antara suku bangsa Betawi keturunan Cina, ada anak-anak yang dinamai Si Picis (sepuluh sen uang Hindia Belanda), dan si Gobang (dua sen setengah).
Dalam upacara pembebasan tersebut si anak telah "dijual" ke orang tua angkatnya seharga sepicis atau segobang. Upacara ini dilakukan dengan tujuan untuk memperbaiki kesehatan seorang anak karena sering jatuh sakit.
ADVERTISEMENT
6. Bahasa rakyat yang menunjukan jabatan
Contoh ragam bahasa rakyat selanjutnya, yaitu bahasa jabatan atau kebangsawanan. Contohnya, raden mas, kanjeng ratu, tubagus, sultan, dewa, dan semacamnya.
(ZHR)